Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bonus Chapter: Alexander Thaurin

Alexander Thaurin tidak memiliki ratu. Clementine Selencia yang kemudian dikenal sebagai Verity Dragør adalah wanita pertama sekaligus wanita terakhir yang pernah dekat dengan Raja Thaurin. Setelah Verity Dragør menjadi Ratu Austmarr, Alexander Thaurin tidak pernah lagi dekat dengan wanita manapun.

Demi meneruskan keturunan Kerajaan Thaurin, para penasehat Alexander Thaurin menyarankannya mengawini seorang wanita yang kelak akan menjadi ibu untuk penerus takhta Thaurin. Di balik ketakutan para petinggi Thaurin yang yakin Sang Raja akan menolak saran mereka, Alexander Thaurin ternyata menyetujuinya dengan syarat apabila dalam setahun wanita itu tidak berhasil melahirkan seorang anak maka ia akan dibunuh.

Tahun demi tahun berlalu, sudah enam wanita memasuki kehidupan Alexander Thaurin, tetapi tidak ada satu pun dari mereka berhasil menghasilkan seorang penerus untuk Kerajaan Thaurin. Segala daya dan upaya telah dilakukan oleh wanita-wanita itu, mereka tidak hanya akan mendapatkan kekayaan yang melimpah, tetapi juga menjadi wanita nomor satu di kerajaan itu. Sayangnya tidak ada satu pun yang berhasil.

Para penasihat kerajaan tidak mampu melakukan apa pun lagi, mereka telah memberikan seorang wanita berpengalaman, wanita polos tak tahu apa-apa, hingga wanita yang menyerupai Verity Dragør, tidak ada satu pun di antara mereka yang bisa memenangkan hati Raja Alexander.

"Yang Mulia." Seorang penasihat kerajaan membungkukkan badannya dalam-dalam. Bila keadaan terus seperti ini, tidak akan ada satu pun wanita yang mau menikahi Alexander Thaurin. Pria paruh  baya itu melirik ke arah wanita yang berlutut di hadapan Raja Alexander, kesalahan wanita itu hanya satu, ia tidak mampu menghasilkan seorang keturunan meskipun wajahnya nyaris menyerupai Verity Dragør.

"Yang Mulia," wanita itu tertawa kecil di bawah pedang prajurit Thaurin. "Semua orang menyalahkanku karena tidak mampu menarik perhatianmu." Dengan berani wanita itu mendongakkan kepalanya lalu menatap mata Alexander Thaurin. "Apa mereka tahu monster apa yang terkubur jauh di dalam sana?"

"Lancang!" Seorang penasihat menampar wajah wanita itu. Wanita yang setahun lalu datang ke hadapan mereka dan dipuja-puji oleh siapa pun yang melihatnya kini tidak ada ubahnya dengan wanita terbuang. 

Alexander terdiam melihat pemandangan itu, ia lalu bergerak ke hadapan wanita itu lalu menunduk kemudian berbisik di telinganya. "Dan seperti apakah monster itu?" Wanita itu bergeming mendengar bisikan Alexander di telinganya. "Apa kau menyadari kalau kau hanya pion yang dapat disingkirkan kapan saja?"

Bisikan Alexander membuat tubuh wanita itu merinding. "Why? Verity was born a pawn, but now she's got the throne." Tangan wanita itu gemetar, semua orang yang ia temui mengatakan bila ia mirip dengan Ratu Verity Austmarr. Wanita itu sangat yakin ia bisa menggerakkan hati Alexander Thaurin dan menjadi ratu di Thaurin.

"Kau bukan Verity. Matamu tidak violet seperti matanya, rambutmu tidak sehitam rambutnya, kau bahkan bukan Selencia sepertinya." Alexander memegang sejumput rambut kecokelatan wanita itu lalu menghela napas panjang. "Apa kau menilai aku serendah itu?" Alexander tertawa kecil.

Dua kali menginjakkan kakinya di Dragør, tidak sekali pun ia melihat dirinya berada di sisi Verity. Dua kali menginjak Dragør yang ia lihat hanyalah perasaan bersalahnya kepada wanita yang kini telah menjadi Ratu Austmarr itu.

Alexander melihat mata wanita itu yang melebar, ia lalu bertanya lagi. "Seperti apa monster itu, hm?"

Tangan wanita itu gemetaran. Tidak ada seorang pun yang tahu seperti apa sosok asli di balik wajah malaikat pria itu, Alexander Thaurin bukanlah seperti pria yang terlihat.

Melihat wanita itu tidak akan segera menjawab pertanyaannya, Alexander bangkit berdiri lalu berjalan menuju ke singgasananya yang terbuat dari marmer putih yang akan melengkapi ruang singgasana ini membuatnya terlihat begitu lapang, putih, dan bersih seandainya saja tidak ada noda darah yang membekas di atas singgasana itu. 

"Kau .... " Wanita itu berbisik, membuat Alexander menghentikan langkah kakinya tepat di undakan anak tangga terakhir sebelum duduk di atas singgasananya. "Kau membunuh Raja Arthur."

Alexander membalik badannya lalu menatap wanita itu lagi. Bukan rahasia bila Raja Arthur mati di atas singgasana itu dengan luka tusukan di dadanya, tetapi hingga detik ini semua orang masih berkesimpulan bila Tybalt Wildemarr lah pelakunya.

Alexander kemudian duduk di atas singgasananya, menatap wanita yang tengah berlutut itu. Wanita itu benar, ia membunuh ayahnya, Arthur Thaurin, bahkan kini ia duduk di atas singgasana dengan noda darah ayahnya.

"Bunuh dia." Alexander memberikan satu perintah, kemudian prajurit Thaurin menusuk tubuh wanita itu, membunuhnya seketika sekaligus mengotori ruang singgasana yang putih bersih itu.


*****

A little bonus chapter because Mirror, Mirror win Wattys 2019.

Thank you for all of your support.

It's a funny thing, ambition. It can take one to sublime heights or harrowing depths. And sometimes they are one and the same.

I got stuck several times while writing Mirror, Mirror. It is still not good enough, I always said in the depth of my mind. I'm not good enough, I repeat while not realizing that myself is the one that will destroy me one day.

And truth to be told, the award that Wattpad gave me also gives me a huge wave of confidence within myself. Maybe I'm enough and that already sounds much better even without 'good' in it. I'm enough and that's what matters


G

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro