Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

4. Mimpi Icha

Bagi sebagian orang, mimpi mungkin hanya sesuatu yang berlebihan. Dan sebagian besarnya yakin, jika mimpi itu layaknya tempat tujuan di saat kita melakukan perjalanan. Begitupun dengan Icha. Mimpi-mimpi itu adalah bagian dari hidupnya. Sesuatu yang membuatnya terus semangat belajar meski nilai pas-pasan, yang membuatnya terus tersenyum meski menyimpan luka. Icha yakin misalkan satu mimpinya gugur, ia masih bisa mewujudkan mimpinya yang lain.

Pagi ini Tuan Putri masih bergelung di dalam selimutnya. Memimpikan seorang pangeran tampan yang akan menciumnya. Tetapi... tiba-tiba kaki Icha ada yang menarik. Icha menggeliat. Kemudian hidungnya dipencet dengan keras.

"Aduh... hidung gue!" teriak Icha kesal. Mata Icha mengerjap cepat. Kok, pangerannya jadi pendek gini ya?

"Kak, komik aku ditaruh di mana?"

Seketika bayangan Icha tentang pangeran buyar. Icha mengerjapkan matanya lagi. Mengacak-acak rambutnya asal. "Ah kamu, Rel. Aku kira pangeran.Ck," gumam Icha.

Icha turun dari tempat tidurnya sambil menguap lebar-lebar. Ia berjalan menuju tas sekolahnya yang ia letakkan di dekat meja belajar. Ia mengeluarkan 2 buah komik yang ia pinjam dari adik laki-lakinya itu.

"Nih, udah aku baca. Pinjem buku lanjutannya dong."

"Lagi dipinjem temen," sahut Farel sambil mengambil komik miliknya dari Icha.

"Oh.... Kalau udah balik, aku pinjem ya. Eh, Farel. Di luar ada siapa? Berisik banget pagi-pagi," tanya Icha dengan malas kembali berbaring di tempat tidurnya.

"Ada Oma sama Marita. Baru datang tadi sebelum aku masuk ke kamar Kak Icha. Cepetan mandi gih, kakak bau. Sumpah. Kayak bau got."

Sialan! Ini punya adik jujur banget sih.

Farel keluar dari kamar Icha setelah mendapatkan benda yang diinginkan. Tetapi keadaan laci Icha sungguh tidak enak dipandang apalagi dimakan. Acak-acakan kayak bangunan kena bom nuklir.

"Fareeel...," geram Icha. Terpaksa cewek itu harus menata ulang isi lacinya sebelum ia mandi.

--**--

Icha memandangi lehernya yang berhias kalung tanpa liontin itu. Kenapa ia begitu ceroboh? Kenapa kalung itu bisa jatuh? Namanya juga musibah, kalau kita tahu sebelum terjadi ya itu namanya mendahului takdir. Terus kalau ketemu cowok tengil bin rese bernama Ardo itu juga takdir?

Amit-amit. Ogah banget gue.

Icha menggeleng beberapa kali sambil menepuk-nepuk pipinya. Ia harus fokus dan fokus. Icha mengeluarkan satu jilid kertas dari dalam salah satu lacinya. Sebuah naskah cerita. Selama ini Icha diam-diam menggeluti hobinya yang selalu dianggap sepele oleh keluarganya. Terutama oleh Oma Ambar. Bukankah Oma Ambar selama ini tidak pernah menyukai apa pun mimpi Icha?

Oma Ambar akan selalu bilang, "Icha harus menjadi dokter seperti Oma." Padahal Icha tidak pernah sedikit pun tertarik dengan pekerjaan dokter. Meskipun ia selalu suka menonton salah satu acara di televisi yang host-nya itu dokter ganteng. Kalau ini beda urusan kali ya?

Sekelebat kenangan tentang kalung dan mimpinya, membuat mata Icha mendadak berair.

"Kok gue nangis sih?" Icha mengusap air matanya dengan cepat. Setelah memastikan dirinya baik-baik saja Icha memutuskan keluar kamar untuk menyapa nenek dan sepupunya.

--**--

"Minggu kemarin Marita baru saja ikut lomba olimpiade Matematika. Syukur dia bisa menang meski juara 2," kata Oma Ambar pada Ratih—mama Icha.

Icha hanya bisa memutar bola matanya. Jujur ia bosan dengan pembicaraan seperti ini. Pasti topik ke depannya hanya akan diisi oleh omongan Oma Ambar dan segala hal tentang Marita—sepupu Icha.

"Wah kamu hebat ya, Mar?" ucap Ratih dengan senyum mengembang. Lagi-lagi Icha merasa bosan. Rasanya ia ingin melakukan teleportasi ke negeri asing yang dipenuhi dengan kue-kue lezat. Mungkin Icha bisa pergi ke pabrik cokelat milik Willy Wonka di film Charlie and The Chocolate Factory?

"Kalau Icha gimana sekolahnya?" Pertanyaan dari Oma Ambar membuat khayalan aneh Icha lenyap.

"Ya? Sekolahku? Baik-baik saja Oma. Berjalan dengan mulus seperti jalan tol," jawab Icha seperti biasanya. Ia malas untuk mengarang kata-kata lain. Setiap kali ditanya oleh Oma Ambar Icha akan mengucapkan kata-kata yang sama.

Oma Ambar mengangguk-angguk dengan senyum canggung. Icha berfirasat jika masih banyak pertanyaan yang akan dilontarkan oleh Oma Ambar. Namun sebelum Oma Ambar bertanya lagi, Farez muncul dengan pakaian rapi siap untuk pergi, dan Icha dengan cepat memanfaatkan kesempatan itu.

"Oh udah siap Bang? Kita berangkat sekarang kan? Oma, Mama, dan Marita. Aku pergi dulu ya. Udah janjian sama Bang Farez. Dadah semuanya... Assalamualaikum."

Icha menyeret lengan Farez sebelum cowok itu mengeluarkan kata-kata protes. Maafin Icha, Bang.

Ketika sampai di teras depan, Icha mengadang kakaknya. "Stop! Aku tahu Bang Farez mau nanya kenapa aku bohong tadi. Iya kan?"

"Siapa yang mau nanya? Abang tahu pasti kamu bosan kan dengerin omongan mereka? Sama, Cha. Aku juga bosan setengah hidup. Males gabung di sana. Tadi rencananya aku mau nyomot satu roti. Rencanaku gagal kan gara-gara kamu." Farel berjalan menuju garasi mengambil mobil hitam kesayangannya.

Icha tertawa keras sambil mengekor di belakang kakaknya. "Bang Farez terbaik, deh. Ngertiin aku. Ulu... ulu... makin cinta deh." Sedangkan Farez bergidik ngeri mendengar kata-kata Icha.

Begitu mereka masuk ke dalam mobil dan memasang sabuk pengaman, tiba-tiba Farez mengejutkan Icha. "Bentar deh, Cha."

"Apaan sih Bang? Aku kaget. Biasa aja kali nggak usah kayak tante-tante kehilangan lipstik," semprot Icha dengan wajah kesal.

"Aku heran, deh. Cuma Farel doang, lho, diantara kita bertiga yang tahan sama omongannya Oma. Sumpah beneran. Tuh bocah pakai jurus apaan ya?" Farez memegang dagunya dengan gaya sok sedang berpikir keras.

"Bang, aku duga, tuh anak pakai jutsu tuli sesaat. Jadi ada pengaturannya gitu. Berapa lamakah dia akan menjadi orang yang tuli? Wuih... keren kan?" ucap Icha dengan semangat perjuangan '45.

Dua kakak beradik itu tertawa keras seperti orang gila baru keluar dari rumah sakit jiwa. Icha dan Farez itu memang gila dan cerewet dari lahir. Berbeda dengan Farel si anak bungsu yang cenderung diam dan cuek dengan sekitarnya. Tetapi bagaimana pun juga terkadang Farel bisa melawak juga. Contohnya, anak itu pernah memasukkan kunci motor ke dalam bagasi. Terus bagaimana caranya mengambil kunci yang sudah masuk ke dalam bagasi motor itu sendiri? Icha tertawa sampai nangis-nangis saat melihat wajah panik Farel yang kebingungan. Ini bodoh atau Farel mau ngelawak?

--**--

Khayalan Icha menjadi nyata. Ketika ia baru sampai di toko roti milik ayahnya, aroma kue-kue yang membuat air liur menetes seketika tercium. Icha benar-benar berada di negeri penuh dengan kue. Cupcake, muffin, red velvet dan fruity pie baru saja matang dan diangkat dari oven.

Icha saat ini sedang duduk di dalam dapur sambil menikmati fruity pie kesukaannya. Seorang pria yang memakai celemek cokelat dengan tulisan Dan's Bakery itu menghampiri Icha.

"Oma lagi ada di rumah, kan? Papa tahu kamu pasti kabur," ucap Dani pada putrinya itu.

Icha mengangguk keras. "Icha bosan dengerin ceramahan Oma. Topiknya itu-itu mulu. Apalagi kalau datangnya sama Marita. Ih, nyebelin banget. Emangnya, cucu Oma cuma si Marita doang. Icha dibanding-bandingin mulu. Iya, sih, Icha nggak sepintar Marita. Tapi tetep aja nyebelin."

Dani tertawa pelan mendengar ocehan Icha yang tidak ada jeda sama sekali. "Ya udah, kamu di sini saja nemenin Papa. Bantu-bantu kalau ada orang beli ya. Papa tinggal dulu," Dani mengusap sayang kepala anaknya sebelum beranjak kembali ke dapur.

Icha berinisiatif untuk menyambut pembeli yang baru saja masuk. Tetapi sialnya, justru pembeli yang baru saja masuk itu adalah orang yang tidak ingin Icha temui saat ini. Orang yang ingin Icha lempar granat tempo hari. Dari sekian banyaknya toko roti di kota ini, kenapa harus toko roti milik ayahnya Icha yang dipilih makhluk satu itu?

"Lho, ada Icha? Kayaknya kita memang selalu ditakdirkan untuk bertemu setiap saat ya."

Cowok itu tersenyum manis tetapi wajah Icha sudah masam seperti mangga muda.

"Ohh... serigala bersuara kucing, ngapain lo ke sini?"

"Mau berburu mangsa," ucap Ardo sambil mengedipkan sebelah matanya pada Icha.


---

Ciehh... Ardo yang mau berburu mangsa. Mangsanya itu Icha kan, Do? 

Banyak yang bertanya-tanya Kalung apa sih itu sebenarnya? Kalung dari siapa sih sampai Icha segitunya?

Hei.. hei... perjalanan masih panjang kawan... Masih ada banyak yang harus kalian tebak sepanjang cerita ini sampai akhir nantinya. Jadi, harap bersabar

Kali ini ada yang tahu apa mimpi-mimpi Icha? Yang dulu sama sekarang? Hayoh.. apa?

Seperti biasa, aku mengucapkan banyak terima kasih buat yang sudah bersedia vote dan coment di cerita ini, semoga kalian nanti menjadi salah satu atau salah dua atau salah semuanya yang mendapatkan hadiah keren dari Bentang Belia. (tepuk tangan)

Udah ya? Gitu aja. See ya...

Xoxo,

April Cahaya

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro