Tamat--[Thanks]
Kadang kala yang membuat rumit adalah pikiran kita sendiri, banyak sekali yang dipertimbangkan sampai-sampai kita terjebak dalam imajinasi yang membuat takut untuk melangkah. Memukul ratakan sebuah kesalahan pada semua orang hanya karena satu masalah yang sebenarnya hanya dilakukan oleh beberapa orang.
Benar adanya kata pepatah bahwa hidup itu bagaikan roda yang berputar; kadang kita di bawah, kadang di atas. Lantas, jika berada di atas, janganlah terlampau senang, begitu juga sebaliknya, jika di bawah janganlah terlampau sedih. Karena, toh semua itu tidak abadi.
Axa pernah berpikir bahwa semua masalah yang ia hadapi. Orang-orang yang mem-bully dirinya, yang mengkhianati, yang mengecewakan, sehingga ia benci pada manusia akan ia alami seumur hidupnya. Ternyata, waktu telah membuktikan teori roda tersebut. Ia telah berhasil berdiri setelah berada pada titik terendahnya.
Ia hanya terlalu tenggelam dalam dalam pemikiran buruk bahwa dunia ini terlalu kejam, tidak tahu bahwa masih ada kok manusia-manusia yang baik, yang mau berteman dengan dirinya tulus.
Tentu semua itu tidak lepas dari bantuan orang-orang itu. Mata Axa sejak tadi melihat senyum-senyum bahagia teman-temannya. Kendati kepala sekolah sedang berbicara di depan sana, juga teman-teman fokus mendengar. Hatinya mendadak tidak rela secepat ini, ia ingin sekali lebih lama lagi merasakan kebersamaan bersama teman-temannya.
"Xa, sedih banget 'ya ... perpisahan emang selalu sesedih ini." Mendengar namanya disebut, Axa menoleh pada Mita yang kebetulan duduk di sampingnya. Gadis itu tengah beruha melawan genangan air di pelupuk matanya. Ia tidak ingin cairan itu melunturkan riasan wajahnya.
"Iya. Ini pertama kalinya aku nggak mau berpisah," ucap Axa sungguh-sungguh.
Axa jadi mengutuki dirinya yang dulu berharap segera tamat. Ia tidak pernah menyangka akan sesak seperti ini. Yang pikirkan hanya agar lepas dark yang namanya sekolah dan keharusan bertemu dengan teman-temannya.
"Untuk generasi ke 21, selamat! Kalian telah berhasil lulus, jadilah lulusan yang sukses dan kembali ke sini dengan segudang prestasi yang telah kalian capai!"
Kalimat semangat yang berbunyi keras dari speaker itu diutarakan oleh Pak Bahdun selaku kepala sekolah mereka dengan berapi-api. Lulusan tahun ini memang adalah lulusan terbaik karena nilai-nilai ujian nasional mereka tinggi-tinggi, juga lulusan dengan siswa yang lolos SNMPTN terbanyak sepanjang sejarah SMA Cahaya Terang.
Riuh tepuk tangan menguat setelahnya, juga Axa yang ikutan menepuk kedua tangannya dengan bangga. Axa salah satu yang lolos jalur seleksi nasional masuk perguruan tinggi berkat bantuan Bu Zoya yang dengan sabar membimbingnya. Axa sempat pesimis, mengingat nilainya tidak mendukung, tetapi pada akhirnya jika sudah jodoh emang tidak kemana, meskipun dengan nilai pas-pasan, ia berhasil juga menjadi salah satu mahasiswa baru di institut seni Indonesia.
Acara berikutnya ada penyematan medali tanda lulus, satu persatu siswa di panggil naik ke atas panggung. Saat nama Axa di panggil, tiba-tiba saja jantungnya berdetak kencang dan tangannya dingin. Tiap langkahnya begitu berat.
Naik ke atas panggung, Axa melihat Bu Zoya selaku wali kelas memandangnya dengan tatapan yang sama. Medali telah mengalung di lehernya, akhirnya air mata Axa tumpah dan memeluk Bu Zoya erat, hal yang sama dilakukan Bu Zoya.
"Kamu hebat, Xa. Kamu berhasil lulus. Selamat!" kata Bu Zoya meleraikan pelukan itu.
"Terima kasih, Bu. Axa nggak tahu gimana cara membalas kebaikan Bu Zoya."
°°°
"Axa sini!"
Radit menarik tangannya begitu ia turun dari panggung. Ternyata teman-temannya sudah menunggu dirinya untuk sesi foto bersama di sebuah foto bot.
Teman-temannya telah berbaris rapi dan bersiap-siap untuk difoto. Mereka semua adalah teman-teman Axa. Selama ini ia salah sangka menganggap mereka sama dengan teman SMP-nya. Ia terlalu takut untuk mempercayai bahwa mereka berbeda.
Axa berharap seandainya ia bisa menambah satu semester saja bersma mereka lagi, ia sangat ingin. Namun, tidak. Memang seharusnya dijalani walau sesulit apa pun untuk menerima.
Puluhan foto telah diambil, berbagai gaya telah mereka peragakan. Sudah cukup itu untuk kenangan.
"Teman-teman, aku mau bicara," ucap Axa sedikit kencang, sehingga kini seluruh atensi teman sekelasnya terfokus padanya.
Axa menarik napas dalam-dalam mungkin apa yang akan dia ucapkan ini terasa lebay, tetapi ia sungguh ingin mengatakannya.
"Terima kasih banyak atas semuanya, atas masa SMA yang indah dan atas kenangan yang enggak mungkin aku dapatkan kalau kalian enggak sebaik itu. Pokoknya makasih banyak!"
Mita yang terenyuh lalu memeluk Axa, "aku juga, Xa. Makasih udah mau terbuka dengan kita, maaf juga lama menyadari bahwa kamu perlu perhatian lebih."
"Aaa, ocuit," Radit ikutan merangkul mereka berdua.
"Dih, modus." Mita mendorong Radit menjauh.
Tiba-tiba Trio Eca, Tere dan Febi mendekat. "Kita juga minta maaf, ya selama ini buat Axa enggak nyaman."
Axa tersenyum, justru ia yang merasa bersalah telah mengira bahwa ketiga orang itu hanya penggosip, ternyata mereka ada teman terbaik yang paling mendukung. Kelas akan terasa sepi bila mereka tidak ada.
"Untuk kalian juga, makasih ya." Axa merangkul ketiganya.
Kelas Mia tiga saling mengungkapkan rasa terima kasih dan berjanji akan selalu solid walaupun sudah lulus.
SMA memang masa-masa paling menyenangkan, pikir Axa dalam hati. Seandainya saja ia cepat menyadari, tetapi tak apalah, begini juga menyenangkan.
[Tamat]
Marathon nulis delapan bab satu hari ><
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro