BAB 18
"Bu, bisa tidak saya diberi keringanan dan waktu sedikit lagi?" mohon Dhira.
Saat ini Dhira sedang berada di ruang Tata Usaha karena dia dipanggil petugas TU untuk melakukan pembayaran SPP. Disebabkan nilainya turun, beasiswa pun dicabut. Kecuali, Dhira dapat mengembalikan lagi nilai bagusnya.
"Maaf Dhira. Pihak sekolah hanya bisa memberi waktu. Untuk keringanan kami tidak bisa. Maaf sekali," ujar petugas TU yang bernama Bu Lina itu.
"Baik, Bu. Kalau begitu saya permisi dulu. Terima kasih."
Dhira keluar dari ruangan TU dengan ekspresi lesu. Dia memikirkan bagaimana cara mencari uang untuk waktu yang singkat ini. Waktunya tinggal satu bulan lagi sebelum masa pembayaran SPP habis.
Ketika Dhira sedang berjalan dengan santai sambil memikirkan bagaimana mendapat uang dengan cepat, tiba-tiba seseorang mencegatnya.
"Oyyy, ketemu lagi kita! Hai cewek ngeselin," sapa Bayu dengan nada tengil seperti biasanya.
Dhira menunduk tidak berminat untuk menghadapi ledekan Bayu. Untuk saat ini, kejahilan Bayu tidak penting. Yang terpenting adalah dia harus mendapatkan uang dan memperbaiki nilainya. Itu! Itu yang harus Dhira fokuskan saat ini.
"Jiahhh! Tumben diem! Biasanya ngomel-ngomel. Lagi dapet ye mbak? Kalo mau marah, marah aja. Gak baik kalo ditahan tuh? Ntar muncul jerawat loh." Bayu tetap berusaha menjahili Dhira dan lagi-lagi Dhira mengacuhkannya.
Wahh! Kenapa nih cewek, dari semalem mukanya kusut amat. Masa masih sama alasannya karena kelasnya gue kalahin? Ahhh benar-benar gak mungkin.
Batin Bayu bertanya-tanya apa yang terjadi pada Dhira.
"Eh, jangan sok cool deh lo. Gue tau dalem batin lo, lo kesel banget kan? Ngaku lo!" Bayu tetap mengoceh seiring Dhira melangkahkan kakinya.
Dhira tetap pada acuhnya dan memilih berjalan cepat meninggalkan Bayu yang dilanda kebingungan.
"Woyyy!! Cewek ngeselin!!!! Jangan sok cuek lo!! Gak asik lo!!" teriak Bayu.
"Kamu! Jangan berisik, lagi ada rapat," ucap salah satu guru yang menyembul dari dalam ruangan sedikit keras.
Bayu tidak menyadari bahwa saat ini dia sedang berada di depan kantor guru.
"Maaf, Pak. Hehe," ujar Bayu cengengesan.
"Gara-gara tuh cewek gue jadi kena marah. Emang dasar ngeselin ya ngeselin," umpat Bayu ditengah langkah kakinya.
***
Sepulang sekolah, Dhira memutuskan tidak langsung pulang ke rumah. Dia memilih mencari pekerjaan paruh waktu untuk melunasi uang SPP, dia tidak ingin merepotkan ibunya. Dia tidak ingin membuat ibunya khawatir, lagipula kakinya belum benar-benar sembuh.
Tertera tulisan "Tersedia Lowongan" di sebuah rumah makan, Dhira pun memutuskan memasuki dan menemui manajer rumah makan tersebut.
Dhira berjalan pelan sambil celingak-celinguk, mencari manajer rumah makan ini hingga tampak dari arah dapur, seorang laki-laki dengan setelan jas rapi menghampirinya.
"Permisi dek, ada yang bisa saya bantu?" tanya seseorang itu.
"Saya mau melamar kerja disini. Jadi apa aja saya siap, Pak," ujar Dhira ramah.
"Kamu masih murid SMA ya?"
Terlihat dari apa yang dia kenakan saat ini yaitu seragam.
Dhira mengangguk.
"Iya, Pak," jawabnya.
"Kamu bisa bekerja disini sebagai pelayan."
"Benarkah, Pak?" Dhira terlihat antusias.
"Yup, namun gajinya tidak seberapa. Karena waktu pekerjaan kamu tidak fulltime mengingat jadwal sekolah kamu," ujar seseorang itu, "namun, jika kamu mau lembur saat weekend, gajinya akan lebih besar," lanjutnya.
Dhira pun menyanggupinya tanpa berpikir lagi, karena dia benar-benar membutuhkan uang saat ini.
"Nama kamu siapa, Dik?" tanya seorang laki-laki yang ternyata manajer rumah makan itu.
"Indhira Ayu, Pak. Biasanya orang-orang memanggil saya Dhira," ucap Dhira.
"Baiklah, Dhira. Kamu bisa bekerja mulai besok. Mengingat jadwal sekolah kamu, kamu akan mendapat bagian sif dari sore hingga malam. Apa kamu sanggup?" tanya sang manajer.
"Sanggup, Pak. Oh iya, nama Bapak siapa?" tanya Dhira karena sepanjang perbincangan, beliau belum menyebutkan nama.
"Nama saya Mirza Wibowo," ujar laki-laki kepala tiga itu dengan menampakkan senyum yang menawan.
"Oh iya, Pak Mirza. Jika boleh, apakah saya bisa bekerja hari ini juga?"
"Jika kamu mau, tentu saja boleh," tukas Pak Mirza.
Dhira pun memulai pekerjaan paruh waktunya hari itu juga. Sebelumnya, dia diajari terlebih dahulu apa saja yang harus dilakukan seorang pelayan. Seperti menanyai pelanggan dengan suara ramah dan mengantarkan pesanan tepat waktu. Jika luang, bisa juga mencuci perabotan di dapur. Hal itu bisa mendapat komisi lebih.
Dhira cepat memahami dengan apa yang diterangkan oleh salah satu pelayan.
Jarum jam sudah menunjuk angka sebelas malam, itu artinya durasi kerja paruh waktunya berakhir. Dhira pun melepas seragam pelayan dan berpamitan.
"Terima kasih semuanya untuk hari ini dan semangat," ucap Dhira antusias dengan mengangkat kedua tangan ke udara membentuk sebuah kepalan.
Dhira mudah disukai, karena anaknya ramah dan mau belajar.
Dalam perjalanan, dia terus saja memikirkan alasan apa yang tepat untuk dikatakan kepada ibunya. Dia tidak ingin ibunya tahu, bahwa dia bekerja paruh waktu.
"Assalamu'alaikum, Bu. Dhira pulang," seru Dhira di luar pintu.
Krieeettt!!
Pintu pun terbuka dan menampakkan sosok ibu yang sangat Dhira sayangi.
"Dhira, larut malam begini kenapa baru pulang?" tanya sang ibu dengan raut wajah khawatir.
"Dhira ada jam tambahan, Bu. Untuk sebulan ke depan Dhira akan sering pulang larut malam. Bahkan, saat weekend pun ada jam tambahan juga," bohong Dhira.
"Benarkah? Kamu pasti lelah sekali. Sekolah jaman sekarang memang benar-benar kejam. Begitu berbeda dengan jaman ibu dulu."
"Tentu saja Bu, jaman kan sudah semakin maju," ujar Dhira disertai kekehan.
"Kalau begitu, ayo masuk! Kamu pasti lelah."
Kemudian, sang ibu menyiapkan air hangat untuk Dhira. Lalu memasak makanan untuk anak semata wayangnya itu.
Dhira bersyukur mempunyai ibu yang sangat sayang kepadanya. Tak henti-hentinya dia bersyukur kepada Sang Pencipta Alam Semesta.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro