Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 1

-Putih abu-abu dan ceritanya-

<•>

Someone said to me; "Do what you want to do."

<•>

Katanya masa SMA itu adalah masa paling indah di sepanjang menempuh pendidikan. Masa di mana seseorang menemukan teman sejati, masa di mana perubahan dari ABG-anak baru gede-menjadi remaja yang sedikit lagi akan disebut orang dewasa. Di SMA juga kita merasakan yang namanya suka pada lawan jenis yang benar-benar nyata, bukan sekedar cinta monyet lagi. Konflik SMA yang akan membuat kita ditempah menjadi seorang pribadi yang akan kuat menghadapi keras dunia nanti. Mungkin kalian berpikir hal tersebut bukankah akan kita dapat di perkuliahan? Nope, tidak semua siswa SMA akan lanjut perkuliahan bukan?

Satu di antara pemikiran yang menentang argumen tadi adalah Axa Nevandri. Siswi invisible milik XII MIA 3, kalian bisa menemukannya duduk di sudut paling belakang kelas. Sendirian. Sebab jumlah sekelasnya ganjil, dan tidak ada ada yang berniat duduk bersama Axa. Bagi Axa, SMA hanya masa yang harus dilalui dengan cepat, bila mungkin ia ingin duluan tamat daripada siswa lain seangkatannya. Ia benci harus bertemu dengan manusia yang mengatakan dirinya sebagai manusia berpendidikan, tetapi ujian saja masih menyontek.

Bila bisa memilih, Axa sebenarnya lebih suka opsi sekolah di rumah saja. Namun, Axa tidak terlahir di keluarga yang memiliki uang yang cukup untuk membayar pengajar untuk Axa.
Axa harus tahu diri dengan ekonomi pas-pasan yang dimiliki keluarganya.

Axa sedang menikmati jam istirahat dengan makan secara diam-diam di tempat duduknya ketika kelas MIA 3 yang terkenal sangat ribut tiba-tiba hening. Alasannya adalah seorang guru masuk ke dalam kelas, dan wajahnya benar-benar terlihat serius. Axa yang baru saja membuka kotak bekalnya segera menutupnya kembali.

"Maaf bila Ibu mengganggu. Ibu minta waktunya sebentar, boleh?" tanya wanita paruh baya berpakaian dinas coklat itu.

Setelah mendapat persetujuan dari siswanya, wanita itu kembali menyambung pengumuman yang akan diberikan.

"Berhubungan dengan kegiatan rutin sekolah, yaitu pameran seni yang memang sudah menjadi acara wajib tahunan SMA kita. Saya sebagai guru seni kalian, berharap dengan sangat kalian segera mempersiapkan diri setelah ini."

Kelas yang awalnya sempat hening, mulai bising oleh bisik-bisik siswa yang sepertinya terkejut. Walaupun sudah mengetahui hal tersebut, namun mereka tidak menyangka waktu akan berjalan secepat ini.

"Baik. Di sini ibu ingin mendata, tema kelas kalian."

Bisik itu mulai seperti keributan. Bising, tetapi tidak menghasilkan apa-apa. Bu Zoya yang mengunggu mulai bosan, wanita itu memandang ketua kelas, Radit.

"Radit. Apa tema kalian?"

Radit terkejut. Ia sejak tadi tidak memikirkan apa-apa, ia melihat teman sebangkunya, meminta pertolongan. Johnny malah mengangkat bahu seraya menggeleng. Radit kemudian mengedarkan pandangannya ke seisi kelas. Tidak ada yang memberikan pendapat, hingga pandangan Radit jatuh pada Axa yang juga menatapnya.

"Lukisan. Cerita dalam lukisan," ucap Radit masih dengan menatap Axa.

Sekelas terdiam melihat antara Axa dan Radit. Axa mengumpat dalam hati, Radit membuat ia menjadi tidak nyaman karena tatapannya itu. Apalagi dengan tema yang di ucapkannya. Tidak ingin terjebak terlalu lama, Axa memalingkan pandangan.

"Baiklah kalau begitu. Tema yang bagus. Ibu harap setelah ini, kalian bisa langsung mempersiapkannya."

Bu Zoya melenggang pergi, dan menghilang di balik pintu. Kelas kembali ke kondisi awal. Axa melihat bekalnya, nafsu makannya mendadak hilang. Saat ia ingin memasukkan bekal itu ke dalam lacinya, sebuah tangan mengambilnya terlebih dahulu. Radit merebut bekal itu, membukanya dan dengan santai memakan isinya.

"Enak, yang masak siapa?"

Axa berdecak, memandang tak suka pada lelaki itu. Axa hanya berharap dapat tenang tanpa diganggu siapa pun hari ini, pun hari-hari kedepannya. Tapi sepertinya itu tidak akan terjadi karena Radit sudah memulainya dramanya.

"Bukan urusanmu. Nggak sopan makan makanan orang sembarangan!"

Meskipun Axa sangat jutek kepadanya, Radit tidak pernah merasa tersinggung apalagi sakit hati. Ia malah nyengir dan tetap memakan nasi goreng milik Axa.

"Kau tahu kenapa aku memilih tema itu, bukan?"

Axa yang ingin tidak peduli dengan seluruh tindakan Radit, refleks menatap Radit. Dalam hati berharap bahwa itu tidak ada kaitannya dengan dirinya, meskipun hal tersebut kecil kemungkinan.

---

"Cerita dalam lukisan."

"Bagaimana cara kamu melakukannya?"

"Setiap sapuan warna dalam kanvas itu punya makna. Mereka memilik cerita mereka sendiri. Seperti langit sore dengan magentanya."


°•°•°•°•°•°•° To be continue •°•°•°•°•°•°•°

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro