BAB 14
Mungkin hari ini adalah hari yang paling bahagia untuk Bayu. Dia tidak harus mendengar ocehan ibunya yang menyanjung-nyanjung Bima, dan berakhir membanding-bandingkan dengan dirinya. Bahkan, Bima pun tidak ada di rumah karena ada acara camping di sekolah selama dua hari. Benar-benar merdeka untuk Bayu.
Bayu membaringkan tubuhnya di kamar sambil mengguling-gulingkan diri seperti cacing kepanasan. Merasa bosan, dia pun keluar dari kamarnya menuju ruang tengah. Remote yang berada di sebelah televisi dia ambil lalu menekan tombol ON untuk menyalakan.
Dia membaringkan tubuhnya di sofa depan TV sambil sesekali memakan camilan yang sudah di siapkan Mbok Iyem tadi. Seringkali mengganti saluran karena tidak ada acara yang bagus. Bayu pun tertawa keras saat menonton acara lucu di televisi.
Mbok Iyem yang melihatnya heran.
"Den, jangan terlalu banyak tertawa nanti terlanjur lho," ucap Mbok Iyem tiba-tiba saat membawakan minuman untuk Bayu.
"Terlanjur gimana maksudnya Mbok? Gila? Jangan sampe dong! Jarang-jarang Bayu bisa tertawa sesenang ini," ucap Bayu santai.
Memang, akhir-akhir ini Bayu jarang tertawa lepas saat di rumah.
Dia tidak nafsu untuk tertawa karena sudah kenyang dengan omelan ibunya.
Mbok Iyem pun hanya menggelengkan kepala lalu kembali ke dapur.
Gold jewelry shining so bright
Strawberry champagne on ice
Lucky for you, that's what I like, that's what I like
Lucky for you, that's what I like, that's what I like
Lagu That'a Was A Like dari Bruno Mars mengalun dari ponsel pintar Bayu. Itu menandakan ada yang meneleponnya. Tertera di layar bening itu 'Macet' alias mama cerewet.
"Tumben nih si Mama nelepon gue. Ada apa nih?" ucap Bayu saat melihat ponselnya.
Dia pun menggeser tombol begambar telepon warna hijau. Tak lupa juga mengecilkan volume televisi.
"Ada apa, Ma?"
"Kamu lagi di rumah?" tanya Dewi di seberang sana.
"Iya, kenapa?"
"Itu, tolong kamu jemput Bima di sekolahnya."
"Loh? Bukannya camping-nya belum selesai?"
"Dipercepat jadi satu hari. Udah, jemput aja Bima. Hati-hati bawa motornya. Bima masih kecil," Dewi mengomel.
"Iya, oke Ma."
Sambungan pun terputus.
Bayu memilih menurut daripada menolak. Jika menolak, dia akan mendapat omelan lebih panjang kali lebar seperti besarnya kota Jakarta.
"Mbok, Bayu pergi keluar dulu," pamit Bayu tidak ingin membuat Mbok Iyem khawatir.
"Mau kemana malam-malam gini, Den?"
"Mama nyuruh Bayu jemput Bima. Yaudah, Bayu pergi dulu."
Bayu menstarter motor ninja-nya yang ada di bagasi. Malam ini tidak begitu mendung, sedikit bintang yang menghiasi langit gelap. Bulan pun hanya menampakkan setengah wujudnya.
Dasar Mama! Kalo Bima gak ada yang jemput, gue jadi sasarannya. Sedangkan gue? Boro-boro. Pulang sendiri yang ada. Tapi masa iya sih, gue iri sama anak SD?
Batinnya menyeruak seraya dia membelah jalanan kota yang cukup panjang itu.
Lagian kan si Bima camping-nya di sekolah, gak hutan belantara. Segitu khawatirnya si Mama. Khawatirin gue kek sekali-kali, kayak dulu pas Bima belum lahir.
Batinnya terus saja mengeluh.
Jalanan malam ini cukup padat, jadi membuat sedikit macet.
Anjir, pake macet segala lagi. Ntar kalo kelamaan jemput, si mama akan ngomel ngalur-ngidul ini.
Walaupun macet, Bayu pun mencoba menyelip kendaraan roda empat maupun dua yang ada di depannya.
Akhirnya setelah menyelami lautan kendaraan yang padat itu, dia bisa terbebas dari lautan itu.
Bayu pun mengendarai dengan kecepatan tinggi. Jarak rumah dan sekolah Bima cukup jauh. Jika menggunakan mobil membutuhkan waktu lima belas menit kalau tidak macet, sedangkan dengan motor, membutuhkan waktu sepuluh menit.
CKIIIITTT!
Motor Bayu terhenti sesaat setelah Bayu menekan rem. Terlihat banyak anak-anak di halaman sekolah Bima. Ternyata benar, camping dipercepat. Terlihat Bima sedang duduk di pos satpam menunduk. Bayu pun menghampirinya.
"Oyyy, ayo!" ajak Bayu.
"Eh Kak Bayu? Ngapain kakak disini?" Bima mendongakkan kepala tak percaya apa yang ada di hadapaannya ini.
"Jemput lo lah. Apa lagi? Ayo buruan!"
"Tumben kakak jemput aku. Tapi aku seneng dijemput kakak," Bima memasang wajah sumringah.
"Udah deh, jangan banyak bacot. Ayo cepet, keburu hujan nih!"
"Tolong bawain barang-barangnya, Kak."
"Dih, nyusahin beut dah. Mana? Gue bawain. Buruan ikutin gue," ucap Bayu seraya menuju motornya yang berada di depan sekolah.
Bima mengekor di belakang Bayu dengan memasang senyum bahagia. Dia merasa senang karena jarang-jarang kakaknya menjemputnya ke sekolah seperti ini.
Semoga Kak Bayu udah gak benci lagi sama aku.
Bima seringkali membatin seperti itu. Dia tidak ingin terus-terusan dibenci kakaknya.
"Oyy, ngapain masih disitu. Sini naik, dan nih helm-nya," ucap Bayu sedikit kasar sambil menyodorkan helm ke Bima.
"Siap, Kak. Terima kasih ya udah mau jemput aku," ujar Bima sesaat setelah naik ke atas motor.
"Dih, pede amat lo. Kalo bukan karena mama yang nyuruh, ogah gue!"
"Gak peduli apa alasannya. Yang penting kakak jemput aku." Bayu diam tak menanggapi.
Bima berpegangan pada pinggang Bayu.
Motor Bayu pun melaju cepat ke jalanan besar. Sesekali Bima mengeratkan pegangannya karena Bayu mengendarai dengan kecepatan tinggi. Langit semakin mendung, Bayu takut nanti kehujanan. Kalau hujan, Bima nanti sakit. Kalau Bima sakit, ibunya akan memarahi Bayu habis-habisan. Padahal baru saja Bayu merasakan hari yang paling bahagia baginya. Dia tidak ingin menghancurkan hari bahagianya itu.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro