BAB 25
Para murid sunyi senyap. Mereka semua fokus menatap papan tulis yang sarat akan tulisan. Sang guru sedang menerangkan pelajaran di depan kelas.
Duh, tiba-tiba aku kebelet.
Batin Dhira sambil memegang perutnya.
"Bu Dian!"
"Iya ada apa Dhira?" Bu Dian pun berhenti dari kegiatannya karena panggilan Dhira.
"Saya mau ijin ke toilet. Kebelet."
"Baiklah, jangan lama-lama."
Guru fisika yang killer mengijinkan Dhira tanpa omelan. Karena dia ada rasa tidak tega jika ada anak muridnya menahan buang air. Itu tidak baik untuk dilakukan.
"Terima kasih, permisi Bu."
Buru-buru Dhira keluar dari kelas dan berjalan cepat menuju kamar mandi. Dia berlarian di koridor yang sepi itu. Bunyi ketukan antara sepatu dan lantai menggema.
Setelah mendekati kamar mandi perempuan, Dhira melesat cepat masuk ke sana. Karena sesuatu yang sudah dia tahan daritadi tidak sabar untuk mengeluarkan diri.
Leganya...
Dia menghela napas panjang. Beban yang ditahan sirna juga. Tak lupa setelah memakai kamar mandi, dia membersihkannya. Dhira berjalan gontai di koridor.
"Cewek ngeselin!" panggil Bayu dari belakang.
Dhira memilih pura-pura tidak mendengar panggilan Bayu. Kesepakatannya dengan Mela kembali terngiang di kepalanya.
"Oyyy tunggu!" Bayu berlari cepat agar bisa mensejajarkan tubuhnya dengan Dhira.
"Cilukba!!! Mau kemana lo!" Dhira terkejut tiba-tiba Bayu ada di depannya.
"Lo kenapa? Kayaknya akhir-akhir ini lo ngehindar dari gue."
Lama-kelamaan, Bayu mulai menyadari jika Dhira menghindarinya. Dia pun tidak tahu apa alasannya.
"Enggak kok, biasa aja. Kamunya saja yang terbawa perasaan," ujar Dhira meyakinkan Bayu.
"Yaudah, saya mau ke kelas dulu. Takut dimarahin guru karena ijin terlalu lama." Dhira berlalu meninggalkan Bayu yang dilanda kejanggalan atas jawabannya.
"Indhira Ayu! Stop!"
Dhira terkesiap, terkejut karena baru kali ini Bayu memanggil dengan namanya. Bahkan nama lengkapnya pula. Darimana dia tahu nama lengkapnya? Entahlah, dia pun tidak tahu. Terlepas, Bayu dan Dhira belum pernah berkenalan resmi sejak pertama kali bertemu. Namun, Dhira tidak peduli. Dia tetap melangkahkan kakinya meninggalkan Bayu.
"Gue suka sama lo! Gue suka sama lo! Indhira Ayu!"
Sontak, Langkah Dhira terhenti. Napasnya tercekat, seakan apakah yang baru saja dia dengar adalah nyata, bukan mimpi semata. Dhira pun menoleh perlahan dan melihat Bayu yang berjalan mendekatinya. Dia hanya terdiam membeku seperti patung pancoran.
Tak terasa, Bayu benar-benar sudah ada di depan Dhira. Hanya terpaut kurang dari satu meter diantara mereka.
"Aaapa kkkaaamu bilang?" tanya Dhira tiba-tiba gagap.
"Gue ... Bayu Pratama ... suka sama lo, Indhira Ayu."
Nada bicara Bayu terdengar serius. Tidak pernah Dhira melihat Bayu seserius ini. Dia bingung, tidak tahu harus menjawab apa. Kesepakatannya dengan Mela terus saja terngiang.
Seketika hening menyelimuti mereka karena Dhira masih terdiam. Mereka berdiri berhadapan dikoridor yang sepi itu. Mengingat kegiatan belajar mengajar masih berlangsung.
Bayu tidak peduli, kapan dan dimana dia menembak Dhira. Yang pasti dia serius menyukainya.
"Dhir? Dhira?"
Panggilan Bayu membuyarkan lamunan Dhira.
"Eh iya, kenapa?" tanya Dhira pura-pura tidak tahu, dan tanpa sadar wajahnya memerah.
"Gimana perasaan lo sama gue? Gimana jawaban lo?"
"Hmm, kamu barusan nembak saya? Benarkah? Apakah saya tidak salah dengar?" tanya Dhira memastikan.
Bayu terkekeh pelan, merasa lucu dengan pertanyaan disertai ekspresi menggemaskan Dhira.
"Lo lucu ya. Iya lah beneran. Apa lo gak denger? Gue tereak loh tadi. Untung aja koridor lagi sepi. Jadi gak kena marah gue."
"Hmmm gitu ya...," Dhira manggut - manggut.
"Jadi gimana nih jawabannya? Gue nunggu loh daritadi."
Dhira berpikir sesaat dan harus cepat-cepat memberi jawaban ke Bayu. Agar urusan ini lekas selesai. Mengingat dia sudah terlalu lama ijin di jam pelajaran Bu Dian.
"Maaf, Bayu. Saya belum mau pacaran. Dan saya pikir, kamu lebih cocok sama Mela daripada saya."
Dhira memutuskan menolak Bayu dan menepati persyaratan Mela. Dia belum ingin terjun ke dunia romansa yang rumit itu. Kehidupannya saja sudah rumit, dia tidak ingin memperkeruh hidupnya.
"Apa lo bilang? Jadi lo nolak gue? "
Dhira mengangguk pelan.
"Apa alasannya? Gue kan ganteng, keren, cool, manly, cuma nilai akademis anjlok dikit," ucap Bayu percaya diri disertai cengiran di wajah tampannya.
"Entahlah, saya pikir aku tidak menyukaimu. Lebih baik, kamu bersama orang yang menyukaimu. Orang itu adalah Mela." Dhira berucap dengan hati-hati.
"Gue gak mau! Gue maunya sama lo! Lo tuh bikin gue seneng. Gue suka kalo gue jahilin lo, ribut sama lo. Itu sedikit menghilangkan kesedihan gue. Bahkan, gara-gara lo, gue jadi jarang bikin keributan di sekolah," ujar Bayu panjang lebar.
Akan tetapi, Dhira kekeh dengan keputusannya.
"Saya benar-benar minta maaf. Saya mohon sama kamu, jika kamu benar-benar menyukai saya. Tolong, kamu bersama Mela, itu membuat saya senang."
Bayu terdiam dan ekspresi marah mulai timbul di wajahnya.
"Gue gak mau!!" tolak Bayu keras.
"Saya mohon sama kamu. Jika kamu menolak, saya akan membenci kamu selamanya," ancam Dhira.
"Oke-oke! Gue turutin permintaan lo. Tapi, lo jangan hindarin gue lagi."
Dhira mengangguk dan sedikit bernapas lega karena berhasil membujuk Bayu.
"Terima kasih. Kalau begitu saya permisi dulu. Saya harus ke kelas," pamit Dhira tanpa sepatah kata apa pun lagi.
Maaf Bayu. Untuk saat ini, percintaan tidak penting buat aku. Aku tidak ingin bahagia di atas penderitaan orang lain.
Suara hati Dhira melontarkan gemanya seraya kakinya melangkah.
***
Tidak tahu kenapa, hari ini terasa sangat lelah bagi Bayu. Setelah memarkirkan motor di bagasi, Bayu langsung menjatuhkan diri di sofa empuk itu. Matanya menatap langit-langit berwarna putih itu.
"Entahlah, saya pikir aku tidak menyukaimu. Lebih baik, kamu bersama orang yang menyukaimu."
Suara Dhira terngiang di pikirannya. Dia masih tidak menyangka, apa alasan Dhira menolaknya. Bayu tidak habis pikir. Pengalaman pertama kali menembak seorang gadis, menghasilkan sebuah penolakan. Benar-benar sulit dipercaya.
"Den Bayu kenapa? Kok mukanya kusut gitu?" tanya Mbok Iyem yang tiba-tiba muncul di sebelah Bayu.
"Gak apa-apa, Mbok. Bayu cuma capek aja."
"Capek apa galau? Mas Bayu galau karena cintanya ditolak ya?"
Hatinya tertohok dengan apa yang Mbok Iyem katakan. Seratus persen sangat benar apa yang ditebak Mbok Iyem.
"Ah, Simbok mah sok tau. Oh iya, Mbok. Pada kemana ya? Kok sepi amat rumah segede gini?"
"Seperti kemarin Den. Bapak sama ibu beserta Den Bima pergi dari siang tadi. Mereka pulang awal dan mengajak pergi Den Bima. Mereka memakai pakaian rapi," jelas Mbok Iyem.
Hmmm, sudah bisa ditebak. Mereka pasti jalan-jalan bertiga dan ngelupain gue. Oke, cinta gue ditolak, di rumah kayak gak dianggap. Oke, gue baik-baik aja, kok. Sedih? Buat apa? Gue sedih aja gak ada yang peduli! Haahha
"Ohhh gitu. Yaudah mbok, Bayu ke kamar dulu."
"Apakah Den Bayu mau dibawakan camilan? Atau mau makan malam? Akan bibi siapkan."
"Enggak Bi. Nanti aja," tolak Bayu seraya memasuki kamar.
Dengan lesu, dia merebahkan diri di kasur empuk. Memejamkan mata berharap apa yang terjadi hari ini adalah mimpi, dan besok akan terlupakan begitu saja.
Tetapi, tentu saja ini semua bukanlah mimpi.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro