Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

02. Baam Decision

Saat Baam membuka matanya, ia melihat langit-langit kamar asing namun juga sedikit familiar. Mengedipkan matanya berkali-kali, ia duduk di atas tempat tidur lalu melihat helaian rambut panjangnya yang berantakan.

Mendesah lelah, Baam menyentuh dahinya dengan gerutuan. Fakta bahwa dia masih hidup di dalam tubuh Viole itu nyata. Bukan mimpi. Hal itu saja sudah membuat paginya hancur dengan beberapa emosi tak menyenangkan.

Melirik arah jam yang menunjukan jam 5 pagi. Baam memasuki kamar mandi. Mengganti pakaiannya menjadi setelan training, mengikat rambutnya acak--dia ingin segera memotongnya jika saja kenalannya membiarkannya hidup. Melihat tampilan ikatan jelek--Baam mengikat rambutnya di bawah leher dengan asal--sang brunette mengangkat bahu tak peduli dan segera turun ke lantai bawah.

Sudah menjadi kebiasaannya untuk melakukan jogging selama 2 jam di pagi hari untuk melatih stamina dan tubuhnya. Lagipula ia juga cukup penasaran dengan stamina tubuh ini. Dalam ingatannya, Viole jarang berolahraga karena sibuk men-stalker perempuan tertentu jika senggang.

Melihat langit yang masih gelap dengan guratan oranye yang indah. Baam menghirup udara pagi dengan semangat. Rasa frustasi dan sakit kepala yang ia rasakan sejak kemarin sedikit menghilang. Digantikan dengan kesegaran alami.

Baam menggerakan kakinya dalam lari kecil, ritmenya tepat dan tetap. Manik emasnya melihat beberapa jajaran perumahan atau pun toko di sepanjang jalan. Agak berbeda dengan yang dia lihat dari dunianya. Tapi entah kenapa terasa familiar.

Sampai dia menemukan taman kecil di ujung kota, Baam menghentikan larinya dan berjalan ke arah ayunan di tengah taman. Tangannya menyentuh rantai besi yang sudah berkarat, ia duduk di sana sambil menatap langit yang sudah berubah cerah.

Burung-burung kecil disekitarnya mulai berkicau, beterbangan dengan gesit di angkasa. Baam seketika merasa iri, burung-burung itu terlihat sangat bebas. Bebas pergi kemana pun yang mereka inginkan. Berbeda dengan dirinya yang dulu sering dikekang oleh Rachel.

Kali ini hidupnya juga tak berbeda jauh, Viole dikuasai oleh obsesinya. Untuk membiarkannya bebas, Baam hanya bisa memilih untuk menceritakan kebenaran. Terserah jika keluarga angkat Viole akan menerimanya atau tidak.

Baam hanya ingin bebas.

Merasa hatinya terangkat akan keputusan gilanya. Baam melanjutkan sesi jogging-nya sampai pukul 7 di mana dia kembali pulang ke apartemennya dan Khun.

Hatinya diambang dilema, tadi Baam sempat meminta Ha Jinsung dan Hwa Ryun untuk bertemu jam 3 sore. Masalahnya dia kebingungan akan menceritakan perihal Viole atau tidak pada Khun. Mengingat mereka masih akan bersama 3 bulan lagi.

Baam memasuki apartemen dan berjalan ke arah dapur. Ia mengambil handuk sambil mengelap keringatnya. Saat mulutnya meneguk segelas air, ia merasa sangat segar dan fresh. Dia tidak memperhatikan jika seseorang berjalan di belakangnya dan meremas ujung jaketnya.

Menoleh ke belakang, Baam menemukan Khun yang menutup matanya--terlihat seperti sedang tidur--tengah berdiri di belakangnya dalam jarak tertentu. Hanya saja tangannya terulur menjepit ujung pakaiannya.

Bingung akan tingkah Khun yang cukup aneh--karena dia yakin 100% jika saat ini sang Omega tidak sadar akan apa yang dilakukannya--Baam hendak berkata jika saja ia tidak dengan reflek menangkap Khun yang tiba-tiba saja jatuh di depannya.

"..."

Baam merenung antara Khun yang aneh, Omega yang aneh atau dunia ini yang aneh. Yah, sepertinya semuanya.

Memperhatikan wajah Khun yang tertidur dengan kerutan--ditambah kantung hitam di matanya. Baam menjadi tidak tega. Rekannya Shibisu selalu menceramahinya karena memiliki hati yang terlalu baik dan polos sehingga gampang dibodohi. Namun, Baam tak bisa mengabaikan sifatnya yang lunak dan naif. Itu adalah bagian dari dirinya juga.

Mengangkat Khun dengan gaya bridal, Baam memindahkan tunangannya ke atas sofa. Dia tak ingin memasuki kamar Khun tanpa izin, dirinya juga tak bisa membawa sang bluenette ke kamarnya. Terlihat tidak sopan.

Memperhatikan wajah Khun yang terlelap, Baam menyelimuti pemuda itu.

Sang Alpha menghentikan langkahnya ketika bajunya ditarik pelan namun erat. Ia melihat tangan Khun yang masih menempel di ujung jaketnya. Tidak punya pilihan lain, Baam melepas jaketnya dan membiarkan Khun memeluknya dengan manis.

Well, pemandangan dimana Khun bergelung dengan jaketnya entah kenapa membuat sesuatu di dalam dirinya menghangat dengan getaran asing. Apakah itu insting Alpha? Baam tak terlalu memikirkannya, ia berjalan ke arah dapur untuk membuat sarapan.

.

.

.

Nyaman, aman dan menenangkan adalah hal pertama yang Khun rasakan saat ia terbangun dari tidurnya. Ia meremas kain di pelukannya dengan gumaman puas. Mata birunya terbuka sedikit saat mencium aroma masakan yang terasa harum dan lezat.

Khun bukanlah orang yang suka bangun pagi, jadi dia memerlukan waktu lama untuk memproses kejadian di sekitarnya.

Ia memeluk jaket yang sangat harum khas Alpha.

Ia seharusnya tidur di kamarnya, bukan di atas sofa.

Ia mendengar suara dentingan spatula di dapur mengartikan seseorang sendang memasak, apalagi masakannya sangat harum dan menggugah selera.

"..."

"..."

"!?" Khun terlonjak kaget, ia menatap horor jaket milik Viole yang tak sengaja ia lempar ke arah meja. Jantungnya berdegup dengan sangat cepat, otaknya terus memproses sebab-akibat dari dirinya yang tiba-tiba berada di sini dan bukan dilamarnya. Apalagi dengan jaket itu?!

Merasa jika semua ini hanya mimpi, Khun berlari ke arah kamar mandi untuk membasuh mukanya dengan air dingin. Ia memandang pantulan dirinya di cermin sambil menghela napas panjang.

Dia ingin mengetahui apa yang terjadi, namun dirinya sama sekali tak ingat. Ingin bertanya pada Viole, tapi Khun tahu itu sulit. Sang brunette tidak menyukainya, ia selalu membayangkan jika dia keras kepala bertanya. Viole akan marah.

Hidungnya kemudian mencium aroma makanan yang lezat. Perutnya langsung berbunyi, mengingat dia tidak makan dari kemarin malam karena sibuk dengan pekerjaannya.

Tersadar akan fakta lain, Khun segera berjalan ke arah dapur dan menemukan Viole yang tengah menata makanan di atas meja makan. Cubit Khun jika perlu, ia sama sekali tidak percaya apa yang dilihatnya.

Viole memasang ekspresi halus dan ramah, tersenyum kecil sambil memasak di dapur.

Sadarlah Khun, ini terlalu bagus untuk menjadi nyata. Ini Viole lho! Pemuda yang selalu memasang wajah stoik dengan aura suram bahkan dijuluki sad boy!

Sementara Viole di depannya begitu terlihat hangat dan cerah layaknya matahari. Sangat berbanding terbalik! Apa yang terjadi?

Khun berjengit ketika Viole menoleh padanya. Manik emas itu berkedip sebelum berubah menjadi gugup dan canggung. Sang brunette terlihat memikirkan sesuatu sebelum memandangnya serius.

"Ada hal penting yang perlu kau tahu. Tapi sebelumnya kita sarapan dulu."

Sang Omega tidak percaya apa yang didengarnya. Viole berkata santai tanpa rasa benci, dia juga terlihat ramah padanya. Hatinya bergemuruh dipenuhi rasa bimbang. Khun tidak memiliki pemikiran baik tentang apa yang akan dikatakan Viole sampai merubah sifatnya padanya.

Mereka sarapan dalam diam, Baam sesekali melirik Khun yang nampak melebarkan matanya saat mencicipi masakannya. Ia merasa puas ketika melihat sang bluenette menikmati masakannya. Karena jujur, sudah lama sekali dia bisa makan bersama orang lain--sebelum Rachel menangkap dan menyiksanya.

"Jadi, apa yang ingin kau katakan?" Khun berkata sambil menatapnya datar.

Baam menenangkan hatinya lalu memasang ekspresi serius. "Kau masih ingat saat Viole memutuskan untuk bunuh diri dengan melompat dari jembatan?"

Mendengar perkataan Baam, Khun menyipitkan matanya. Memori buruk itu kembali terbayang. Anehnya, ia merasa sesuatu ganjil dari ucapan Baam. Pemuda di depannya berbicara seolah itu bukan dirinya...

Bola mata Khun melebar, otak jeniusnya menggambarkan situasi mustahil yang melanggar rasionalitas.

Mendapati wajah Khun berubah. Baam melanjutkan perkataannya. "Saat itu Viole sudah mati. Aku..." Baam menutup matanya, seolah kesulitan akan sesuatu. "Aku bukan Viole."

Khun berkedip, ia menatap Baam dengan raut tak percaya. Namun saat melihat manik emas itu yang terlihat teguh. Ia mencoba untuk tetap tenang. Jika Viole mati, lalu siapa pemuda di depannya?!

"Bercandamu tidak lucu," Khun berkata dengan sarkatis. "Aku tahu kalau kau membenciku karena aku adalah penghalang bagimu untuk mengejar Rachel bukan? Tapi seberapa besar pun rasa tidak sukamu padamu, itu tidak baik untuk memberitahu lelucon yang tak masuk akal!"

"Tidak! Aku serius!" Baam membantah perkataan Khun.

Sang bluenette tertawa, ia mencibir sambil memasang raut mencemooh. "Jika kau benar-benar menginginkan Rachel kau bisa pergi padanya atau mengurungnya atau apalah, dia hanyalah wanita dari keluarga yang tak begitu terkenal."

Stop Aguero! Bukan itu yang ingin kau katakan, kau sudah tahu jika sosok Viole di depannya itu berbeda... Sangat berbeda... Kau hanya tak ingin menerima kenyataan...

Kenyataan pahit bahwa Viole telah tiada...

Khun menutup matanya rapat seraya menenangkan hati.

Baam yang kesal karena mendengar nama 'bitch' itu menggeram tanpa sadar. "Ini tidak ada hubungannya dengan wanita bintik sialan itu!"

Khun sedikit terperangah saat mendengar Viole mengatai Rachel dengan kasar. Spekulasinya ternyata benar...

Pemuda di depannya bukan Viole, jika Viole hanya sekadar hilang ingatan. Pemuda di depannya tak akan begitu membenci seseorang yang tidak dia ingat.

"Tolong jangan sebut nama wanita jahat itu, aku tidak ingin mendengarnya. Karena sungguh aku begitu membencinya." Baam memelankan suaranya, ia mengusap wajahnya kasar dan membenamkan kepalanya di atas meja.

"Aku tahu kau tidak akan percaya padaku dengan mudah. Tapi aku hanya mengatakan hal yang sebenarnya." Baam mencoba menjelaskan dengan wajah sedih. "Aku sendiri sudah mati di dunia asliku, tapi dengan sial memasuki tubuh Viole dan mendapatkan ingatannya."

"Ini bukan kemauanku."

Baam meremas helaian rambutnya frustasi. "Aku bermaksud mengatakan hal ini pada keluarga angkat Viole. Keputusan mereka akan menentukan apakah aku pantas hidup atau mati karena mereka tak menginginkan tubuh Viole diambil alih olehku. Aku tak peduli."

"Aku hanya ingin bebas, beristirahat dengan tenang. Bukannya menjalani kehidupan orang lain."

"Takdir menyebalkan."

Sang Omega memperhatikan sosok tunangannya atau bukan? Mengingat jiwanya adalah orang lain. Sang Alpha terlihat kesakitan dan frustasi.

Apa yang dikatakannya benar, saat itu Viole memutuskan untuk mati. Dan sosok di depannya tidak memiliki kesempatan untuk menolak hidup kembali di dunia ini dengan tubuh Viole. Itu bukan salahnya.

Tapi Viole, orang yang dicintainya benar-benar sudah tiada...

Dengan segenap tekad, Khun mencoba menahan semua emosi dan memeriksa latar belakang pemuda di depannya.

"Bagaimana dunia aslimu?"

Baam mengangkat wajahnya, ia mendapati Khun yang terlihat datar dari luar, namun ia bisa mendeteksi jika sang Omega tidak dalam keadaan baik. Siapa yang bisa baik dalam kondisi merepotkan ini? Baam sendiri merasa histeris akan masalah ajaib yang dilaluinya.

"Duniaku normal, tidak ada Alpha, Beta atau Omega, oh singkatnya duniaku hanya berisi Beta lelaki dan Beta perempuan saja." Baam memiliki tatapan menerawang, mengingat kehidupan aslinya dengan sedikit senyum sedih. "Namaku Baam. Aku yatim piatu, tak memiliki keluarga. Bekerja sebagai polisi sekaligus detektif."

Khun mengangkat alisnya saat mendengar pekerjaan Baam. Ia membayangkan pemuda di depannya menjadi polisi dan itu tidak buruk.

"Duniaku sama seperti duniamu..." Baam mulai menjelaskan dunianya, teknologi dan beberapa kejadian yang sama persis dengan dunia ini.

Ia menghentikan perkataanya ketika matanya menggelap dengan rasa marah. "Aku mencintai orang yang salah. Dia menghancurkan hidupku dan merenggut nyawaku dengan pistol tepat sasaran di otakku." Katanya setengah mencemooh.

"..." Mendengarnya Khun berkedip, ia bisa membayangkan betapa sakitnya dikhianati meski dirinya tak pernah merasakannya. Yah, mencintai seseorang yang membencinya juga termasuk pengalaman yang menyedihkan.

Baam mengetuk jarinya di atas meja dengan raut sedih. "Nah, itu dimasa lalu. Aku saat ini sudah tak terlalu memikirkannya. Toh, aku tak akan bisa bertemu dengannya dan balas dendam meski sosok yang mirip dengannya ada di dunia ini." Wajahnya berubah sebal dengan manik emasnya yang berkilat tajam.

Anehnya dari perkataan Baam, Khun bisa menebak siapa orang yang sang brunette katakan. "Oh? Kutebak itu Rachel?"

"So damn true." Baam bergumam setengah menggerutu. Khun menutup mulutnya menahan tawa. Lalu dia tersadar, bukankah dia masih sedih akan kehilangan Viole. Kenapa dia masih bisa tertawa?

Tanpa tahu jika saat ini Khun tengah berkonflik dengan hatinya. Baam memberikan informasi lain. "Aku akan menemui Ha Jinsung dan Hwa Ryun nanti jam 3 sore. Keputusan mereka akan menentukan hidupku."

"Kau memilih untuk mati?" Khun menatap Baam dengan raut tak percaya. Seharusnya Baam tahu jika kehidupan Viole sempurna. Dengan status Viole, Baam bisa melakukan apa saja yang dia mau. Tapi, pemuda di depannya bersedia untuk mati kapan saja selama keberadaannya ditolak oleh keluarga Viole. Sungguh sifat yang mengangumkan.

"Bukan keinginanku untuk hidup di dunia ini," Baam menjawab lelah.

"Aku ikut."

Sang Alpha berkedip heran. "Ah? Kau akan ikut? Kenapa?"

"Karena aku ingin tahu keputusan mereka karena aku jamin Ha Jinsung akan menerimamu meski kau bukan Viole."

"..." Baam mengingat sifat Ha Jinsung dari ingatan Viole. Uh, perkataan Khun ada benarnya.

"Jika tebakanku benar, apa yang akan kau lakukan?"

"Besok aku akan pergi ke kota B untuk pemotretan." Jawab Baam tak peduli.

"..." Sungguh pemuda yang santai.

Iris emas Baam kemudian teralih pada sosok Khun dengan tatapan bersalah. "Oh, aku memang bukan Viole. Tapi karena aku mengambil tubuhnya aku ingin meminta maaf padamu. Karena aku secara tidak langsung merebut posisi tunanganmu."

Menyembunyikan rasa tak nyaman di hati, Khun memasang ekspresi tawa dengan sedikit sindiran. "Tidak perlu, kau tahu sendiri bagaimana sifatnya."

"Yep, he's a jerk." Baam menyangga kepalanya di atas meja. Mata emasnya memperhatikan penampilan Khun dengan lekat. "Dia punya tunangan yang indah sepertimu, tapi lebih memilih wanita pirang itu." Katanya polos.

"Yah meski di masa lalu aku juga terlalu buta untuk tahu." Lanjutnya sambil membayangkan dirinya yang begitu bodoh di masa lalu.

Baam lalu memperhatikan Khun yang tengah menutup wajahnya dengan kedua tangan, dia bisa melihat jika sudut telinga sang Omega terlihat memerah akan sesuatu. Ia ingin bertanya keadaannya sampai dia ingat sesuatu penting lain yang mengganggu pikirannya.

"Kau tahu? Sepertinya aku kehilangan indera penciumanku sebagai Alpha. Karena aku tak bisa mencium aroma feromon siapapun sejak kemarin."

Perkataan Baam membuat Khun termenung dengan kerutan lain di wajahnya.

Sejenak dia sedih karena Viole mati, dia tak nyaman karena kehidupan Baam yang cukup menyedihkan, lalu barusan Baam juga seenaknya membuat dia tersipu malu. Bagai dirinya yang menaiki rollercoaster, emosinya terus berubah tanpa henti dengan cepat.

Pemuda di depannya benar-benar penuh dengan kejutan.

20 Juli 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro