Chapter 9
Terulang lagi, tetapi dengan akhir yang berbeda
***
Pagi itu kelas mendadak lebih riuh dari biasanya, mereka yang punya tingkat kepo yang tinggi sudah mengerubungi, sedangkan yang memiliki jiwa mager dengan setia menunggu temannya membawa kabar.
Kembali tubuh Axa berkeringat dingin, kepalanya pusing melihat banyak mata yang menghakiminya. Ia menelan ludah kasar, earphone-nya ditarik kasar sehingga kini atensi Axa berpusat pada gadis yang mempunyai nama Rossa tersebut. Wajah Rossa tampak merah karena marah.
"Udah jelek! Mikir nggak sih, sebelum jadi cewek genit?!"
Mita tentu saja kali ini tidak menjadi pengamat saja, ia maju mendekati Axa dan berdiri di hadapannya untuk melawan Rossa.
"Eh, apa-apaan kau tiba-tiba teriak di kelas orang?!" bentak Mita tidak terima.
"Aku enggak ada urusan sama kau, mending minggir kalau nggak mau kau jadi kena juga."
"Dih. Mending kau saja yang pergi, bentar lagi masuk. Sono pergi."
Rossa melotot tidak percaya Mita begitu berani membela Axa, tidak tahu bahwa ia punya kuasa untuk membuat Mita kena masalah juga.
Ia memberikan instruksi pada gengnya untuk menyingkirkan Mita, dan empat orang teman-temannya langsung menarik Mita menjauh.
"Sialan!" umpat Mita ketika dirinya diseret keluar.
"Sekarang tinggal dirimu, jelek. Diam aje dari tadi."
Kembali Rossa menggebrak meja, tidak membuat Axa terkejut seperti tadi. Namun, ia tetap ketakutan sampai-sampai ia mau menangis.
Satu tangan dengan lancangnya menarik rambut Axa keras, "setidaknya minta maaf kek, dasar jelek nggak tau diri, sok banget!"
"Aww, lepas. Kau salah paham."
"Nggak usah bohong, nanti makin jelek ini wajah."
Sekarang Axa tidak bisa melihat dengan jelas lagi sebab ia telah menangis saat itu. Kejadian yang sama lagi. Manusia-manusia jahat itu lagi. Tidak ada yang berniat menolong, banyak yang malah senang. Mereka menatap seakan ada tontonan gratis, bahkan ada yang tega memfoto untuk status sosial media mereka.
Seperti perkiraan bel berbunyi, Rossa buru-buru melepaskan Axa dan mengajak teman-temannya pergi. Axa terdiam di tempat mencoba kuat dan menenangkan dirinya.
Mita berlari menemui Axa setelah lepas dari cekalan teman-teman Rossa, teringat cerita kemarin. Mita segera memeluk Axa. "Maaf, Xa. Seharusnya aku lebih kuat lagi ngelindungin kamu."
"Kalian juga kenapa sih diam aja teman kalian digituin?!" teriak gadis itu kesal pada teman-teman sekelasnya. "Kalian emang nggak punya hati, cuma nonton aja, seru banget ya. Aku nggak habis pikir."
Kelas yang tadinya tengah heboh memperbincangkan kejadian itu mendadak senyap akibat bentakan si sekertaris kelas yang selalu bertutur halus itu.
"Kalian tahu Axa enggak salah malh ngebiarin dia diginiin."
Radit yang baru datang sehabis kejar-kejaran dengan waktu agar tidak terlambat itu keheranan dengan kondisi kelas yang mencekam. Ia melihat Mita yang memeluk Axa.
"Ada apa, Mit?"
"Kau juga lama banget datang. Cewekmu buat masalah tau!"
Ia menelengkan kepalanya, tidak paham. Saat ia mendekat, tiba-tiba Axa berteriak. "Jangan mendekat!"
"Apa yang terjadi?" tanya Radit.
Namun, belum mendapatkan jawaban, guru mata pelajaran biologi sudah masuk membuat jawaban pertanyaan itu harus ditunda sampai istirahat.
---
Radit dari tadi ingin jarum jam di dinding itu berputar cepat, agar pria tua berkumis di depan itu segera menyadari pelajaran dan pergi.
Ia menoleh pada tempat duduk Axa, dan itu ada yang ke tiga puluh kali ia lakukan sepanjang Pak Umar menjelaskan pelajaran. Untungnya guru biologi tersebut rabun sehingga tidak melihat tingkah Radit yang begitu.
Mita kali ini duduk di samping Axa, ia seperti kakak yang tidak ingin Axa kenapa-kenapa usai kejadian tadi. Sama seperti Radit yang tidak fokus pelajaran, Mita pun sama. Ia berulang kali melihat Axa, apakah perempuan itu baik-baik saja, atau masih seperti tadi.
Memang Axa tidak lagi menangis, tetapi sekarang tampak murung. Di tambah ia masih membenamkan wajahnya pada lipatan tangan sedari tadi.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro