BAB 1
Tubuh yang sudah ringkih itu tersungkur cukup keras di lantai yang dingin. Terbatuk-batuk menahan sakit. Berusaha berdiri, tapi kembali tersungkur karena ada sebuah kaki jangkung yang menginjak punggung yang sudah ringkih itu. Ringkih terkena injakan keras dari si kaki jangkung.
"Arrrghhhh..., " empunya meringis kesakitan. Sang pemilik kaki jangkung tersenyum sinis. Kacamata yang biasa menengger dibawah kedua matanya retak.
"Sakit gak? Apa kurang sakit?" Si kaki jangkung berbicara.
"Ampun Bay. Cukup. Gue ngaku salah. Maaf, karena gue udah bikin lo kesel." Lelaki yang wajahnya sudah babak belur, mencoba memohon.
"Maaf aja gak cukup. Lo tau kan, siapapun yang bikin gue kesel akibatnya bakal kayak gini. Bahkan bisa lebih parah!" teriak Bayu di dalam gudang sepi dan tak terpakai itu.
" Terus, gue harus ngapain biar lo maafin gue?" tanya lelaki itu dengan suara parau.
"Jadi kacung gue selama satu bulan dan kerjain semua tugas-tugas gue. Lo kan pinter. Itu pasti enteng buat lo," ucap Bayu.
"Oke Bay, gue bakal lakuin apa kata lo. Jadi, lepasin gue sekarang."
Bayu pun mengangkat kaki jangkungnya yang sedari tadi bertengger di atas punggung lelaki itu.
"Han? Wajah lo kenapa?" Lelaki yang ternyata namanya Yohan itu berlalu begitu saja tanpa memperdulikan pertanyaan yang dilontarkan padanya saat dia berjalan melewati koridor.
Yohan buru-buru ke kamar mandi. Dia membasuh muka yang babak belur dan baju putihnya yang kotor juga celana abu-abunya yang sedikit kotor. Karena dia tersungkur cukup lama di dalam gudang yang usang itu. Yohan sangat menyesal karena dia cari gara-gara dengan Bayu.
"Nasib gue gini amat. Baru aja pindah ke sekolah ini seminggu yang lalu. Udah babak belur aja," ucap Yohan yang berbicara dengan bayangannya sendiri di cermin.
"Gue kan cuma mau mengakrabkan diri sama dia. Eh, dia malah kesel dan tiba-tiba nyeret gue ke gudang usang itu," keluh Yohan masih berlanjut.
"Yang sabar Han. Dan lo jalanin aja jadi kacungnya Bayu selama sebulan." Tiba-tiba sesosok suara jantan muncul begitu saja. Entah sejak kapan Eric berdiri di belakang Yohan.
Eric adalah teman satu kelas Bayu dan Yohan.
"Kok lo tau Ric?" tanya Yohan penasaran.
"Tau lah..., tiap ada anak baru, terus coba ngakrabin dia. Ya nasibnya bakal kayak lo ini," jelas Eric.
"Kok lo gak ngasih tau gue?" kesal Yohan.
"Kan lo gak nanya?" Setelah mengucapkan kalimat itu, Eric berlalu meninggalkan Yohan.
"Eh Ric tunggu!" Yohan menahan Eric.
"Kenapa anak baru yang dulu-dulu gak lapor ke BP aja?"
"Udah, tapi selalu gitu-gitu aja. Paling Bayu di skors beberapa hari lagi dan setelah masa skros habis, dia akan kembali melakukan hal itu lagi. Dan hal itu terus berulang tak ada ujung."
Setelah berbicara cukup panjang, Eric meninggalkan Yohan di kamar mandi seorang diri.
Lalu Yohan berpikir, bagaimana jika dia membuat Bayu dikeluarkan dari sekolah ini. Karena dia tidak tahan dengan Bayu yang marah-marah dan main pukul hanya karena masalah sepele.
Keesokan harinya, seperti yang dikatakan Bayu kemarin. Yohan menjadi kacung Bayu selama sebulan. Yohan membawakan tas Bayu, mengerjakan tugas Bayu, memesankan makanan di kantin untuk Bayu.
"Woyy! Lama amat. Cepetan dikit napa? Aus nih gue." Bayu mengomel karena Yohan sangat lama saat membelikan dia minuman. Yang menyebabkan lama karena antrean di kantin begitu panjang. Yohan pun memberikan minuman itu kepada Bayu. Ia langsung menyedot minuman orange itu.
"Oyy kacunglan. Pijetin gue. Gue capek abis olahraga," perintah Bayu.
Lu kira gue kagak BayBay? batin Yohan bersuara.
"Ngapa diem aja? Buruan," omel Bayu.
"Ehh Bay, btw kacunglan apaan?" celetuk Eric di belakang Bayu.
"Kacung sebulan. Kan si Yohan jadi kacung gue sebulan."
Eric hanya ber-oh ria.
Sepanjang jam pelajaran, Bayu hanya bergelut di alam mimpi yang menipu itu. Dia tidak mendengarkan apa saja yang diterangkan guru. Sedangkan Yohan mendengarkan dengan fokus dan merangkumnya untuk dirinya sendiri dan Bayu.
***
Tak terasa, sudah setengah bulan Yohan menjadi kacung Bayu. Lama - kelamaan, Yohan merasa bahwa apa yang dilakukannya tidak berguna. Yohan pun berkata pada Bayu bahwa dia sudah tidak mau menjadi kacungnya lagi.
"Apa lo bilang? Lo udah gak mau jadi kacung gue?"
"Iya," jawab Yohan singkat.
"Lo tau kan apa akibatnya kalo lo lakuin ini?"
Yohan mengangguk sebagai jawaban.
"Ikut gue." Bayu menyeret Yohan kasar ke belakang sekolah.
Murid-murid yang melihat berlarian mengikuti arah mereka.
Setelah tiba di belakang sekolah, Bayu menghempaskan Yohan begitu saja ke tanah rumput samar itu. Satu tonjokan mendarat mulus ke pipi Yohan.
"Bughh!!"
Bayu menonjok hidung Yohan hingga mengeluarkan darah.
Darah itu mengalir mulus pada rongga hidung Yohan.
"Gimana? Lo masih mau bantah gue?"
"Iya. Emang kenapa?" tantang Yohan. Karena dia sudah tidak tahan lagi menjadi kacung Bayu. Ia tidak peduli, apa yang akan terjadi padanya nanti.
"Berani nantang gue lo ya. Gue kasih pelajaran biar lo sadar."
Lalu Bayu menendang badan Yohan. Yohan meringis sambil memejamkan mata untuk menahan sakit. Kacamata yang baru saja diganti setengah bulan lalu, terbelah dengan mudahnya. Kaca lensanya remuk tak karuan.
Murid-murid yang mengikuti tadi hanya menonton dan tidak berani melapor ke kantor BP. Karena mereka takut dengan Bayu. Mereka takut jika nasib mereka akan sama seperti Yohan.
Namun, Eric memberanikan diri melapor ke kantor BP. Karena menurutnya kali ini Bayu keterlaluan.
"Pak ... Ada yang berkelahi di belakang sekolah," ucap Eric disertai ngos-ngosan karena dia berlari kilat tadi.
"Baik. Ayo kita ke sana."
Eric dan guru BP bergegas cepat ke belakang sekolah.
"Stop! Berhenti! Bayu!!!"
Teriak guru BP yang bernama Pak Giono itu.
Bayu pun menghentikan kegiatannya. Yohan sudah tak berdaya akibat pukulan kuat Bayu. Wajahnya babak belur tak karuan. Darahnya mengalir di hidung dan juga mulutnya. Giginya juga sampai copot satu. Sebenarnya Yohan tadi ingin melawan, tapi Bayu terlalu kuat untuk dia lawan. Dan jadilah Yohan babak belur seperti ini.
"Ikut bapak ke kantor BP. Eric dan teman-teman lain, tolong bawa Yohan ke UKS."
Pak Giono dan Bayu sudah terduduk di meja ruang BP.
"Bayu! sudah ke berapa kalinya ini? Kenapa kamu tidak berubah juga?"
"Berubah bagaimana pak? Saya ya seperti ini. Kenapa harus seperti itu?" ujar Bayu.
"Untuk kali ini, kamu sudah keterlaluan Bayu. Murid yang kamu pukuli terluka parah. Dia sampai harus dibawa ke rumah sakit," tukas Pak Giono.
Pak Giono menghela napas sejenak.
"Saya akan memanggil orang tuamu ke sekolah."
"Panggil saja Pak. Mereka juga tidak akan datang," ucap Bayu percaya diri.
Pak Giono pun menelepon kedua orang tua Bayu. Dan benar, mereka tidak bisa datang. Melainkan menyuruh pembantunya untuk menggantikan mereka. Tapi, Pak Giono coba meyakinkan mereka agar mereka datang. Keyakinan yang dibuat Pak Giono akhirnya berhasil.
***
"Silahkan duduk, Bapak dan Ibu."
Orang tua Bayu tiba di ruang BP 1 jam yang lalu.
"Jadi bagaimana masalahnya, Pak?" tanya Ibu Bayu.
"Begini Bu, putra Ibu kali ini sudah membuat masalah yang sangat fatal. Dia memukuli siswa lain hingga masuk rumah sakit. Jadi, setelah pertimbangan dengan kepala sekolah, kita memutuskan untuk mengeluarkan Bayu dari sekolah ini."
"Apa, Pak? Apa tidak bisa diberi kelonggaran sedikit?"
"Maaf, Bu. Ini sudah keputusan sekolah ini, "jelas Pak Giono.
"Baiklah, Pak. Jika sudah seperti itu. Kami mohon maaf atas kelakuan anak kami. Perimisi." Pamit Ayah Bayu mewakili ibu dan juga Bayu.
Sesampainya di rumah, Bayu dimarahi habis-habisan oleh kedua orang tuanya.
"Bayu!!!! Sudah berapa kali Ayah bilang, jangan buat keributan di sekolah. Kamu tau, ini sudah ketiga kalinya kamu dikeluarkan dari sekolah. Kamu itu buang-buang duit tau gak! " Kemarahan sang ayah membuncah.
"Iya Bayu. Kamu itu selalu menyusahkan kami. Lihat dong, adik kamu. Contoh adik kamu itu, si Bima. Dia masih kecil, tapi pikirannya dewasa. Gak kayak kamu. Kamu itu berbanding terbalik dengan Bima. Kamu itu anak siapa sih, kok bisa kayak begini kelakukannya?" kemarahan sang ibu tak lebih membuncah dari sang ayah.
"Banding-bandingin aja terus sampai Bayu mati!" ucap Bayu seraya masuk ke kamarnya dan membanting pintu keras.
"Kamu itu, kalo dikasih tau malah ngebantah. Gak kayak adikmu selalu nurut."
Bayu menyetel lagu Sweet Chaos milik Day6 dengan volume full di ponselnya dan menyambungkannya ke earphonenya. Bayu tidak ingin mendengar ibunya yang sedang membanding-bandingkan dia dengan adiknya.
"Kak Bayu. Keluar, Kak. Bima mau bicara sebentar. Jangan dengerin kata-kata mama. Mama itu hanya marah dan gak serius perkataannya." ucap Bima di balik pintu kamar Bayu.
"Apa sih! Berisik! Pergi sana! Jangan sok baik sama gue. Gue gak butuh kebaikan lo. Gue benci sama lo." teriak Bayu keras dari dalam kamarnya.
"Tapi.. Kak..."
"Gue bilang pergi, ya pergi! Apa lo tuli? Sampe gak bisa denger teriakan keras gue ini?"
Bima pun berlalu dari depan kamar Bayu dengan menunduk lesu.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro