BAB 12
Setelah kejadian kemarin, banyak teman sekelas yang bisik-bisik membicarakan Dhira di belakang. Terkait pertikaian dia dan Mela kemarin.
"Eh eh, jadi bener ya si Dhira sebenernya pengkhianat? Kata Mela kemarin dia ngehianatin Mela gitu!" ucap salah seorang murid yang suka ghibah di kelas itu.
"Denger-denger sih gitu. Tapi kurang tau, pas kejadian kemarin gue belum berangkat," ujar perempuan di sebelah.
"Ssstt! Pagi-pagi jangan ghibah-in orang. Gak baik, ntar di ghibah-in balik baru tau rasa," ucap Egi tiba-tiba dan membuat kedua gadis itu terlonjak kaget.
"Paan si lo Gi! Ganggu aja," omel salah satu murid itu.
Egi hanya mengedikkan bahu tidak peduli. Hanya Egi yang tidak percaya dengan apa yang dikatakan Mela kemarin. Karena sejak pertama kali kenal Dhira, dia tahu bahwa Dhira adalah orang baik.
"Oke anak-anak! Duduk ke bangku kalian masing-masing," ucapan Bu Dian selaku wali kelas XI IPA 1 mampu melenyapkan keramaian di kelas itu seketika.
"Sesuai pengumuman kemarin, hari ini sekolah kita ada acara donor darah tahunan. Pastikan kalian sudah sarapan agar setelah di sedot darahnya tidak apa-apa," ujar Bu Dian tegas.
Guru mata pelajaran fisika ini terkenal killer dan suka cubit jika tidak bisa mengerjakan soal di papan tulis. Namun, sebenarnya dia adalah ibu baik yang menyayangi keluarganya. Saat pelajaran saja dia seperti itu, tapi saat di luar pelajaran dia akan menjadi sosok yang sangat baik.
"Untuk kelas sebelas, donor darah akan dilakukan di GOR. Jadi, setelah ibu selesai mengumunkan kalian segera menuju GOR karena petugas PMI sudah siap disana,"
ujar Bu Dian.
SMA Merah Putih tiap tahunnya ada kegiatan donor darah. Kelas sebelas dan dua belas biasanya yang bisa mengikuti kegiatan ini, kecuali kelas sepuluh karena belum cukup umur.
"Cukup sekian pengumumannya. Ibu permisi dulu." Bu Dian berlalu meninggalkan kelas dan keramaian yang sempat lenyap itu muncul kembali.
Pandangan jika kelas jurusan IPA itu anaknya kalem-kalem dan diam, itu salah besar! Karena anak-anak IPA juga mempunyai jiwa humor tersendiri. Bahkan, nama-nama latin dari hewan dan tumbuhan bisa dijadikan humor karena nama-namanya yang terbilang aneh dan unik.
"Yey! Berarti nanti ada kelasnya Bayu dong! Asik, gue bisa gaspol buat pedekate sama dia!" ucap Mela senang.
"Idih, yang lagi seneng. Seneng sih boleh, tapi jangan lupa makan, Neng," ucap Rina disertai kekehan kecil.
"Gak lupa dong! Bagi gue sarapan itu wajib."
"Bagus deh jika kayak gitu."
Namun tidak untuk Dhira, tadi pagi dia lupa untuk sarapan karena terburu-buru takut terlambat seperti tempo hari. Dia juga lupa jika hari ini ada kegiatan donor darah. Setelah Bu Dian keluar dari kelas, buru-buru dia ke kantin untuk sarapan.
Suasana kantin cukup ramai, mungkin banyak juga murid yang tidak sarapan.
Dhira memesan nasi telur balado dan es teh.
"Jiah! Katanya anak rajin, tapi sarapan aja lupa," tiba-tiba Bayu muncul entah dari mana.
Dhira pun menghentikan kegiatannya sejenak dan menilik siapa berbicara itu. Setelah tau, dia tidak peduli dan melanjutkan makannya.
"Tumben diem aja. Gak ngomel-ngomel. Eh betewe pas di perpus kemaren lo kenapa? Kayaknya kesel banget?," ucap Bayu penasaran.
Untuk kedua kali, Dhira menghentikan makannya.
"Gak apa-apa, kok," ujar Dhira cepat.
"Jangan boong lo. Lo tuh tipikal orang yang gak bisa boong," kata Bayu sok tau.
"Maaf, kamu jangan asal menduga. Saya tidak bohong. Yasudah, saya pergi ke GOR dulu mau donor darah. Kamu sendiri gak ke GOR?" tanya Dhira.
"E...ntar, Gue mau sarapan dulu," ucap Bayu sedikit terbata.
Tadi ledekin kalo lupa sarapan. Dia-nya sendiri juga sama aja.
Batin Dhira kesal.
Tanpa berkata lagi, Dhira meninggalkan Bayu begitu saja di kantin.
"Ehh Bay, ayo ke GOR. Aku udah selesai nih," panggil Rangga dari kantin sebelah.
"Iya, Ngga. Gue meluncur,"
Sebenarnya Bayu kesini untuk menemani Rangga sarapan, padahal Rangga juga menolak untuk ditemani. Tidak biasanya Bayu yang menawarkan diri. Ternyata berniat untuk tidak ke GOR karena tidak ingin melakukan donor darah. Karena dia belum pernah melakukan.
"Ngga, gue gak ikutan kegiatan ini deh," ucap Bayu setelah menghampiri Rangga di kantin sebelah.
"Loh? Kenapa?"
"Gue sakit Ngga," Bayu memasang wajah melas seperti orang sakit.
Rangga memeriksa perbedaan suhunya dan Bayu, ternyata sama.
"Kamu bohong. Kamu gak sakit, Bay," ucap Rangga mengetahui kebohongan Bayu.
"Tolongin gue-lah, lo kan ketu, lo bilang aja kalo gue sakit." Bayu memohon.
"Maaf Bay, aku gak bisa bohong buat bantuin kamu. Terlebih, ini tuh kegiatan baik. Kita membantu sesama," tolak Rangga.
"Ah lo mah, tega sama gue. Udah gue temenin juga lo sarapan disini." Ternyata niat baik Bayu ada maksud terselubung.
"Emang kenapa sih Bay? Kan cuma donor darah," tanya Rangga.
"Males aja gue. Darah gue dikit Ngga. Sampe pas terluka aja pernah lho, darahnya gak keluar." Bayu tetap mencoba mencari alasan.
"Ah bisa aja kamu, Bay. Mana ada gak keluar darahnya kecuali kalo lo makhluk halus Bay," ucap Rangga disertai kekehan.
"Yaudah kalo lo gak percaya."
Sebenernya gue tuh takut sama jarum suntik, Ngga. Gue trauma sama masa kecil gue dulu.
Bayu mengakui alasan sebenarnya dalam batin dan tentu saja Rangga tidak mendengarnya.
Saat Bayu SD, seperti pada umumnya pasti akan ada suntik imunisasi. Dulu, Bayu takut sekali disuntik. Dia sampai lari-larian, sembunyi di kolong meja, lemari sekolah, hingga sembunyi di ruang guru. Namun, pada akhirnya petugas imunisasi menemukan dan membujuknya untuk disuntik.
Bayu tidak bisa lari kemana-mana lagi, dia pun pasrah. Saat suntikan berisikan cairan imunisasi itu menjamahi lengan kirinya, dia merasa tegang. Padahal, petugas imunisasi sudah memberitahu Bayu untuk rileks. Tapi, Bayu terlalu takut sehingga tegang.
Setelah jarum itu mengeluarkan diri dari kulit kebalnya, darah mengucur perlahan dan ada sedikit rasa sakit. Bayu panik dan menangis saat itu. Tapi petugas imunisasi coba menenangkan, karena darahnya hanya keluar sebentar, nanti akan berhenti.
Sejak saat itu, Bayu jadi takut dengan jarum suntik. Dia takut dengan segala jenis jarum.
"Yaudah yuk, kita ke GOR sekarang," ajak Rangga.
Bayu hanya mengekor, karena usaha untuk bebas dari kegiatan ini gagal.
Di dalam GOR, sudah banyak murid-murid berkumpul disana. Wajah mereka penuh semangat untuk kegiatan ini, karena dapat menolong sesama.
"Ehh, Rin. Rin! Itu Bayu," teriak Mela antusias.
"Iya Mel, iya. Tapi gak usah sampe tereak juga dong. Gue di sebelah lo kali," keluh Rina sambil mengelus-elus kuping-nya.
Walaupun sudah ditolak Bayu, Mela tetap mengejarnya apa pun yang terjadi.
"Hai Bay...," sapa Mela.
"Hmz," respon Bayu singkat.
Walaupun Bayu terlihat cuek, Mela tetap memasang senyum di wajahnya.
Tiba saatnya giliran Mela untuk donor darah. Dhira juga ada di kloter yang sama dengan Mela.
Sedangkan di kelas XI IPS 1, terlihat Bayu di sana.
"Hai..., kita se-kloter Bay," ucap Mela melambaikan tangan ke Bayu.
Namun, Bayu tak menggubrisnya.
Petugas Palang Merah Indonesia mulai memasukkan jarum suntik ke masing-masing pergelangan para murid untuk mengambil darah.
Sebelum jarum dimasukkan, Mela berteriak ketakutan. Petugas mencoba menenangkan agar Mela tidak panik. Berbeda dengan Dhira, dia begitu tenang dan tidak terlihat takut.
Suara teriakan juga muncul dari seberang sana. Bayu juga berteriak seperti Mela karena jarum belum ditusukkan, dia sudah berteriak duluan.
"Bay, kok kita sama, sama-sama teriak! Jangan-jangan kita jodoh!" Ucap Mela senang.
"Apa sih lo! Lebay!" ujar Bayu sengak.
Dhira terkekeh melihat dua manusia berbeda lawan jenis itu.
"Apa lo! Ketawa lho ya!" Kesal Bayu saat melihat Dhira sedikit terkekeh.
Dhira hanya menggeleng sebagai tanda bahwa dia tidak tertawa.
Saat jarum dimasukkan, Mela berteriak menggelegar hingga membuat para murid menutup telinga. Lagi-lagi petugas harus menenangkan Mela. Sementara Bayu, mencoba menahan teriakannya dalam diam, malu dong sama badan kekarnya kalo dia teriak.
Dhira terkekeh kembali saat melihat mimik wajah Bayu yang ketakutan itu. Merasa sedang dipandang, Bayu mengalihkan pandangnya ke Dhira. Sejurus, Dhira memalingkan wajah.
Sementara Rangga, sedari tadi terus saja memandang Dhira dengan senyum tersungging di bibirnya dan yang dipandang tidak menyadari hal itu.
Dia hebat juga! Saat cewek-cewek lain kebanyakan tereak, dia bersikap tenang dan tidak takut. Seolah dia sudah sering melakukannya. Eh, kok gue jadi muji dia. Ada apa dengan gue? Sadar Bay, sadar. Lo kan benci sama dia.
Bayu berdebat dengan batinnya sendiri karena tanpa sadar dia memuji Dhira, lagi.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro