Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

35 - [Mom and Dad]

"IBUU!"

Suara lantang Seth mengiris hati siapa pun yang mendengarnya. Pasukan Putih yang berada di empat sudut mata angin mendengarnya, menatap ke arah kota Bryan City, merasakan kepiluan semakin menyebar, ditambah dengan rintik hujan yang semakin lama semakin deras.

"Mom, who am i?"

"You're a gifted."

Perkataan itu terngiang di kepala Seth sekarang, mengingat masa lalunya yang kembali berputar bagaikan sebuah film pendek.

"Besok, Seth mau seperti Ayah, berjuang untuk melawan monster-monster jahat!" Tangan mungil Seth menggapai wajah ayahnya dan mencium wajah itu. "Seth gak suka ... kumis Ayah seperti duri landak, Ayah ...."

Tawa dari ayah dan ibunya kembali dia dengar.

"Ibu ... dia yang mukul kepalanya sendiri ke tiang. Seth tidak salah apa-apa, Bu ...."

"Iya, Sayang, ibu percaya. Besok ayah Seth akan pulang, katanya akan kembali bawa mainan dari Bryan City."

"Asyik! Seth dapat mainan baru!"

Kembali ia mengenang, semua masa bersama ayah dan ibunya. Sampai akhirnya ayahnya pergi dan tak pernah kembali saat ia berusia 6 tahun.

Kini, keduanya telah pergi. Setelah lama tak berjumpa, keduanya meninggalkan Seth tepat di depannya. Dia merasa tak bisa melindungi, frustasi, dan semakin sakit hati karena perbuatan Garret.

Cuaca mengamuk, petir menyambar. Hujan semakin deras membanjiri bumi, membuat semua cairan hijau dan darah merah semakin membaur di tanah.

Bulan purnama terlihat mulai pudar ditutupi awan, menandakan jikalau cuaca akan berubah semakin gelap dan hujan akan semakin deras. Awan hitam perlahan memenuhi langit, menutupi bintang-bintang yang tadinya masih bisa terlihat. Begitu pula bintang di hati Seth.

Cahaya merah terang memancar dari tubuh Seth, terus menyebar hingga memenuhi negeri empat mata angin yang ia pijaki. Semua orang terhipnotis, mulai merasakan semua kenangan buruk seperti, yang dirasakan Seth.

"Manusia bodoh!"

Setelah terdengar bentakan itu, Seth memejamkan matanya, entah apa yang telah ia lakukan sampai membuat seisi kota pingsan, tak sadarkan diri. Mata Seth terus mengeluarkan bulir bening yang sama sekali tidak ia sadari.

Kini, dia lebih memilih pergi, meninggalkan semua orang yang menyakitinya dan pergi menyusul ayah dan ibunya. Mungkin akan lebih bahagia jika dia di sana. Lebih baik dia mati saja.

-oOo-

"Ibu ... Momon mau makan banyak hari ini. Ibu masak apa?"

Seorang wanita paruh baya mengusap wajah anaknya itu manja. "Kesukaanmu, roti lapis daging dengan keju dan telur goreng."

Mata anak itu berubah cerah. "Asyik, makanan kesukaan!"

"Iya ... tapi setelah makan kamu harus latihan lagi, ya. Ayah sudah menunggu di luar sana. Kamu harus banyak makan dan banyak latihan juga," balas Ibunya sembari menyiapkan makanan di atas meja.

Wajah Simon seketika berubah muram. Dari raut wajahnya terlihat jelas jika dia mulai takut saat mendengar kata latihan. Entah kenapa, tapi yang jelas yang itu membuat selera makannya menghilang.

Dia makan dengan perlahan, menguyah setengah tak mau, dan memasang wajah takut.

Setelah selesai makan, dia masuk kamar, mengganti pakaiannya dengan baju berwarna serba biru dengan ikat pinggang berwarna keemasan.

Sebelum keluar, dia menatap wajah kecilnya di cermin. Menatap pipinya yang chubby dan berisi. Lengannya yang gemuk dan perutnya yang sedikit buncit.

"Simon! Cepat!" Satu teriakan membuat anak itu langsung melompat keluar kamar dan kemudian berlari ke arah lapangan di belakangan rumahnya.

Wajahnya semakin takut, apalagi saat menghadap seorang pria dengan kumis tebal dan mata elangnya yang tajam. Pria tinggi itu terlihat begitu marah.

"Kenapa kau begitu lama, hah?!" bentaknya.

Tangannya meraih mengangkat sebilah rotan, lantas memberikan satu pukulan kuat ke tibuh anak itu.

Plakk!

Anak itu meringis menahan tangis. Dia sudah terbiasa, dan berusaha terus agar tidak menangis setiap pukulan itu menghantamnya. Latihan dari ayahnya benar-benar keras, sampai ia sendiri pun tak bisa membantah atau melawan.

"Lari sepuluh kali keliling lapangan, setelah itu push up 100 kali."

Perintah itu langsung saja ia laksanakan tanpa pikir panjang. Tubuh gemuknya berlari, berusaha agar tidak berhenti dan menyetarakan kecepatan agar tidak kembali terkena pukulan.

Delapan kali putaran sudah membuat tubuhnya berkeringat hebat. Dia merasakan kedua kakinya sangat lelah dan itu membuatnya ambruk di tengah jalan.

Plak! Plak!

Pukulan itu kembali menghantam tubuh kecilnya. Kali ini, dia tak bisa lagi membendung air mata. Rasa sakit berkali-kali ia dapatkan setiap ia gagal dalam latihan. Dan yang memberikan pukulan itu adalah ayahnya sendiri.

Sementara, ibunya duduk di teras rumah, menatap latihan anaknya dengan tenang tanpa pembelaan atau hal lainnya yang membuat anak itu jauh merasa lebih tenang atau aman.

"Kau benar-benar memalukan! Anak teman ayah sudah bisa menguasai setiap jurus chi yang ayah berikan! Dan kau untuk latihan fisik saja sudah ambruk ke tanah!" bentakan itu hanya bisa didengar oleh Simon sekarang. "Kau tahu seberapa malunya aku di teman teman-temanku punya anak yang tak bisa diandalkan sama sekali?"

Dia sudah ambruk, kaki dan tangannya membiru. Air matanya sudah menetes dari tadi, akan tetapi suara tangis tak ada keluar dari mulutnya sama sekali.

"Kau menangis, hah?!" Satu pukulan kembali ia dapatkan.

Tak ada jawaban, selain air mata yang sekarang masih menetes. Ia tak tahu lagi apa yang harus dia lakukan. Sedari kecil, terus saja dipukul dan dipaksa untuk melakukan segala bentuk olahraga dan bela diri.

"Dasar anak tak tahu diuntung!"

Bayangan itu menghantui pikiran Simon. Membuat dia yang sekarang terbaring di tengah medan perang mengeluarkan air mata pilu. Dia sudah merasa pasrah karena memiliki orang tua yang begitu keras.

Semua orang di medan perang tak sadarkan diri. Di pikiran mereka semua, membayangkan masa lalu pilu dan kelam. Mengingat semua kenangan pahit itu berulang-ulang, sampai semua orang yang ada di sana menangis.

"Rasakanlah sakit yang selama ini aku rasakan. Menangislah, jika itu yang membuatmu lebih tenang dan menikmati semua siksaan."

-oOo-

To be continued
Believe or not, sebentar lagi akan tamat.
Selamat membaca, jangan menangis, aku melarangnya.

Karena aku tak akan membiarkanmu menangis. :)

Kalau aku memiliki kemampuan seperti Seth. Aku akan membuat semua manusia bahagia dengan ilusiku. :)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro