Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 29

Keadaan Bima sedikit lebih baik sejak Bayu mengetahui keadaan Bima sebenarnya. Kemoterapi demi kemoterapi Bima jalani dengan tekun. Dia ingin sembuh agar orang yang disayangi merasa bahagia. Terpaksa, Bima sering absen di sekolah. Lalu, Aryo dan Dewi memutuskan agar Bima home schooling saja.

Tak jarang Bayu sering di rumah sakit sambil belajar, karena Ujian Nasional sebentar lagi. Bayu tidak ingin nilaimya turun seperti kemarin-kemarin.

"Bima pengen deh, Kak. Sekolah kayak kakak," ucap Bima yang berada di ranjang rumah sakit dengan infus yang ada di tangan kiri,  "Bima bosen di rumah sakit terus," lanjutnya.

"Kamu harus sembuh dulu. Maaf ya Bim, kakak dulu gak peka sama kamu."

"Kak Bayu nih, minta maaf terus. Udah ke berapa kali ini Kak Bayu minta maaf?" Bima memutar bola mata sebal.

Bayu merasa sangat tidak enak dengan adiknya. Tanpa disengaja, sang pita suara mengeluarkan kata maaf begitu saja.

"Gak apa-apa dong. Biar kamu inget kalo kakak bener-bener merasa bersalah sama kamu," ucap Bayu disertai kekehan di akhir.

"Kakak besok UN ya?" tanya Bima.

Bayu mengangguk sebagai jawaban.

"Kakak harus dapat nilai bagus ya? Jangan bikin Bima malu. Masa adiknya nilainya bagus terus, kakaknya malah sebaliknya?" tawa Bima pecah saat mengucapkannya.

"Sombong ya! Oke, kakak bakal buktiin sama kamu. Tunggu saja!" ujar Bayu termotivasi.

Bima menunjukkan dua jempol di hadapan Bayu.

Bayu memutuskan pulang karena hari sudah malam. Dia juga harus mempersiapkan segala sesuatu untuk Ujian Nasional. Sementara Aryo dan Dewi bergantian menjaga Bima.

Walau Ujian Nasional dilaksanakan menggunakan komputer, Bayu tetap harus menyiapkan sesuatu yang jangan sampai lupa. Seperti kartu peserta, bolpoin jika dibutuhkan untuk menghitung. Jika kartu peserta lupa, hancur sudah. Namun, ada toleransi dengan pihak sekolah memberi kartu pengganti.

Keesokan paginya, Bayu sudah siap dengan seragam osis-nya yang rapi. Sarapan untuk Bayu sudah siap di meja makan. Sebuah nasi goreng dengan telur mata sapi setengah matang di atasnya. Dan susu coklat hangat yang nikmat.

"Makasih Mbok Iyem untuk sarapannya.".

"Sip, Den," ujar Mbok Iyem dengan acungan jempol kanan.

Di rumah hanya ada Bayu dan Mbok Iyem, karena Aryo dan Dewi menginap di rumah sakit. Tak jarang Bayu hanya berdua dengan Mbok Iyem di rumah selama beberapa bulan ini. Dewi terlalu khawatir jika tidak ada yang menjaga Bima. Mbok Iyem terkadang juga dapat jadwal untuk menjaga Bima jika Aryo dan  Dewi juga Bayu benar-benar sibuk yang tidak bisa ditinggalkan.

Ketika ingin berangkat, tiba-tiba teleponnya berbunyi. Ada nama 'mama' tertera di sana. Bayu memutuskan mengganti nama mamanya dari 'macet' menjadi 'mama'.

Segera Bayu mengangkat telepon tersebut.

"Halo Ma?"

Setelah mendengar apa yang dikatakan Dewi di seberang sana, wajah Bayu berubah. Hatinya tercekat. Pikirannya kosong.

"Maaf papa mengabari tentang ini sekarang. Semoga tidak mengganggu UN kamu," ucap Aryo di seberang sana.

Keadaan Bima di rumah sakit semakin parah. Bayu panik dan ingin segera ke rumah sakit. Namun, Aryo mencegahnya. Dia harus menjalankan Ujian Nasional terlebih dahulu.

Saat perjalanan ke sekolah, pikiran Bayu tak karuan. Dia sangat khawatir terhadap Bima. Namun, dia akan berusaha fokus untuk ujian Nasional. Terlepas dari kabar tentang Bima. Dia tidak ingin mengecewakan sang adik.

Hari pertama Ujian Nasional berjalan lancar. Bayu berharap, nilainya akan maksimal.

"Hai, Bay? Gimana keadaan adek kamu?" tanya Rangga.

Sudah lama Rangga tidak menjenguk adik Bayu setelah beberapa bulan lalu karena suatu kesibukan.

"Saat ini keadaannya parah, Ngga. Doain ya, biar baik lagi," ucap Bayu.

"Siap Bay. Oh iya udah denger tentang Dhira belum?"

Bayu terlihat bingung. Ada apa dengan Dhira?

"Aku denger, saat lulus dia mau kuliah di luar negeri."

"Beneran, Ngga? Seriusan lo?"

Rangga mengangguk.

Bayu segera menghampiri Dhira yang sedang duduk di taman sekolah. Terakhir kali Dhira menjenguk Bima, Bima sangat menyukai Dhira. Bahkan Bima setuju jika Bayu berpacaran dengan Dhira.

"Kak Dhira cantik ya. Cocok deh sama Kak Bayu."

Kira-kira itu yang dikatakan Bima pada Dhira. Bayu tidak sengaja mendengar hal tersebut.

"Dhir? Lo beneran mau kuliah ke luar negeri?" tanya Bayu to the point.

Dhira menatap seseorang di hadapannya.

"Iya, memangnya kenapa?"

"Bisakah lo kuliah disini saja? Sama gue?"

"Maaf Bayu. Ini udah mimpi saya dari dulu. Saya tidak bisa," tolak Dhira.

Bayu berniat ingin ikut dengan Dhira kuliah ke luar negeri. Namun, Dhira tidak setuju. Bayu harus memikirkan Bima juga. Bima sangat membutuhkan sang kakak dalam keadaan seperti ini. Setelah menimbang-nimbang, Bayu pun setuju pada akhirnya.

Empat hari berlalu begitu cepat. Keadaan Bima pun cukup membaik sejak kemarin. Saat ini Bayu sedang ada di sekolah untuk melihat pengumuman kelulusan. Hatinya berdebar saat menantikannya.

Tampak wakil kepala sekolah menempelkan daftar kelulusan siswa di papan pengumuman. Para siswa segera berhamburan untuk melihat apakah namanya tertera disana dengan tulisan lulus.

Senyum Bayu muncul di wajahnya setelah melihat namanya ada di sana dan meraih ranking lima seantero sekolah. Itu merupakan pencapaian terbaik untuk Bayu.

Rangking satu diraih oleh Dhira. Itu sedikit memudahkan Dhira untuk mendapat beasiswa kuliah ke luar negeri.

Segera Bayu ingin mengabari kabar bahagia ini ke keluarganya. Pas sekali, Aryo meneleponnya. Terlihat Aryo berbicara cukup panjang di telepon. Wajah bahagia Bayu berubah menjadi kelam seketika. Keadaan ramai yang ada di sebelahnya seolah tidak tampak. Pikirannya kosong, lagi-lagi kabar buruk menimpanya. Sesuatu yang sulit dipercaya Bayu.

"Bayu ... adik kamu, Bima. Nyawanya tidak bisa tertolong. Bima sudah meninggal Bayu."

Kalimat Aryo itu terngiang-ngiang dipikiran Bayu yang saat ini duduk terdiam di taman. Perasaan sedih yang berlipat menggelayutinya.

Bayu tersadar dari renungannya ketika ada seseorang yang menepuk bahunya. Setelah dilihat, ternyata itu adalah Dhira.

"Hai. Selamat, ya kamu dapat ranking lima," ucap Dhira.

"Iya. Kamu juga," ujar Bayu.

Dhira merasa aneh dengan Bayu. Wajahnya tampak sedih. Penasaran, Dhira coba bertanya. Dhira pun tak kalah terkejutnya dengan Bayu. Bima yang sangat lucu itu, takdirnya begitu kejam. Dhira mencoba menenangkan Bayu dengan membawa Bayu ke pelukannya. Tangis Bayu pecah dalam pelukannya. Dhira memang sumber ketenangan bagi Bayu.

Setelah itu, Bayu segera ke rumah sakit untuk menjemput jenazah Bima yang akan dibawa ke rumah. Teman-teman sekolah pun menuju rumah Bayu untuk melayat, termasuk Dhira, Mela, dan Rangga.

Mela memutuskan untuk berbaikan saja dengan Dhira. Toh, tidak ada untungnya ribut terlalu lama.

"Bima? Kamu gak apa-apa kan? Kamu bakal sadar kan? Lihat? Kakak dapet ranking lima loh," ucap Bayu sambil menunjukkan sebuah foto di ponselnya.

"Bima kok diem aja? Ngomong dong!" tangis Bayu pecah untuk kedua kalinya.

"Bayu. Sudah, biarkan Bima tenang di sana," ucap Aryo menenangkan.

Sementara Dewi menangis tersedu-sedu di luar ruangan.

Bayu masih tidak percaya. Anak kecil se-istimewa Bima harus mengalami semua ini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro