Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 2

Kapan terakhir kali Axa merasakan tertawa bebas, ia pikir sudah cukup lama. Sampai-sampai ia lupa caranya seperti apa. Karena bagi Axa, ia tidak punya alasan untuk merasakan bahagia sebesar itu. Maka, ia pikir punya hidup yang biasa saja tanpa ada usikan orang lain sudah cukup.

Namun, semua berantakan saat lagi-lagi Radit si ketua kelas berbuat ulah. Ia menahan Axa yang hendak pulang. Tentu saja Axa melawan dan mencoba lepas dari laki-laki itu.

"Xa ... Aku mohon ...."

"Aku mau pulang."

Bagaimana pun juga Axa tidak ingin. Apa pun alasannya, bagi Axa ikut dalam persiapan pameran sama saja menceburkan diri ke dalam kubangan lumpur. Siapa Radit memaksanya untuk ikut? Bukankah itu pilihannya. Lagi pula selain lelaki itu, tidak ada satu pun teman sekelasnya yang mempermasalahkan perihal ketidakikutsertaan Axa.

"Mau sampai kapan kau seperti ini? Bahkan aku sangsi setelah SMA kamu juga seperti ini." Radit menurunkan tangannya yang sedari tadi ia gunakan untuk menahan Axa agar tidak melewati pintu.

"Ini masalahku Radit. Urus saja masalahmu," ujar Axa sedikit terpancing akhirnya.

Radit pikir akan mudah mempengaruhi Axa, ia lupa gadis itu berkepala batu. Menjadi teman sekelas Axa selama hampir tiga tahun seharusnya membuat Radit tahu Axa punya dinding tinggi yang membatasin orang luar. Namun, kepalang basah dan terlanjur membuat tema aneh itu pada Bu Zoya, Radit harus bisa menyukseskan acara ini. Ia ketua kelas terpilih setelah mengalahkan Reno mantan ketua kelas dua tahun, Radit ingin membuktikan bahwa di masanya kelas akan menjadi yang terbaik.

"Baiklah, kali ini kau dapat pulang. Tetapi besok aku akan mencoba lagi mengajakmu." Radit membiarkan Axa pergi

Tanpa mengindahkan Radit, Axa berjalan cepat pergi dari sana. Axa hanya perlu bertahan hingga laki-laki itu bosan mengajaknya dan semua selesai.

Radit memandang punggung gadis dengan tas ransel hitam itu menjauh hingga ia hilang di telan belokan lorong, lalu mengacak rambutnya merasa sedikit kesal hari ini. Ia kembali masuk ke dalam kelas untuk mengambil tasnya. Karena buru-buru menahan Axa, Radit jadi lupa membereskan barang-barangnya.

Saat satu buku hendak ia masukkan, ia teringat sesuatu. Ia membuka halaman terakhir buku tulis itu, menemukan satu sketsa wajah dan satu kalimat di bagaian bawah gambar itu.

Semua indah pada waktunya? Omong kosong! Hanya orang bodoh yang percaya itu.

"Hei, itu benar. Lihat aku akan menunjukkan padamu bahwa semua itu benar."

Radit menutup buku itu dan memasukkannya ke tas, hari ini ada latihan futsal. Tidak ingin terlambat ia buru-buru berlari ke lapangan.

---

"Kalian akan menggambar apa?" kata gadis bernama Tere sambil memainkan poninya pada kedua sahabatnya.

"Melukis, Tere." Eca yang sedang asing melihat vidio T*k-tok yang sedang viral menatap tak suka pada pemilik poni Dora itu.

"Sama aja. Betewe, kenapa pulak si Radit milih itu coba? Dia pikir kita sekelas pande¹ menggambar?" Tere menatap Radit yang sedang serius mencatat sesuatu di bukunya itu dengan tatapan tak suka.

"Makanya, waktu Bu Zoya bertanya kemarin itu jawab. Giliran sekarang sewot."

Mendengar kalimat dukungan kepada Radit sontak secara serentak Tere dan Eca menoleh pada Febi yang juga sedari tadi melihat Radit.

"Aku cuma bicara sebenarnya. Jadi gak usah lihat aku seperti itu."

Eca dan Tere tertawa keras membuat mereka menjadi pusat perhatian satu kelas kecuali Axa tentunya. Eca yang mengetahui Febi bukan sekedar membela langsung memanggil Radit.

"Dit. Oi ... Radit!"

Febi kelabakan, mengetahui rencana busuk sahabatnya itu. Ia segera menutup mulut Eca yang akan mempermalukannya itu. "Ca, please. Jangan berulah."

"Apaan sih, Bi?"

"Jangan sok nggak ngerti. Aku tahu kau ingin bilang ke Radit yang aneh-aneh!"

"Masih suka aja ya ... sama Radit."

Febi bungkam. Ia langsung terdiam. Eca dan Tere kembali tertawa terbahak-bahak, menertawakan kebodohan Febi. Tanpa sepengetahuan mereka Radit berjalan ke meja mereka.

"Bising banget kayak bajaj. Mendingan kalian ngerjain tugas pak Roy sono!"

Febi yang tampak khawatir Radit mendengar pembicaraan mereka tadi buru-buru membuka buku dan segera mengerjakan tugas yang dimaksud Radit, sedang Eca dan Tere tidak peduli sama sekali malah asyik bermain ponsel dan membalas ucapan Radit dengan nyiyiran "sok rajin."

Malas berurusan lebih lama dengan mereka, Radit berjalan ke meja yang awal menjadi tujuannya. Axa. Gadis itu tengah mencoret-coret bukunya. Bangku kosong di sampingnya langsung di duduki Radit.

"Jadi kita bakal buat satu lukisan raksasa gitu yang menjadi pusat pameran. Bakalan keren pasti."

Radit mengatakannya dengan semangat berapi-api. Berharap tawarannya kali ini disetujui oleh Axa.

"Xa, ini bakalan jadi projek yang keren. Aku pikir keputusan salah bila kau tidak ikut."

"Axa. Xa, kau dengar tidak? Hei ...." Radit mencabut earphone sialan yang ternyata sejak tadi membuat Axa tidak mendengar perkataannya.

"Jangan ganggu aku bisa? Macam aku saja yang bisa melukis di kelas." Axa menarik satu earphone yang berada di tangan Radit.

"Hanya satu lukisan. Tolonglah. Satu, Xa."

"Enggak."

"Nanti aku jajani cilok lima rebu tiap istirahat deh."

"Enggak."

"Aku gantiin jadwal piketmu."

"Enggak."

"Axa Nevandri ...."

"Nggak! Ngerti aku ngomong nggak, sih?!"

Tindakan bodoh untuk meneriaki Radit seperti itu. Kini semua tatapan sekelas kepada mereka berdua. Lalu bisik-bisik mulai bermunculan yang bertopikkan mereka. Axa kesal sekali, ini semua karena Radit! Ia mendorong Radit dan beranjak meninggalkan kelas. Ia butuh waktu sendiri sekarang.

***

"Dasar nggak tau diri. Ada kaca nggak di rumahmu! Udah jelek banyak tingkah."

Axa menatap satu-satu teman-temannya yang dulu selalu tertawa bersamanya, yang selalu menghibur dirinya di kala sedih sekarang memarahi dirinya sampai ia hampir menangis.

"Badan kayak gajah, muka bantet. Berani-beraninya kau! Benar-benar gak tahu diri. Nyesel aku pernah menganggap kau sahabat."

Sekarang Axa benar-benar menangis. Hatinya terluka, ingin membalas ucapan itu. Tetapi saking sakitnya perkataan itu, Axa rasa apa pun yang akan ia sampaikan tidak akan akan didengar.

"Mending kau mati aja, deh!"

....

[24 April 2020]

Masih dalam masa karantina.

Selamat menunaikan ibadah puasa  kepada semua yang menjalankan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro