Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 8

Hari Minggu kemarin yang sangat menyenangkan harus sirna digantikan oleh si Senin yang membuat semua orang mendesah karena harus kembali beraktivitas rutin seperti biasanya. Namun, tidak untuk Dhira.
Sejak pagi-pagi sekali, Dhira sudah bersiap dengan seragam kebanggaannya.

"Bu, kaki ibu bagaimana keadaannya sekarang?" tanya Dhira sembari memasukkan gorengan ke dalam wadah.
"Sedikit lebih baik. Tidak seperti kemarin-kemarin," jawab sang ibu yang terduduk di kursi meja makan setelah menggoreng tempe, pisang, dan lain-lainnya itu sejak subuh tadi. Tentu saja dibantu Dhira juga.
"Syukurlah. Dhira seneng dengernya,"
Dhira menyantap sarapan paginya berupa mendoan dan sambal terasi bikinan ibunya yang super enak itu. Ditemani segelas teh hangat yang membuat batin menjadi tenang.

"Yasudah Bu, Dhira berangkat dulu. Assalamualaikum," pamit Dhira setelah meneguk teh hangat dengan pelan.
"Walaikumsalam. Hati-hati ya Dhir," ucap sang Ibu lembut.

Dhira menata wadah demi wadah dan ditumpuk di atas motor matic-nya dengan diikat tali tambang agar tidak jatuh. Jam di rumahnya sudah menunjuk pukul 06.00 WIB. Setelah semua sudah terikat, dia melajukan motornya pelan. Kemudian, berhenti di warung-warung sekitar gang-nya. Karena ibunya suka menitipkan gorengannya disana.
"Bu, dimana saya harus meletakkan gorengannya?" tanya Dhira.
"Letakkan di depan sana, Nak," kata Ibu warung itu.
"Baik bu, terima kasih. Saya permisi dulu."

Dhira menengok jam di arlojinya.

Sudah jam tujuh kurang tiga puluh menit. Sebaiknya aku lebih cepat. Jangan sampai terlambat.

Dengan cepat, Dhira melajukan motornya. Namun, tiba-tiba motornya mogok di tengah perjalanan. Mau tidak mau dia harus menuntunnya ke bengkel. Sepertinya, Dhira terlalu buru-buru mengambil motornya yang mungkin belum benar-benar selesai diperbaiki.
Setelah cukup jauh menuntun, akhirnya dia menemukan bengkel di seberang sana.
"Permisi Pak, motor saya mogok," ucap Dhira.
"Baik Mbak, letakkan disitu," ujar lelaki paruh baya itu.
"Tapi, akan saya tinggal. Jika bisa, akan saya ambil nanti sore sepulang sekolah," katanya.
"Bisa,Mbak," ucap bapak itu.
"Baiklah, kalau begitu saya permisi," pamit Dhira sambil membawa satu wadah gorengan yang akan dia titipkan di kantin.

Gawat, udah mau jam tujuh. Aku harus buru-buru cari angkot.

Batinnya berucap dengan wajah yang terlihat panik dan berkeringat karena menuntun cukup jauh motornya tadi. Cukup lama dia menunggu angkot dan matanya bolak-balik menatap arlojinya. Dia sangat tidak ingin terlambat.

Akhirnya setelah cukup lama menunggu, sebuah angkot datang. Tangannya melambai untuk menghentikan angkot itu dan dengan cepat dia menaikkan diri di dalamnya.

"Pak, tolong lebih cepat sebentar," ucapnya pada pak sopir.
"Iya Neng, tenang," ujar Pak sopir santai.

Namun, Pak sopir tidak bisa melajukan angkotnya dengan cepat karena tiba-tiba macet melanda pagi ini. Bukan Jakarta namanya jika tidak macet. Wajah Dhira banyak mengeluarkan keringat dan memegang erat wadah berisi gorengan itu.
Dhira sangat menyukai upacara, jadi tidak ingin terlambat. Terlebih, hari ini dia bertugas sebagai pasukan pengibar bendera. Selama ini, Dhira tidak pernah terlambat, tapi kali ini feeling-nya mengatakan jika hari ini dia akan terlambat.
Macet pun sedikit mereda tapi itu tidak membuat Dhira tepat waktu ke sekolah. Dia tetap terlambat.

Setelah sampai di sekolah, Dhira turun dari angkot sambil membawa satu buah wadah berisi gorengan yang sudah mulai mendingin. Sesuai dugaannya, dia terlambat. Gerbang besi itu sudah tertutup dan sayup-sayup terdengar upacara sudah dimulai. Dhira hanya bisa pasrah dan menerima hukuman juga kemarahan Bu Tina selaku wali kelasnya karena petugas pengibar bendera terpaksa harus diganti.

"Pak Diman, bisakah gerbangnya dibuka?" tanya Dhira pada satpam paru baya itu.
"Kamu terlambat hampir lima belas menit. Saya tidak bisa membukakan gerbang ini untuk kamu," jawab Pak Diman tegas.
"Tolong saya Pak, saya belum pernah terlambat selama ini, Pak," Dhira memohon.
Setelah menimbang-nimbang, akhirnya Pak Diman membukakan gerbang untuk Dhira.
"Terima kasih, Pak Diman memang baik," ucap Dhira disertai senyuman.

Pak Diman sudah hafal dengan murid-murid yang suka terlambat di SMA Merah Putih ini. Jadi, dia memberi kesempatan dengan membukakan gerbang untuk Dhira karena dia belum pernah melihat Dhira terlambat.

***

Setelah upacara selesai, Dhira diminta untuk ke ruang BP.
"Indhira Ayu? Tumben kamu terlambat, kenapa?" heran Pak Tio selaku guru BP di sekolah ini. Karena selama ini, Dhira tidak pernah terlambat.
"Maaf, Pak. Motor saya mogok dan jalanan juga macet, Pak," ucap Dhira pelan.
"Yasudah, sesuai peraturan, kamu harus saya hukum. Hukuman kamu adalah membersihkan seluruh toilet perempuan," ucap Pak Tio tegas.
"Baik, Pak. Akan segera saya laksanakan. Terima kasih," ujar Dhira patuh.

Walaupun ini adalah toilet perempuan, tetap saja tak luput dari kotor. Banyak tisu yang tidak dibuang ke tempat sampah. Bahkan, ada pembalut yang terselip dibalik tisu toilet. Benar-benar jorok. Tapi, Dhira membersihkan dengan sukarela dan harus menahan bau yang kurang sedap itu.

Setelah membuang sampah, dia mulai menyikat dan mengepel lantai toilet.

"Terimalah lagu ini dari orang biasa. Tapi cintaku padamu luar biasa. Aku tak punya bunga, aku tak punya harta. Yang kupunya hanyalah hati yang setia tulus padamu."

Dhira bernyanyi sambil mengepel lantai depan toilet.

"Eh lo ngapain disini?" suara berat itu menghentikan nyanyian Dhira.
"Kamu tidak lihat? Saya sedang mengepel lantai ini," ucapnya.
"Kamu juga ngapain disini?" tanya Dhira.
"Bay, lo kok malah ngobrol si. Bantuin gue sini," teriak seseorang dari dalam toilet.

Si suara berat itu ternyata Bayu.

"Kamu juga dihukum ya?" tanya Dhira lagi.
"Sial banget gue hari ini. Harus ketemu lo lagi. Bahkan saat di hukum pun ada lo," umpat Bayu.
"Saya juga tidak berharap bisa dihukum barengan sama kamu," ujar Dhira.
"Lo pikir gue juga mau? Jangan harap wahai manusia!"

"Bay, buruan sini bantuin gue. Malah masih ngobrol aja lo!"
"Iya iya. Sabar napa, gue segera meluncur," ucap Bayu masuk ke dalam toilet meninggalkan Dhira yang masih mengepel.

Suara dia bagus juga pas nyanyi tadi. Tapi, kalo inget kegalakan dia jadi lupa sama suaranya yang bagus itu.

Tanpa sadar, Bayu memuji Dhira dalam batinnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro