#8
Entah mengapa pagi ini Zee ingin menyiram bunga-bunga yang ada di depan halaman rumah papanya, sambil bersenandung kecil ia menyiram beberapa tanaman dan bunga-bunga, Zee menggunakan t-shirt warna beige dan celana pendek warna khaki selutut, dan rambutnya yang panjang ia ikat ke atas. Saat sedang asyik menyiram bunga, ia merasa ada yang memandanginya dari rumah sebelah kiri. Ia menoleh dan kaget saat wajah dingin Andre memandangnya dari balik jendela, sejenak mata mereka bertatapan dan Zee cepat-cepat menunduk, bergegas menyiram dan tergesa masuk ke dalam rumah dan tak sengaja menabrak papanya yang hendak berangkat menuju cafe yang tidak jauh dari rumahnya.
"Eh ada apa Zee, kayak lihat hantu saja, di sini aman loh," Papa Zee tertawa karena melihat wajah anaknya yang ketakutan. Zee masih memegangi dadanya, ia tidak menjawab malah menarik tangan ayahnya mendekati jendela. Dan papanya melihat Andre di sana. Papa Zee tersenyum dengan tatapan tak jelas.
"Hayooo suka sama Andre yaaaa?" tanya papa menggoda. Zee terbelalak.
"IIIhhhh papa ngaco, nggak lah, Zee itu nggak pernah jatuh cinta, bener pa, dan nggak akan jatuh cinta, nambah beban hidup aja, sejak Zee tau gimana rasanya kesepian, diabaikan, Zee jadi bertekad nggak akan jatuh cinta dan nggak akan nikah, buat apa berdua, kalo sendiri sudah merasa nyaman, kayak papa tuh, Zee nggak mau ada Zee Zee yang lain, yang hidupnya merana tanpa kasih sayang,"ujar Zee dengan nada sedih. Papa Zee merangkul, mendekap Zee ke dadanya dengan perasaan menyesal.
"Maafkan papa yang terlambat menemukanmu, maafkan keadaan yang telah papa ciptakan buat kamu, jangan sayang, jangan bilang seperti itu, mencintai dan dicintai adalah hal yang indah, hanya papa dan mama kamu yang jalannya salah sejak awal," suara papa Zee terdengar serak. Zee melepaskan pelukan papanya dan mendongak memandang papanya sambil tersenyum.
"Zee nggak nyalahkan papa, sudah nasib Zee kayak gini, tapi Zee bersyukur masih bisa ketemu papa dan merasakan juga seperti yang anak-anak lain rasakan, disayang, dipeluk oleh orang tuanya, tadi itu Zee takut sama Andre papa, sejak awal kenalan kok wajahnya dingin, nggak senyum, Zee kan ngeri, pas nyiram bunga tadi, dia ngeliatin Zee dari jendela ya tetep gitu wajahnya, nggak senyum, matanya nakutin," kata Zee sambil bergidik.
"Ah Zee, Andre itu anak baik kok, dia sudah kuliah semester 4, jurusan arsitek seperti papa, tapi ya gitu, papa malah mengembangkan usaha cafe sama restoran, sedang Andre malah bantu-bantu mamanya ngurus masalah keuangan di sekolah mode milik mamanya, dia memang pendiam, apalagi sejak adik perempuannya meninggal 4 tahun lalu karena leukimia, dia semakin pendiam, karena Andre dan adiknya, Andrea, sangat dekat, hmmmm masih takut sama Andre?" tanya papa Zee dan Zee mengangguk. Papa jadi tertawa melihat ekspresi wajah Zee yang lucu.
"Ok papa tinggal dulu ya Zee, cafe papa hanya tiga blok dari sini, sebentar kok, papa cuma ngecek saja, baik-baik di rumah ya sayang," kata papa Zee sambil melangkah ke luar rumah. Zee segera menutup pintu dan menguncinya.
Saat Zee sedang membenahi kamarnya, menata kamarnya yang berwarna baby pink agar terlihat rapi tiba-tiba ia dikejutkan oleh bunyi lonceng di depan rumahnya, segera ia bergegas membuka pintu. Uffttt tampaklah wajah dingin Andre dengan boks sedang ditangannya.
"Dari mama, kue wafel untuk kamu," ujar Andre dengan suara berat dan matanya yang tetap menakutkan. Zee menerima sambil menganggukkan kepalanya, ia menunduk dan mengambil boks berwarna putih. Andre tetap di depan pintu, Zee jadi bingung.
"Sedemikian menakutkankah wajahku sampai kamu selalu melihatku dengan wajah ketakutan?" tanya Andre dengan suara datar dan bahasa Indonesia dengan logat aneh. Zee menggeleng tapi matanya takut-takut memandang Andre.
"Kamu bisa bicara kan?"tanya Andre lagi.
"Bisa," jawab Zee pelan. Dan Andre berlalu dari hadapan Zee, seketika Zee berteriak ia lupa berterima kasih.
"Terima kasih...kak..," teriak Zee, Andre menoleh dan mengernyitkan alisnya. Zee tersenyum dengan aneh dan takut-takut. Andre melangkahkan kakinya yang panjang menuju rumahnya. Ah orang aneh pikir Zee, iihhh takut.
***
Sore menjelang malam papa baru datang dengan wajah lelah, Zee segera mengambil bawaan papa, ia intip dan berteriak girang, papanya membawa croissant kesukaannya.
"Maaf papa lama sayang, cafe sedang rame, koki 1 tidak masuk jadi ppa turun gunung," ujar papa menjelaskan dan merebahkan badannya di sofa. Zee tertawa mendengar papa bilang turun gunung.
"Kok banyak pa, croissantnya tahu aja Zee suka," ujar Zee dengan mulut penuh.
"Eh iya sisihkan 5 untuk tante Berta sayang, nanti antarkan yah," ujar papa sambil memejamkan matanya.
"Pa ini ada wafel dari tante Berta, tadi itu, kak Andre nganter ke sini," uajr Zee lagi, papa Zee tertawa pelan.
"Panggil Andre saja sayang, tidak usah kak, terasa asing panggilan itu di negara ini, meski yang bersangkutan bisa berbahasa Indonesia," papa menjelaskan sambil tertawa, matanya tetap tertutup. Zee mengangguk dan tersenyum geli.
"Oooh makanya tadi Andre kayak gimanaaa gitu waktu Zee bilang makasih kak,"kata Zee sambil mengangguk-angguk.
"Sudah makannya Zee, sana antar ke tante Berta croissantnya," ujar papa. Zee segera ganti baju. Dan melangkahkan kakinya ke rumah tante Berta.
Zee membunyikan lonceng kecil di depan rumah tante Berta. Muncullah wajah dingin itu.
"Tante Berta ada?" tanya Zee. Andre mengangguk dan berlalu. Sesaat kemudian tante Berta muncul.
"Hai sayaaang, hei kok repot-repot, hmmm ini pasti croissant buatan papamu yang sangat tante suka, harumnya, bikin tante pengen segera makan, eh sudah di coba wafel tante sayang?" tanya tante Berta. Zee hanya mengangguk sambil tersenyum. Tante menarik Zee masuk dan membawanya ke ruang makan, di saat yang bersamaan Andre menyajikan spageti ke piring.
"Andre, siapkan juga untuk Zee," ujar tante Berta. Zee kaget.
"Ah nggak tante, Zee..., "ujar Zee tercekat.
"Ayolah sayaaang kamu belum mencoba spageti Andre, dia koki hebat untuk spageti, lasagna dan beberapa makanan Itali, entahlah meski darah Indonesia dan Perancis yang mengalir di tubuhnya, kok malah makanan Itali yang dia suka," ujar tante Berta dengan tawa yang riuh.
Akhirnya Zee duduk di dekat tante Berta, kok ya pas berhadapan dengan Andre, ah Zee mendesah pelan, ia jadi kikuk duduk berhadapan dengan Andre, ia ngeri pada matanya. Zee makan spagetinya dalam diam. Disaat yang bersamaan tante Berta menerima panggilan telepon dari seseorang. Zee jadi semakin bingung karena mereka hanya berdua.
"Makanlah dengan tenang, aku tidak akan memakanmu, kamu betul-betul takut padaku, apa yang kamu takutkan?" suara Andre yang berat semakin membuat nyali Zee ciut. Zee mengangkat pandangannya dari piring ke wajah Andre. Ia mengerjabkan matanya karena tatapan mata Andre yang tajam.
"Mmm mata..matamu menakutkan," kata Zee terbata-bata dan ia menunduk lagi berusaha menghabiskan spagetinya. Zee segera berdiri begitu spagetinya habis.
"Aku pulang, terima kasih," ujar Zee tapi tangan Zee ditahan oleh Andre.
"Duduklah Zee, tunggu mama," kata Andre. Darah Zee terkesiap, segera ia tarik tangannya dari tangan Andre, wajahnya memerah. Andre hampir tersenyum melihat semburat merah di pipi Zee.
"Kaauuu..aku hanya memegang tanganmu, mengapa kau, apa tidak pernah tanganmu dipegang laki-laki?" tanya Andre dengan wajah lucu. Tumben pikir Zee dan Zee menjawab
"Hanya papaku dan ka Refan, kakakku yang pernah memegang tanganku, kkaauuu..jangan mengulangnya lagi," suara Zee terbata-bata. Dan Zee pulang tanpa pamit pada Andre. Setengah berlari ia pulang ke rumahnya.
***
Tante Berta terbelalak melihat Zee lari, disaat bersamaan ia selesai menelpon.
"Dreee kau apakan Zee, mengapa ia ketakutan?" tanya tante Berta. Andre tersenyum samar.
"Dreee jawab pertanyaan mama, jangan kau goda anak itu, dia ke sini untuk disembuhkan luka batinnya, mengerti,"ujar tante Berta. Andre kaget, dan tante Berta menceritakan semua kisah hidup Zee, sampai akhirnya dia berasa di Lourmarin. Andre menghela napas berat.
"Aku tertarik pada matanya yang lucu ma, persis kelinci yang ketakutan tiap melihatku," ujar Andre mempermainkan garpu di piringnya.
"Ingat, jangan kau goda atau kau takut-takuti, tawarkan perteman pada Zee, ajak dia jalan-ajalan, ah iya, Zee akan ikut kelas desain baju di tempat mama Ndre, sekali lagi ingat, jangan ganggu Zee ngerti," suara tante Berta terdengar mengancam. Dan Andre hanya tersenyum samar.
***
"Papa, Zee ngga mau ke rumah tante Berta lagi," ujar Zee dengan suara keras dan menahan tangis. Papa Zee sampai terperanjat dari tidurnya di sofa, ia mengusap matanya dan berusaha tersenyum.
"Apa lagi sayaaang, kenapa mau nangis, sudah besar kok nangis," goda papa Zee.
"Itu si Andre, pegang tangan Zee, sudah tau Zee mau pulang, pake nahan Zee, mana pegang tangan lagi, dulu ka Farel meski suka sama Zee ngga pernah pegang-pegang tangan, kalo maksa paling cuma narik lengan Zee," ujar Zee menahan marah dan tangis. Papa Zee tertawa terbahak-bahak dan bangun memeluk kepala anaknya.
"Ya Tuhan Zeeeeee, apa ada yang hilang kalo Andre megang tangan kamu, lah papa ya megang tangan kamu, itu siapa dah si Refan kakak kamu ia juga, lah trus apa bedanya?" tanya papa masih tertawa. Zee semakin mangken sama papa.
"Ya beda , papa kan papanya Zee, ka Refan kaka Zee, Andre kan orang lain hanya dia nggak boleh megang-megang tangan cewek yang bukan apa-apa dia, ih mangkel deh," kata Zee masih dengan nada marah.
"Ok ok sayang, kamu gadis baik-baik, masih membawa adat ketimuran, tidak sembaranag mau dipegang orang yang menurut kamu asing, papa ngerti deh," ujar papa sambil mencium rambut Zee.
"Nah iya papa, kan kayak cewek gimana gitu kalo mau dipegang-pengan, bukan apa-apa Zee juga," kata Zee memberengut.
"Oh kalomisalnya Andre pacar Zee boleh dong megang tangan Zee?" tanya papa menggoda.
"Aaaaa papa, nggak, Zee nggak mau pacaran, titik," teriak Zee dan berlari ke kamarnya. Papa Zee menahan tawa agar nakanya tidak semakin mara.
Ah Zee, seusia kamu belum pernah jatuh cinta, maafkan papa sayang, karena ketakutanmu pada keadaan yang membuatmu seperti itu, pikir papa Zee sambil menggelengkan kepalanya.
***
Sejak pagi papa Zee sibuk di dapur dibantu seorang koki dari cafenya, apa yang papa siapkan, sibuk banget, pikir Zee. Siang papa menata semuanya di kebuk belakang, di tata pada meja memangjang, kursi-kursi di tata melingkar. Setelah selesai semua papa segera meminta Zee mandi dan bersiap menerima tamu, papa memberikan baju yang manis pada Zee, terusan lucu berwarna baby pink. Zee menurut saja.
Sore, para tamu mulai berdatangan, tak terkecuali si mata burung hantu, Andre.
Saat acara akan dimulai tiba-tiba papa mendorong kue tart besar dan ada tulisan happy birthday Zee. Ah Zee baru sadar bahwa hari ini ia berulang tahun. Mata Zee berkaca-kaca saat para tetangga bertepuk tangan dan menciumi Zee satu persatu. Justru papa mencium Zee terakhir dan memeluknya dengan erat dengan mata berkaca-kaca.
"Happy 17th birthday, honey," ujar papa dengan suara serak. Zee menenggelamkan kepalan pada tubuh papanya yang besar dan bidang. Dan yang paling akhir justru yang paling Zee takuti, menucapkan selamat saat, semua tamu mulai sibuk dengan kudapan.
Saat Andre mendekat, Zee agak takut. "Happy birthday may cute rabbit," ujar Andre dengan wajah dibuat se wajar mungkin, tapi Zee tetap takut, karena wajahnya tetap datar.
"Aku bukan kelincimu," ujar Zee pelan dan menerima kotak kecil dari Andre, entah apa isinya Zee memasukkan dalam sakunya.
Semuanya menikmati hidangan lezat yang dimasak sendiri oleh papa Zee. Saat Zee makan di pojok taman, Andre mendekat dan duduk di samping Zee, ia juga makan, dan asyik dengan piringnya. Zee beringsut ke samping, Andre menoleh.
"Aku tidak akan menerkammu cute rabbit," ujar Andre dengan mulut penuh.
"Berhenti memanggil aku dengan panggilan itu, ngapain kamu ke sini?" tanya Zee. Andre tersenyum tipis ia meneguk minumannya dan meletakkan piring kotor di meja.
"Boleh kan aku jadi temanmu, aku tidak akan memangsamu, menerkammu, apalagi membunuhmu, tidak bisakah kau bersikap wajar?" tanya Andre tanpa melihat Zee.
"Matamu yang menawarkan permusuhan, makanya aku takut," ucap Zee. Andre mendesah pelan.
"Tuhan memberiku mata seperti ini, aku tidak bisa berbuat banyak," jawab Andre. Ia menoleh, menunduk dan melihat Zee dari samping.
"Sebenarnya kamu cantik, tapi terlalu kurus, mumpung aku libur, kita jogging ya, agar badanmu lebih berisi hmmm," ajak Andre yang langsung dijawab dengan gelengan oleh Zee.
"Aku memang kurang suka makan waktu di Indonesia, males karena aku lebih sering makan sendiri, tapi sejak tinggal dengan papa, aku jadi doyan makan, masakan papa enak, sebulan di sini aku pasti gemuk," jawab Zee meletakkan piring kotornya dan segera menghabiskan jus jeruknya. Zee kaget saat tiba-tiba Adre memegang bahunya.
"Cute rabbit, ada sisa makanan di sudut bibirmu, bersihkan atau aku yang akan mengusap dengan jariku," ucap Andre serius. Zee terbelalak. Ia usap sembarangan bibirnya dengan tangannya. Andre menahan tawa.
"Pakailah tisu, tuh di meja, perempuan harus cantik dan jangan sembarangan," bisik Andre lagi. Zee memberengut.
"Hei asal kau tahu, kamu ngga bisa sembarang nyentuh aku, meski kamu bermaksud baik, aku bukan apa-apamu, jadi jangan sembarangan," mata Zee membelalak lebar sempurna. Membuat Andre tidak bisa menahan tawanya. Semua tamu yang hadir sampai menoleh pada mereka berdua dan Zee menahan malu dengan wajah memerah, ia injak kaki Andre. Andre semakin tertawa melihat wajah Zee yang merona.
"Andreeeee," tiba-tiba suara tante Berta terdengar dan Andre menghentikan tawanya. Namun senyumnya masih tersisa dibibirnya.
Andre hanya geleng-geleng kepala melihat kepolosan Zee.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro