Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 24 : Bukan Akhir

Aku terpaku di tempatku berdiri. Kulihat si bayangan ular memutar kepala milik si monster ke belakang. Sehingga keluarlah suara retakan tulang yang amat memilukan di telingaku.

BRUK!

Si monster tumbang ke tanah dengan lidah terjulur. Ia tewas di tempat saat itu juga. Sedangkan si bayangan ular kembali berubah menjadi kumpulan aura gelap yang tak beraturan.

"Mustahil..." gumam Nina. Nampaknya dia agak syok.

"Ahahahaha! Ayo serang aku lagi!" tantang Yuusaku puas.

"Keterlaluan kau, Yuusaku! Dasar raja sialan!" umpat Nina nanar. Ia tak terima bahwa monster pelindungnya telah terbunuh oleh seekor bayangan.

"Yah...aku memang sialan." ujar Yuusaku enteng sambil mengibaskan tangannya.

"Kau harus mati!" sahut Nina sambil melesat ke arah Yuusaku. Tangan kanannya bersiap mengayunkan tongkat sihirnya. Pikirannya fokus membaca mantra yang tidak kuketahui.

BUM.

Aku tidak tahu pasti apa yang terjadi di depanku. Semuanya nampak buram dan tertutup oleh debu yang berterbangan di udara. Sesekali aku terbatuk dibuatnya.

Lalu tidak lama setelah itu, pemandangan mulai normal kembali. Sepertinya Nina baru saja merapalkan mantra untuk menambah kekuatan fisiknya. Mirip seperti seorang pahlawan super. Dan ketika ia menyerang Yuusaku tadi, pukulannya yang amat keras membuat debu - debu di sekitar berterbangan. Sungguh luar biasa.

"Ni..Na?" gumamku terkejut begitu aku dapat melihat jelas semuanya.

Kini Nina hanya terbaring di lantai. Sedangkan Yuusaku dengan gelagat sok berkuasanya, seenaknya menaruh kakinya di atas kepala Nina. Ia menyeringai menatap Nina.

"Terimakasih karena kau telah meramalkan kedatangan para penyihir dan juga raja teman lamaku itu, gadis elf." ujar Yuusaku.

"Sial." umpat Nina pelan bahkan hampir tidak terdengar.

"Jika bukan karena ramalanmu, aku tidak akan mungkin bisa menyusun rencana untuk mengagalkan kedatangan mereka." lanjut Yuusaku dengan nada arogan.

BUG!

Yuusaku menendang kepala Nina tanpa adanya rasa belas kasihan. Wajahnya hanya menyeringai penuh kepuasan. Kemudian ia kembali berjalan mendekati Iru. Ia mengambil pedangnya yang sempat ia jatuhkan.

"Alyn." ujar Yuusaku begitu ia tepat berada di samping Iru yang masih terkapar di lantai.

"..." aku terlalu takut untuk menjawab.

"Sebentar lagi dia akan mati dan akan kujadikan kau permaisuriku." lanjut Yuusaku sambil menyeringai ke arahku.

Tidak, aku tidak akan pernah mau.

Samar - samar, aku mendengar suara bising dari luar. Tepatnya sangat bising. Banyak suara jeritan orang - orang yang ketakutan. Langkah kaki mereka nampak berlalu - lalang tak tentu arah. Apa yang terjadi diluar?

"SERANG!!"...

Serang?

"Cih. Mereka memutuskan untuk menyerangku rupanya." ujar Yuusaku agak kesal.

Jangan - jangan diluar, semua orang sedang berperang untuk menyelamatkan Iru...?

Aku menajamkan pendengaranku. Cukup sulit mendengarnya dengan seksama namun beberapa saat kemudian aku dapat medengar jelas suara teriakan menyebut nama 'Untuk Iru Delirium.' Selain itu suara desingan pedangpun samar - samar terdengar. Kini semuanya sedang bertarung.

Aku di sini bisa apa...?

"Akan kuhancurkan harapan orang - orang bodoh itu! Akan kubunuh raja lemah mereka yang sedang mati - matian mereka bela diluar!" sahut Yuusaku mantap. Pedang di tangannya kini teracung ke atas. Bersiap menembus dada bidang Iru.

"Kau akan membayarnya, Yuusaku.." gumam Iru lemas. Tenaganya sudah habis.

"Bersiaplah! Hiaaatttt!!!" sahut Yuusaku.

JLEB!

Darah merah kental perlahan keluar. Semua orang di ruangan ini terdiam. Tak ada yang mampu berkata apapun. Kenapa bisa...?

"Sialan. Kenapa...uhuk!" ujar Yuusaku sambil menahan sakit di bagian kiri perutnya.

PRANG! Pedang yang tadinya ia pegang kuat - kuat kini dengan sendirinya terjatuh ke lantai.

Aku diam terpaku melihat kondisi Yuusaku. Sebuah akar pohon berdiameter sedang sukses menusuk perut Yuusaku dari bawah lantai. Dan, akar itu muncul ketika aku tidak sengaja memukulkan kedua tanganku ke lantai barusan.

"Sihir elemen..." gumam Iru sambil melirik ke arahku.

SET!

Tanpa pikir panjang lagi, aku segera membopong Iru pergi dari ruangan itu. Yuusaku yang tengah dalam kondisi seperti itu tidak mungkin bisa mengejar kami. Tapi...maafkan aku Nina, tadi aku tidak bisa menolongmu. Aku sungguh menyesal.

Aku membopong Iru sambil setengah berlari menuju belakang istana. Aku tahu aku sudah melakukan kesalahan. Saat ini aku baru saja meninggalkan orang - orang yang sedang bertempur di pelataran istana. Aku tidak bermaksud begitu. Aku hanya ingin Iru selamat.

Aku terus melangkah menjauhi istana dan tanpa sadar kakiku telah membawaku ke hutan. Kalau tidak salah aku pernah kesini sebelumnya. Namun hutan ini sangat berbeda dari apa yang kuingat. Sekarang hutan yang hijau berubah menjadi abu suram akibat sihir Yuusaku dan Iblis Savar...Savarka..siapalah itu!

Aku menghentikan langkahku begitu kulihat bayanganku dan Iru yang nampak acak - acakan di depan sebuah cermin. Ternyata cermin yang waaktu itu lagi.

"Alyn, terimakasih." ujar Iru.

"Iru, bertahanlah!" ujarku takut. Perlahan aku menidurkannya di pahaku.

Astaga, luka di tubuhnya banyak sekali. Aku menoleh ke sekitar, siapa tahu di sekitar kami tumbuh tanaman obat yang bisa menyembuhkan luka Iru. Tapi sulit sekali menemukannya. Semua hal kini berwarna abu.

"Iru, aku harus pergi mencari tanaman obat, siapa tahu..." ujarku terputus.

"Tidak, kau tak akan bisa." Iru menyela kata - kataku.

"Kau meremehkan.." ujarku yang lagi - lagi disela Iru.

GREP. Hangat.

Kulihat tangan Iru menggenggam tanganku. Dengan wajah kelelahannya, ia tersenyum.

"Jangan pergi." ucapnya.

"Eh?" gumamku kaget.

"Kumohon tetaplah disini." ucapnya lagi.

"Tapi..." tolakku.

"Kumohon..." ujar Iru sambil mengecangkan genggaman tangannya di tanganku.

"..." aku terdiam melihat wajah Iru yang nampak penuh dengan kepedihan masa lalunya.

"...jangan biarkan aku melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kalinya." lanjut Iru parau.

"I..Iru?" gumamku.

"Jika kau harus mati, maka aku juga harus mati. Aku tidak mau tetap hidup diatas kematian orang yang kusayangi lagi." ujar Iru yang terdengar tambah parau. Sudut - sudut matanya mulai mengeluarkan cairan sebening kristal.

DEG! Aku adalah orang yang Iru sayangi...?

Aku...

Tiba - tiba terdengar suara gaduh dari sepatu besi platina tentara pasukan kerajaan. Sepertinya Yuusaku tahu bahwa kami kabur ke dalam hutan. Jadi ia menyuruh sebagian pasukannya untuk menangkap kami.

"Iru kita harus..." ujarku panik namun Iru menyela kembali.

"Jangan lari, kumohon. Biarkan aku menebus dosaku." pintanya parau.

"Itu mereka!"...

" Cepat kepung!"...

"Menyerahlah kalian!"...

"Ayo bawa ke Yang Mulia Yuusaku!"...

"Elemento Magi : Yuki!"

Eh?

👑

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro