Bab 1 : Raja Terakhir
Tiga anak masuk dalam arena.
Masing-masing membawa ciri khasnya. Satu di kiri bertopi koboi, satu berambut perak dan bertindik banyak, dan terakhir dengan potongan rambut helem dan jaket hitam yang di tutup sampai atas.
"Ada langit!" seru seseorang anak yang tadi terlihat pingsan, tapi tiba-tiba bangun saat tiga anak yang baru datang itu menampakkan diri. Ia menyerukan dengan sekuat tenaga tentang kedatangan orang tersebut kepada semua teman-temanya.
"Tian datang?" salah satu anak mulai bangkit juga.
"Apa? Tian datang?!"
"Ada Tian. Tian Yi datang!"
Satu persatu menyerukan hal yang sama, dan satu persatu dari mereka mulai bangkit dari tempatnya pingsan seperti mayat yang telah mendapat suntikan obat zombi. Mereka secara perlahan namun pasti mulai berdiri lagi.
"Dia benar-benar datang!"
"Langit menjawab penggilan. TIAN Yi DATANG!"
Dalam waktu sekejap mata, hampir semua anggota Geng Jinan yang tadi tumbang dan bergeletakan di tanah, serempak dengan segenap energi yang tersisa, mulai merangkak, perlahan berdiri tegak, dan menyambut kehadiran dari anak yang mereka sebut Tian Yi.
Tiga anak yang baru bergabung itu perlahan mendekat ke arah pusat pertempuran. Semua anggota Geng Jinan dengan sigap memberi jalan kepada tiga anak itu. Tidak ada yang ingin terlihat lemah di depan tiga anak itu, bahkan salah satu orang yang terluka parah pun memilih bergelayut di lengan temannya yang lain agar tidak terlihat menjadi yang paling menyedihkan.
Angin tiba-tiba berubah arah saat itu. Dari suasana sunyi karena hanya tersisa lima orang dalam pertempuran, menjadi riuh ramai dengan kedatangan tiga orang yang tidak Shan ketahui.
"Lin, kau tahu siapa mereka?" bisik Shan pada salah satu temannya yang ia jadikan mata-mata sekaligus informan.
Lin membenahi posisi kacamatanya, dan menatap tiga orang yang secara perlahan mulai mendekat pada mereka.
"Seperti yang sudah kau tahu, Jinan adalah Raja di Geng Jinan. Tapi SMA Guangyin punya sebuah legenda. Kau pernah dengar istilah Raja Terakhir?"
"Apa?" Shan tidak paham.
"Ada sebuah legenda di SMA Guanyin yang masih menjadi misteri, dan banyak orang yang meragukan kebenarannya. Keberdaan seorang Raja Terakhir yang mempimpin semua Geng di dalam sekolah. Alasan kenapa Geng SMA Guanyin yang menjadi nomor satu di kota ini, adalah karena keberadaan Raja Terakhir yang mengalahkan SMA Yuhei tahun lalu.
"Rumor juga mengetakan, dia secara resmi telah telah menjadi anggota dari Organisasi Gengster Triad saat masih di kelas dua SMA karena kemampuannya. Aku tidak tahu siapa nama dari Raja Terakhir yang mereka maksud. Tapi melihat dari respon mereka pada kedatangan anak yang bernama—" Lin menelan ludah sebelum menajutkan, "—Tian Yi ini, tidak perlu dipertanyakan lagi. Kita sudah kalah, Shan."
Shan menatap semua orang yang kini berdiri menantangnya secara terbuka. Mau tidak mau, ia mengakui bahwa ia mulai merasakan perasaan takut dengan lawan yang sama sekali belum ia ketahui.
"Dari ketiga anak itu, siapa yang bernama Tian Yi ini?"
"Aku tidak tahu," jawab Lin.
"Kenapa kau tidak mengatakan dari awal kalau ada orang yang mengerikan di SMA Guanyin?" tanya Shan, suaranya bergetar.
"Mereka mengatakan itu hanya Rumor. Aku tidak menyangka itu nyata adanya. Dan selama setahun ini, tidak ada kabar sama sekali tetang keberadaan orang yang disebut Raja Terakhir ini. Ada yang mengatakan dia telah pergi ke Amerika. Ada yang mengatakan ia masih bersembunyi dan hanya menunjukkan diri ketika dalam kondisi terdesak saja."
Shan menata napasnya. Ia tiba-tiba merasa udara di sekitarnya mendadak menipis saat tiga orang yang tadi berada di ujung lapangan, secara perlahan telah melewati kerumunan, dan tiba-tiba sudah ada di depannya.
Anak dengan jaket hitam itu mendekat ke arah Jinan yang masih rebahan di atas tanah. Ia mengulurkan tangan ke arah Jinan untuk membantunya berdiri.
"Masih hidup?" tanya Si Anak Jaket Hitam
"Kalau aku mati, itu salahmu!" protes Jinan, tapi masih menerima uluran tangan itu.
Jinan berdiri lagi bersama tiga temannya yang lain. Menghadapkan diri pada empat musuh mereka yang masih tersisa. Ia kini dapat meninggikan kepalanya. Merasa kemenangan telah di depan mata.
Shan dengan sekuat tenaga menyembunyikan ketakutannya, menatap Jinan yang telah berdiri bersama tiga temannya yang baru saja datang. Ia bergidik halus melihat situasi di depannya. Semua anggota Geng Jinan telah berdiri tegak lagi, menatap dirinya yang hanya berempat dengan penuh ancaman. Seolah pertempuran yang mereka alami tadi hanya sebuah pemanasan. Kini mata tiap anggotanya menyala dengan niatan untuk pertarungan yang sesungguhnya.
"Siapa pemimpinnya?" tanya Jaket Hitam.
Lin berjingkat oleh suara si Jaket Hitam yang memecah keheningan.
Kini jelas terlihat siapa pemimpin mereka. Pria yang ia anggap paling polos ini, apa benar dia yang bernama Tian Yi?
(Gambar karakter asli : Ji Chang Wook)
Anak laki-laki berpotongan rambut helem warna hitam, hidung mancung, dan bibir tipis. Mata hitam seperti elang itu sedang mengawasinya tanpa ekspresi. Namun itu yang lebih menakutkan, karena tidak ada emosi di sana. Tidak ada takut, tidak ada dendam. Mata yang mengatakan bahwa ia tidak peduli pada apa pun yang terjadi di tempat ini.
"Namanya Shan," jawab Jinan.
Anak jeket hitam maju lebih dekat ke arah Geng Angsa. Mengawasi empat anak yang masih berdiri dengan tatapan keraguan. Apakah mereka akan tetap menyerang, atau mengakui kekalahan.
"Siapa yang Shan?"
Shan melihat teman-temannya ketakutan mundur beberapa langkah dari tempatnya berdiri. Namun sebagai pemimpin, apa dia punya pilihan selain berdiri di depan, dan memimpin pertarungan.
"Aku." Shan, maju dan menegaskan diri. Ia tidak akan kalah semudah itu. Kalau pun harus kalah, ia akan tetap membawa harga dirinya.
Pria Jaket hitam mendekat kepada Shan, membuat Shan mundur dan hampir jatuh karena tidak sengaja menginjak kerikil tajam. Semua orang terdiam, menunggu keputusan pimpinan mereka.
Pria Jeket hitam mengawasi Shan dari ujung kepala sampai ujung kaki sebelum memperkenalkan diri.
"Namaku Tian Yi. Aku tidak ada niatan untuk bertarung denganmu saat ini. Teman-temanku sudah lelah. Dan teman-temanmu sudah ..." Tian melihat ke sekitar, pada para anggota Geng Angsa yang 90% masih tergeletak di tanah tidak berdaya. "Hal sepele ini tidak perlu diperpanjang. Kau pun harusnya sudah tahu hasilnya bila kita teruskan."
Shan menelan ludah, takut. Hanya kata-kata bisa. Namun dengan segala embel-embel yang disematkan dalam nama Tian Yi ini, membuatnya bergidik takut saat mendengar tiap ucapan yang dikatakan. Seperti sebuah ancaman, mematikan.
Anak SMA yang sudah menjadi anggota Triad. Bagaimana bisa? Sedangkan syarat untuk masuk dalam organisasi Triad haruslah sudah mencapai usia dewasa, yaitu 18 tahun. Bagaimana caranya anak seusia dirinya bisa menjadi anggota di sana?
Shan juga telah tahu. Mereka kalah jumlah. Pasukanya telah kehabisan tenaga. Mereka hanya berempat. Tidak ada kesempatan untuk menang. Bisa pulang dengan selamat saja merupakan keberuntungan. Namun egonya menolak semua itu. Ia adalah pemimpinnya. Jika dia menjadi pengecut di sini, ia tidak akan punya rasa kepercayaan diri lagi untuk menghadapi teman-temanya nanti. Ia harus menjadi yang terkuat, yang berdiri paling depan, dan bertahan sampai akhir. Maka kekalanan sekalipun, tidak akan menjadi sebuah penyesalan.
"Aku di sini karena ingin memperingatkan temanmu, Jinan," kata Shan, mencoba menguatkan diri.
Tanpa diduga, Tian mengebuskan napas sedih.
"Aku tahu. Temanku memang sembrono," kata Tian, menatap Shan dalam penyesalan.
"Tian! Kau harusnya membelaku!" protes Jinan.
Shan terkejut. Tidak mengira respon Tian ternyata malah memihak pada dirinya. Seketika ia merasa bisa lebih leluasa untuk bersuara.
"Kau yang mencari masalah denganku, Jinan! Tiba-tiba mendekati pacarku!" ungkap Shan, dengan suara bergetar karena marah.
"Kalian sudah PUTUS!" Jinan tidak mau kalah. Ia berteriak lantang, bahkan mungkin rela memutus pita suaranya kalau perlu.
"Kami baru putus dua hari, TOLOL!"
"Tetap saja putus!"
"Cukup!" Tian menengahi. Semua orang terdiam.
Tian Yi memegangi pelipisnya. Menyesal datang ke tempat ini. Ia menatap Jinan penuh arti.
Jinan tidak berani menatap Tian secara langsung langsung mengalaihkan pandanannya ke langit-langit, seolah tengah mencari bebek terbang.
Semua orang juga tidak kalah terkejut oleh pernyatan Jinan dan Shan. Beberapa dari mereka mulai bermonolog, atau malah memprotes secara terang-terangan pada tindakan pemimpin mereka.
"Jadi, pertarungan ini," ujar Si Topi Koboi.
"Hanya untuk memperebutkan seorang wanita?" Lin menambahi.
"Ya Tuhan!" Topi Koboi melepas topinya, memejamkan matanya, lalu meletakan topinya dalam dekapan seolah tengah berbela sungkawa.
"Kalau aku tahu aku tidak akan berangkat."
"Itulah kenapa Tian pada awalnya tidak bersedia membantu."
Semua orang menyuarakan mendapat mereka secara terang-terangan, bahkan sengaja menaikkan volum suara agar terdengar oleh semua orang di sana. Mereka merasa di tipu oleh pemimpin mereka. Merasa bahwa pertarungan hari ini sia-sia dan tidak ada gunanya. Hanya membuat tubuh mereka babak belur saja.
"Sudah! Aku disini tidak untuk mendengar omong kosong. Siapa yang terlalu bodoh untuk bertarung tanpa tahu alasannya." Tian mulai bersuara saat suasana terasa semakin kisruh.
"Kami tidak diberitahu!" protes salah satu dari mereka. Anak berbadan tanggung yang sering menjadi yang paling frontal di Geng Jinan. Namanya Xiu, si pendek pemberani.
"Itu gunanya mulut kalian!" Baru kali ini Tian menunjukkan eksperi tegasnya. Ia berteriak dan memperingatkan pada semuanya. "Tanya, teman-teman! Kalau tidak masuk akal, abaikan!" Ia mengawasi semua orang bahkan memperingatkan kelompok Shan yang juga marah pada pemimpinnya sendiri.
Semua orang menciut. Apa yang dikatan Tian benar. Mereka tidak bertanya, mereka hanya menuruti apa yang dikatakan pemimpin mereka. Bodoh sekali mereka mengorbankan nyawa sendiri hanya untuk masalah sepele seperti perebutan wanita. Ini hanya masalah kebodohan dan kurang kritisnya mereka untuk mencari tahu sebuah permasalahan. Ini sungguh sia-sia.
"Lain kali jadilah pria. Bertarung satu lawan satu." Xiu menyatakan pendapatnya yang terakhir, lalu masuk lagi ke dalam rombongan dan menghilang dibalik kerumunan.
Sejujurnya Shan merasa tertolong dengan ucapan Tian. Kalau masa marah pada dirinya, mungkin ia akan menjadi bulan-bulanan teman-temannya sendiri.
Tian yang merasa situasi telah menjadi kondusif, mulai menyatakan pendapatnya.
"Jinan, minta maaf!" perintah Tian.
"Tidak mau. Aku tidak salah!" elak Jianan.
"Minta maaf ke teman-temanmu!" kemarahan Tian terlihat jelas.
Jinan merasa tertampar. Ia malu sekaligus merasa tidak enak pada teman-temannya. Tian berbalik lalu dengan suara yang bergetar menyatakan permintaan maafnya pada teman-temannya.
"Maafkan aku Teman-teman. Maaf!" permintaan Jinan.
Semua orang tidak menjawab, namun ada di antara mereka yang hanya berdeham dan pura-pura tidak dengar.
"Jadi itu respon kalian? Sepertinya kalian tidak cocok turun dalam pertempuran," kata Tian Yi, santai.
Mendengar ancaman Tian Yi, semua orang mulai berdalih.
"Tentu saja kami memaafkan Jinan."
"Ini hanya hal kecil. Kami baik-baik saja."
"Kami ikut hanya karena ingin beramin-main di saat senggang. Iya kan teman-teman?"
Lalu semua orang pun menyetujuinya. Hanya dengan satu gertakan, masalah Jinan pun selesai dengan mudahnya.
Shan dan teman-temannya melongo melihat kejadian di depan mereka. Siapa sosok Tian Yi ini? Dengan mudahnya memanipulasi keadaan dan mengendalikan kemarahan dari Gengnya, yang mungkin belum bisa Shan lakukan sampai saat ini.
"Jadi, semuanya sudah beres, bukan?" tanya Tian, ingin segera mengakhiri pertemuan.
"Belum. Belum beres. Selama Jinan masih mendekati pacarku, semua masih belum baik-baik saja," ujar Shan.
"Sudahlah Shan. Kita sudah kalah," Lin mencoba memperingatkan. Namun Shan masih kokoh dengan pendiriannya.
Lalu Jinan maju lagi.
"Kau sudah putus dengannya, Brengksek! Untuk apa aku mengalah padamu. Harusnya kau juga bisa cepat move on seperti yang aku lakukan bersama Ruo kini," teriak Jinan.
"Jangan sebut nama pacarku dengan mulut kotormu!" Shan menunjuk-nunjuk Jinan dengan kasar.
"Mau duel? Ayo!" Jinan telah pasang badan.
Lalu tiba-tiba Tian bergerak maju mendekati Shan dan mengulurkan tangannya.
"Shan. Pinjam Hp mu." Itu perintah, bukan permintaan.
"Untuk?" Jantung Shan berdetak dengan cepat saat Tian Yi mengajaknya berbicara. Ia hampir saja tidak dapat menjawabnya.
"Pinjam sebentar." Tian menadahkan tanganya. Lebih anehnya Shan langsung menurut dan memberikam ponselnya. "Nama kontak Ruo di HP-mu apa?"
"My Lovely Ruo."
Jinan meludah marah, tidak terima.
Tian mengangkat tangan untuk memberi tanda pada Shan untuk lebih sabar pada sahabtanya, Jinan.
"Ok." Tian menekan tombol menelepon pada nomor Ruo.
Semua orang terlihat tegang. Apa yang ingin Tian lakukan saat ini masih menjadi misteri. Teman-temannya melihat Tian sebagai sosok yang aneh nyeleneh dengan ide-ide yang kadang tidak bisa ditebak, tapi dengan tingkat keberhasilan yang tergolong tinggi.
Telefon itu diangkat. Tian langsung me-loadspeker percakapan mereka agar semua orang dapat mendengarnya.
"Untuk apa kau menghubungiku lagi. Kita sudah selesai!" kata seorang wanita dalam telepon.
Tian melirik ke arah Shan untuk memintanya fokus.
"Hallo," jawab Tian.
"Maaf, Ini siapa ya? Kenapa kau menelfon lewat Hp Shan?" jawab Ruo, yang rupanya langusng mengenali suara Tian, bukanlah suara mantan kekasihnya.
"Aku seseorang yang menemukan Hp ini jalan. Sepertinya milik seorang pemuda yang baru saja mengalami kecelakan tadi." Tian memberikan pancingan.
"APA? Shan? Dimana dia sekarang. Apa kau tahu di mana pacarku, Tuan. Apa dia baik-baik saja. Kau tahu rumah sakitnya. Tuan tolong jawab aku. Huuuu ...." mereka semua dengan jelas mendengar Ruo menagis dan panik dalam telepon.
Tian yang merasa misinya telah selesai. Menepuk pundak Shan dan memberikan teleponnya agar mereka bisa secepatnya mengahiri kesalahpahaman.
Jinan yang mendengar percakpaan mereka, langsung lemas dan jatuh ke tanah. Pria itu terlihat menyedihkan. Ia bahkan menagis tanpa suara dengan ingus yang menetes-netes dari hidungnya.
"Pria yang malang," ujar Tian Yi. Ia menggigit bibirnya, sekuat tenaga menyembunyikan tawa gelinya karena sikap Jinan yang konyol.
Tanpa instruksi, tiba-tina semua orang mendekati Jinan untuk memberikan semangat.
"Hay-hay-hay, seperti tidak ada wanita yang lain saja."
"Katanya kau tertarik pada Tanteku. Ayo aku kenalkan padanya. Dia sudah menjadi janda minggu lalu."
Satu persatu dari mereka memberikan penguatan. Orang-orang yang tadi marah pada Jinan , kini berubah menjadi empati dan menghibur pria yang patah hati itu dengan lelucon-lelucon khas mereka. Seolah apa yang mereka alami tadi bukan apa-apa. Seolah kemarahan mereka tadi telah terlupa. Semua telah menguap dengan begitu mudahnya, saat melihat salah satu dari mereka terluka. Itu adalah persaudaraan yang tidak dapat dinilai dengan mata uang dunia.
Bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro