BAB 7
"Mbok... Kak Bayu ke mana ya? Malam-malam gini kok gak ada di rumah?" tanya Bima.
"Tadi katanya mau main sama teman-temannya," jawab Mbok Iyem.
"Pergi ke mana ya Mbok, kira-kira?"
"Kalo itu, Simbok kurang tau Den."
"Yaudah kalo gitu, Bima mau ke kamar dulu Mbok."
"Iya, Simbok juga mau siapin buat makan malam."
Mbok Iyem menata piring, sendok dan teman-temannya yang lain di atas meja dengan rapi. Lalu meletakkan makanan demi makanan yang masih hangat itu.
"Wahhh, Mbok. Baunya enak banget. Masakan Mbok Iyem memang juara."
"Ibu Dewi bisa saja," ujar Mbok Iyem.
"Beneran lo Mbok kata ibu. Masakan Mbok memang paling enak," ucap Aryo, suami Dewi yang baru saja pulang kerja dengan istrinya.
"Yasudah, kami mau mandi dulu ya Mbok. Capek habis pulang kerja," pamit Dewi dan Aryo.
"Baik, Bu."
Tak jarang penghuni rumah ini memuji masakan Mbok Iyem. Karena masakannya memang enak. Mbok Iyem juga sudah dianggap seperti keluarga sendiri karena sudah begitu lama bekerja di rumah ini. Sejak Bayu kecil, hingga besar seperti saat ini.
"Mbok, Bima mana? Kok belum turun?" tanya Dewi yang baru saja duduk di meja makan.
"Tadi di kamarnya, Bu. Apa mau saya panggilkan?"
"Oh gak usah Mbok. Biar saya saja."
Dewi berlalu menuju kamar Bima. Lalu mengetuk pintu pelan.
"Bima. Ayo keluar! Makan malam sudah siap."
"Iya, Ma. Sebentar."
Makanan lezat yang ada di atas meja sudah tidak sabar untuk dilahap oleh seseorang yang lambungnya meronta karena butuh asupan.
"Loh? Bayu kemana?" tanya Aryo.
"Kata Mbok Iyem, Kak Bayu lagi belajar kelompok di rumah temannya, Pa," ucap Bima berdusta.
Untung saja, simbok sedang tidak di ruang makan. Jadi, dustanya berjalan mulus.
"Tumben, tuh anak rajin. Belajar kelompok di malam Minggu gini," ujar Dewi heran.
Bintang-bintang gemerlap ramai menghiasi langit Jakarta di malam Minggu ini. Gemerlap cahaya kendaraan seolah bersaing dengan pijarnya bintang di langit. Banyak orang-orang berlalu lalang di pinggir jalanan besar. Entah hanya sekedar jalan sendirian untuk mencari udara segar. Atau saatnya kencan dengan pasangan masing-masing.
"Bay ... ayo kita balapan," tantang Tono.
"Ogah ah, mager."
"Ah gak asik lo. Ayolah."
"Iya Bay. Gak asik lo ya sekarang," ujar Rian yang ada di sebelah Tono.
"Apa lo gak malu sama cewek cantik itu? Btw, cewek di sekolah baru lo memang cantik ya," bisik Tono.
Cewek cantik yang dimaksud Tono adalah Mela. Mela mendengar dari Rangga jika Bayu akan hangout malam ini karena sebelumnya Bayu mengajak Rangga, tapi Rangga menolak. Akhirnya Bayu mengajak teman di sekolah lamanya yaitu Tono dan Rian. Mela sendiri menghubungi Rangga untuk mencari tahu tentang Bayu. Akhirnya dia memutuskan ikut hangout dengan Bayu untuk memulai pendekatan.
"Lo suka sama dia? Yaudah, ambil aja. Dia bukan tipe gue," ucap Bayu lirih.
"Beneran bro? Gue deketin dia beneran loh? Lo gak apa-apa?" ujar Tono selirih mungkin.
"Woy, kalian ngapain sih bisik-bisik. Gue kagak diajak," kesal Rian merasa diabaikan.
"Bayu, gue denger makanan di restoran pinggir jalan itu enak, kita kesana yuk," ajak Mela.
"Eh, tapi tadi Tono bilang ke gue katanya dia mau ngajak lo jalan-jalan."
Tono menjitak kepala Bayu karena yang dia bicarakan tidak benar adanya.
"Ngomong apaan sih lo woy? Jangan ngasal kalo ngomong," ucap Tono tak terima.
"Katanya lo mau deketin dia? Ini gue deketin lo nya malah gak terima," lirih Bayu.
"Oh, iya. Bener juga." ujar Tono tak kalah lirih.
Pada akhirnya Tono jalan-jalan dengan Mela. Sedangkan Bayu dan Rian kencan ke tempat lain. Karena tidak ingin mengganggu mereka.Mela memasang wajah kesal sepanjang perjalanannya dengan Tono.
Saat Bayu berjalan-jalan di trotoar, tidak sengaja dia melihat Dhira. Matanya memicing memastikan apakah itu benar-benar Dhira. Ternyata memang benar dia.
Dia disana bukan sedang kencan atau hanya sekedar mencari udara segar. Terlihat di depannya ada sebuah gerobak dengan berbagai jenis gorengan di dalamnya. Banyak orang mengerubungi gerobak itu.
Setiap malam Minggu, Dhira akan membantu ibunya menjual gorengan. Karena hari libur, jadi Dhira bisa membantu. Terlebih, ibunya sedang sakit saat ini.
"Mendoan 5 dan pisang goreng 5. Berapa semuanya mbak?" tanya seorang pembeli.
"Sepuluh ribu Mas," jawab Dhira.
"Ini uangnya, Mbak."
"Terima kasih."
Dhira menerima uang itu disertai senyum yang ramah.
Bayu yang melihatnya merasa aneh. Dhira yang dilihatnya saat ini berbeda dengan Dhira yang dia lihat di sekolah. Wajahnya dipenuhi senyum dan ramah. Tidak cuek dan galak seperti di sekolah.
"Bayu! Ayo kita jalan-jalan berdua aja. Gue gak mau sama dia." Mela menunjuk Tono.
Entah sejak kapan, Mela sudah berdiri di dekat Bayu. Karena tadi Mela sedang jalan-jalan dengan Tono. Namun, dia tidak menoleh bahkan merespon. Matanya masih tertuju pada sosok Dhira yang sedang melayani pembeli dengan senyum manis terpancar di wajahnya.
"Yaudah deh Bro. Udah larut malem nih. Gue sama Rian cabut dulu. Bye! Bye juga MelMel." Bayu masih bergeming hingga dua temannya itu menjauh darinya. Sedangkan Mela mendengus mendengar panggilan aneh dari Tono.
Terlihat, sorot mata Bayu tengah memandang seseorang. Dia pun mengikuti arah pandang Bayu.
"Itu kan Dhira? Lo suka sama dia Bay?" tanya Mela tiba-tiba.
"Apa lo bilang? Enggak lah. Yakali gue suka sama cewek galak kayak dia."
"Syukur deh, jangan deket-deket sama dia. Nanti sial loh. Dia tuh suka rebut sesuatu milik orang lain."
Mela mulai menjelek-jelekkan Dhira di depan Bayu. Karena dia tidak mau Dhira merebut Bayu darinya.
Pembeli gorengan Dhira malam ini sangat banyak. Dia hampir kewalahan melayaninya. Tapi, dia berusaha untuk melayani dengan baik. Saat pembeli mulai sepi, Dhira menyempatkan untuk belajar. Karena dia mengikuti olimpiade fisika yang dalam waktu dekat ini akan segera dimulai.
Saat Bayu melihatnya, dia tidak ingin menghampiri Dhira. Karena pasti nanti akan ribut, mengingat ada banyak orang juga disana. Nanti malah akan jadi kacau dan bisa-bisa dia dikeroyok sama pembeli gorengan Dhira yang banyak itu.
"Yaudah yuk Bay. Mumpung tinggal kita berdua, kita jalan-jalan," ajak Mela.
"Udah malem. Mending kita pulang aja. Gue anterin lo."
"Beneran lo mau anterin gue?" tanya Mela tidak percaya.
"Buruan naik ke motor sebelum gue berubah pikiran."
Dengan cepat, Mela naik ke motor ninja maroon Bayu.
***
Dhira melihat arlojinya yang berwarna navy itu.
"Sudah hampir jam sepuluh. Sebaiknya aku segera pulang." batin Dhira.
Dagangan Dhira malam ini ludes diserbu pembeli. Karena gorengan ibunya terkenal enak oleh orang-orang. Dhira pun mendorong gerobak yang sudah kosong tanpa ada gorengan yang tersisa.
Walau malam semakin larut, para bintang masih setia berkerlip di atas cakrawala gelap ini. Seakan tidak mau mengakhiri malam yang indah ini.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro