Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 13

Hari yang ditunggu-tunggu Dhira akhirnya tiba yaitu olimpiade Matematika antar provinsi. Sebelumnya dia mengikuti olimpiade fisika. Namun, ada perubahan mata pelajaran olimpiade yaitu dari fisika menjadi matematika. Kedua mata pelajaran tersebut adalah favorit Dhira dari semua mata pelajaran. Beberapa hari terakhir, walau dia sibuk membantu ibunya, dia masih menyempatkan diri belajar.
Malamnya, dia belajar lagi untuk mendalami materi. Dia meminta restu pada ibu. Dia teringat ucapan ibu padanya saat meminta restu.
"Dhir, semoga olimpiade kamu lancar. Menang atau pun kalah jangan terlalu kamu pikirkan, yang penting kamu fokus saja dengan olimpiade-nya. Ibu doakan semoga lancar semuanya." Dhira memeluk ibu dengan hangat. Kaki ibunya sudah mulai membaik akhir-akhir ini. Jadi, Dhira sedikit merasa lebih tenang.
Ketika dini hari, Dhira tidak lupa solat tahajud untuk memohon do'a kepada Yang Maha Kuasa. Usaha pun harus disertai do'a.

"Dhira, kamu udah siap?" tanya Rangga saat tiba di aula sekolah. Dia juga mengikuti olimpiade ini.
"Sudah, kamu juga?" tanya Dhira balik.
Rangga mengangguk sebagai jawaban.
Mereka berangkat menggunakan mobil yang sudah disiapkan sekolah.
Jarak tempat olimpiade dan sekolah cukup jauh. Di dalam mobil, Dhira masih tetap fokus belajar. Suasana dalam mobil begitu sepi. Rangga ingin mengajak ngobrol Dhira, tapi gadis itu terlihat sibuk membolak-balikkan buku catatannya. Dia tidak ingin mengganggu.
"Hmm, ini Dhir, minum buat kamu. Dari tadi aku lihat kamu fokus banget belajarnya. Minum dulu, biar gak seret," tawar Rangga menyodorkan segelas air putih kemasan yang sudah di sediakan.
Rangga pun membuka suara setelah sepersekian menit keheningan menyelimuti mereka.
"Terima kasih, Ngga," Dhira menerima lalu meneguk air itu cepat.
"Keliatannya kamu fokus banget Dhir, untuk olimpiade ini. Aku aja gak sefokus kamu belajarnya," heran Rangga.
"Aku ingin juara di olimpiade ini, Ngga. Uangnya kan lumayan bisa bantu ibuku, lagipula juga bisa mengharumkan nama sekolah," Dhira meneguk lagi air kemasan yang tinggal setengah itu. Sepertinya dia haus sekali pagi ini.

Bener-bener perempuan idaman. Ikut olimpiade bukan semata-mata ingin mencari muka pada guru-guru. Tapi, ingin membantu ibunya. Aku jadi tambah kagum sama kamu, Dhir.

Rangga menunduk menyembunyikan senyum dari Dhira. Sedangkan Dhira setelah menyeruput habis air kemasan kembali fokus dengan buku catatan.

Sementara di sekolah, Bayu terlihat memasang wajah lesu, dia merasa kesepian. Tidak ada Rangga yang biasa bersamanya dan Dhira si gadis galak ngeselin yang justru membuatnya rindu.
Bayu mencoba menjahili anak-anak cupu untuk menghilangkan kesepiannya. Namun, dia tetap merasa kosong. Akhirnya pun dia memilih tidur di perpustakaan. Saat kakinya di lajukan menuju perpustakaan, teriakan keras menghentikan langkahnya.

"Bay.... Tunggu!!" teriakan nyaring itu memekakkan telinga jika berada di dekat asal suara tersebut. Tidak lain dan tidak bukan, suara itu adalah suara Mela.

Haishhh, cewek ini lagi. Maunya apa sih?

Batinnya berbicara disertai mimik wajahnya yang sudah lesu menjadi lebih lesu.

"Apa?" tanya Bayu singkat.
"Lo mau kemana? Gue ikut dong!" rengek Mela.
"Dih! Siapa lo, mau ikut-ikut gue! Gak bisa!" tolak Bayu lalu memalingkan muka dari Mela. Dengan cepat, Mela menahan lengan Bayu cepat. Bayu pun mengibaskan tangan itu dari lengannya.

"Apa sih lo? Narik-narik gue!" ucap Bayu mulai marah.
"Kan gue mau ikut sama lo! Boleh dong, ya? Ya kan? Ya?" Mela memasang muka memelas.
"Gue mao ke kamar mandi. Mau ikut lo? Gue mau buang aer. Masih mau ikut?" terpaksa, dia membatalkan tujuannya ke perpustakaan.
"Emmm, enggak. Yaudah, lo ke kamar mandi aja dulu. Gue tungguin di luar kamar mandi," Mela tetap kekeh ingin di dekat Bayu.
"Paan si lo. Emang lo siapa gue, pake nunggu-nungguin gue buang aer. Kek nyokap gue aja lo!" omel Bayu.
"Gue kan pacar, eh calon pacar lo!" ujar Mela dengan percaya diri.
"Sejak kapan?" heran Bayu.
"Kemarin di lapangan futsal. Lo nolak gue karena sebenarnya lo malu kan ngakuin perasaan lo ke gue," percaya diri Mela menjadi-jadi.
"Halu nih cewek." Bayu sudah tidak peduli dengan ucapan Mela dan berlalu pergi.
"Bay... Tunggu. Gue kan mau ikut sama lo!"

Bayu semakin memperlebar langkahnya, mengingat tubuhnya yang jangkung. Sedangkan badan Mela pendek.

Akhirnya Mela memilih menyerah mengejar Bayu dan berniat pergi ke kantin untuk membeli minuman segar karena lelah mengejar Bayu.

***

Mobil yang ditumpangi Dhira dan Rangga tiba di tempat olimpiade. Tempat olimpiade tersebut berada di Universitas Indonesia, Jakarta. Saat memasukinya, Rangga dan Dhira terkagum-kagum karena bangunannya yang bagus juga besar. Universitas Indonesia atau yang biasa disebut UI, merupakan universitas terbaik ke-tiga di Indonesia. Tak sedikit murid SMA Merah Putih saat lulus nanti ingin berkuliah di sana.
Para peserta olimpiade sudah berkumpul di sana. Tak jarang dari mereka yang berkutat dengan buku catatan masing-masing. Ketika sampai di sana pun, Dhira melanjutkan belajarnya lagi. Dia merasa sedikit gugup, karena saingannya pasti berat, mengingat ini adalah olimpiade tingkat provinsi.
Akhirnya olimpiade pun dimulai dan para peserta sedang berkutat dengan soalnya masing-masing. Dhira tampak fokus saat mengerjakan, begitu pun Rangga.

"Ngga, saya gugup deh dengan jawaban saya tadi. Takut tidak memuaskan," ucap Dhira kurang percaya diri.
Olimpiade berakhir beberapa saat lalu.
"Kamu pasti udah maksimal kok jawabannya. Positive thinking aja, jangan gugup. Aku yakin, kamu bisa Dhir."
Rangga mencoba memompa percaya diri Dhira.

Setelah itu, pengumuman juara diumumkan saat itu juga.

Rangga mendapat juara Harapan II, dia mendapat sebuah piagam. Selain juara pertama, akan mendapat piagam saja tanpa uang.
"Selamat ya, Ngga." Dhira mengucapkan selamat pada Rangga.
"Terima kasih, Dhir," balas Rangga.

Saat yang ditunggu-tunggu, pengumuman untuk juara pertama. Tangan Dhira mendingin karena gugup. Jika namanya tidak dipanggil, maka pupus sudah harapannya untuk mendapat juara. Mata Dhira terpejam melantunkan do'a.

"Untuk juara pertama Olimpiade Matematika, diraih oleh Indhira Ayu dari SMA Merah Putih."

Namun, Dhira masih saja memejamkan mata. Dia mengira suara itu hanya bayangannya saja.
"Dhir, namamu dipanggil itu." Rangga mengingatkan.

Sontak mata Dhira terbelalak terkejut tak percaya.

"Jadi itu beneran?"

Rangga mengangguk sembari tersenyum sebagai jawaban.

Untuk juara pertama, akan mendapatkan uang sebesar lima juta rupiah beserta piagam. Dhira sangat bahagia karena usaha dan do'a yang dia panjatkan selama ini tidak sia-sia.
Rangga pun ikut senang akan kemenangan Dhira.
Saking senangnya, Dhira tanpa sadar memeluk Rangga. Rangga pun terkejut karena tidak akan mengira jika Dhira akan memeluknya.

"Terima kasih, Ngga. Kamu tadi sudah membuat percaya diri saya naik," ucap Dhira disela pelukannya dengan Rangga.

"Sama-sama," ucap Rangga sedikit tersendat karena masih tidak menyangka akan pelukan Dhira.

Dhira pun melepaskan pelukan pada Rangga. Dhira sendiri reflek memeluk Rangga tadi karena euforia kemenangan sedang menghinggapinya.

"Maaf," ucap Dhira pelan.
"Tidak apa-apa, santai saja Dhir." Aku malah seneng dipeluk kamu tadi, lanjutnya dalam hati.

Tak terasa hari sudah sore. Sebelum pulang, mereka menyempatkan diri untuk makan siang yang sudah terlewatkan tadi. Jangka waktu olimpiade cukup lama tadi. Tentu saja dengan sopir mobil dan Pak Dion selaku guru matematika yang menemani mereka untuk olimpiade.

"Selamat ya Dhira, kamu sudah membanggakan sekolah," ucapnya di sela makan mereka.
"Iya Pak, ini berkat Pak Dion juga saya bisa juara. Terima kasih, Pak," ucapnya disertai senyum.

Setelah selesai, mereka pun berjalan kembali ke sekolah. Suasana sekolah sedikit sepi karena jam pulang sekolah sudah berdenting beberapa menit lalu.

"Yasudah, kalian langsung pulang ya. Hati-hati," ucap Pak Dion.
"Baik, Pak," ucap Dhira dan Rangga serentak.

Rangga dan Dhira pun berjalan beriringan menuju parkiran. Motor matic Dhira sudah selesai diperbaiki sejak kemarin.

"Dhir, selamat ya kamu hebat," ucap Rangga karena tadi belum sempat memberi selamat. Dia terlalu terkejut dengan pelukan Dhira tadi.
"Iya, terima kasih," ujar Dhira.
"Oh iya Dhir, aku mau ngomong sesuatu sama kamu. Tapi gak disini. Ayo kita ke starbucks dekat sekolah," ajak Rangga.
"Iya, Ngga." Dhira sedikit penasaran apa yang akan dibicarakan Rangga.

Tak butuh waktu lama, mereka pun sampai di starbucks.

"Jadi kamu mau ngomong apa, Ngga?" tanya Dhira.
"Kita pesan minum dulu ya," ujar Rangga.

Mereka sama-sama memesan Caramel Macchiato karena minuman merupakan yang terlaris dari starbucks itu.

Sebelum bicara, Rangga menyedot minumannya sedikit.

"Jadi gini, Dhir. Aku sebenarnya udah lama mau ngomong ini." Rangga memberi sedikit jeda.
"Tapi baru sekarang aku memberanikan diri."

Dhira menyimak apa yang dikatakan Rangga dengan saksama. Sesekali menyeruput minumannya. Tiba-tiba rasa tegang menggerogotinya.

"Aku suka sama kamu, Dhir. Sebenarnya udah lama aku suka sama kamu," ucap Rangga dalam satu tarikan napas karena gugup.
Dhira terkejut. Dia tidak menyangka Rangga akan menembaknya. Hening menyelimuti mereka seketika.

"Jadi, gimana jawaban kamu?" tanya Rangga memastikan.
"Hmm, kujawab nanti. Saya butuh waktu untuk berpikir," jawab Dhira.
"Baik, aku akan menunggu Dhir," ujar Rangga.
"Eh hari udah sore. Kita pulang yuk," ajak Dhira.

Rangga mengangguk dan mereka pun pulang dengan perasaan yan sulit dijelaskan.

Aku gak nyangka, kalo Rangga masih suka sama aku. Aku kira, cuma pas kelas sepuluh aja dia terlihat menyukaiku karena sekelas. Bahkan sekarang kita beda kelas dan jurusan dia tetap menyukaiku.

Batin Dhira terus berceloteh seraya dia mengendarai motor matic-nya di jalanan besar.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro