Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

#7

Refan merasa heran saja sudah jam 06.00 kok belum sarapan, biasanya jam segitu sudah lengkap dengan seragam, tas dan segala macam benda-benda mungil untuk corat-coret.

"Bi Munah, tumben Zee belum ke luar kamar, biasanya kan sudah sarapan?'tanya Refan. Bi Munah kaget juga.

"Eh iya ya den, bentar tak bangunkan, nanti terlambat ke sekolah," ujar bi Munah sambil tergopoh-gopoh naik ke lantai dua. Tak lama bi Munah beteriak dari lantai dua.

"Den Refaaaan, non Zee kok nggak ada di kamarnya, di kamar mandi juga nggak ada,  masak nggak pamit sama den Refan kalo non Zee mau ke mana?" tanya bi Munah dengan cemas. Refan terlihat bingung, ia segera menelpon Zee, tapi tidak ada jawaban. Refan terlihat bingung, apa yang akan ia katakan pada tante Puspa, mama Zee.

"Aduh bi, gimana ya, tumben Zee nggak pamit, dia bukan anak yang terbiasa ke mana-mana tidak pamit," raut wajah Refan semakin bingung. Ia menelpon mama Zee, terdengar kepanikan dari suaranya. Refan segera ke kamar Zee, ia melihat barang-barang di kamar Zee utuh, bajunya pun terlihat tetap seperti itu, apalagi setelah bi Munah juga memastikan bahwa baju-baju Zee keadannya sama seperti biasanya. Bahkan benda-benda yang ada di meja riasnya pun tidak banyak berkurang.

Setengah jam kemudian mama Zee sampai. Ia terlihat seperti orang kebingungan, dan berteriak histeris.

"Pasti laki-laki keparat itu yang membawa anakku," teriak mama Zee sambil menahan tangis dan napas yang memburu. Refan dan bi Munah bingung bagaimana mau menenangkan mama Zee.

" Tapi tante kalo memang om Hartono yang membawa jam berapa Zee ke luar rumah, setiap Zee bangun saya selalu mendenngar, karena beberapa hari ini saya lembur menyelesaikan skripsi yang saya revisi lagi, memang sempat tertidur tapi pasti saya bangun jika ada langkah Zee atau bi Munah, dan Zee tidak biasanya seperti ini apapun ia selalu bercerita pada saya," panjang lebar Refan berusaha menjelaskan.

"Betul kata den Refan, non Puspa, non Zee tidak biasanya seperti ini, dia selalu pamit tiap mau ke manapun, ya ke saya, ya den Refan, di kamarnya sudah saya periksa, utuh baju dan barang-barangnya, apa dia cuman jalan-jalan ato gimana, tapi dari tadi den Refan nelpon kok nggak diangkat sama non Zee," kata bi Munah dengan wajah kawatir.

"Refan ikut tante, tante sudah tidak mau main-main lagi, tante akan membuat laporan kehilangan, bahwa Zee meninggalkan rumah, ayo Refan ikut ke kantor polisi, aku menyesal tidak memasang cctv di rumah ini, seandainya tidak aku tunda-tunda, pasti aku tahu dengan siapa Zee pergi, atau jangan-jangan diantara kalian ada yang bersekongkol dengan Zee," kata mama Zee dengan tatapan menuduh.

"Tidak nooon, saya tidak tahu," kata bi Munah menggeleng cepat.

"Nggak mungkin lah tante saya sama bi Munah akan membiarkan Zee pergi dari rumah ini, bi Munah sudah menganggap Zee seperti cucunya, saya meskipun bukan kakak kandung tapi sangat menyayangi Zee, tidak ingin dia terluka dan meninggalkan saya dengan cara seperti ini," suara Refan terdengar lirih dan terlihat sangat sedih.

"Ayo Refan jangan buang waktu, ikut tante melapor ke polisi, meski tante tahu pasti akan disuruh menunggu 1x24 jam dulu, tapi biarlah kita mengantisipasi, biar cepat ketemu dan ditangkap siapa yang membawa Zee," kata mama Zee dengan suara menahan marah. Segera mereka berangkat setelah Refan ganti baju. Bi Munah menatap keperian mama Zee dan Refan dengan hati tak karuan, biarlah ia berbohong untuk kebahagiaan non Zee, anak yang ia asuh sejak kecil, yang ia gendong jika sakit, yang ia suapi, mandikan, ia diamkan jika menangis. Ia merasa bahwa ini keputusan tentang masa depan Zee, sehingga ia menuruti keinginan Zee saat jam 02.00 dini hari pamit, ia bukakan pagar dan ia titipkan pada papa Zee, yang saat itu juga bi Munah baru tahu wajahnya, bi Munah merasa yakin bahwa laki-laki bermata teduh itu akan memberikan kebahagiaan pada Zee layaknya anak-anak lain yang membutuhkan kasih sayang. Bi Munah menghela napas, memegang dadanya dan luruh air matanya, ada bagian dari hatinya yang terasa hilang dan kosong.

***

Di dalam pesawat Zee tertidur di bahu papanya, dielusnya kepala Zee oleh papanya, ia akan meninggalkan Indonesia menuju Amerika tempat tinggal orang tua papanya dan selanjutnya menuju ke Paris, tepatnya di Lourmarin tempat usaha papanya yang setahun belakangan di tinggal karena ingin dekat dengan Zee.

Orang tua papa Zee asli Indonesia, hanya mempunyai perusahaan di beberapa negara yang membuka cabang di Indonesia, saudara-saudara papa Zee pun tersebar di Australia, Kanada dan Amerika.

Setelah menempuh perjalanan 18 jam sampailah Zee dan papanya di Amerika, setelah sebelumnya sempat transit di Jepang. Untuk pertama kalinya Zee menginjakkan kakinya di bandara Internasional John F. Kennedy, di jamaica, Queens, kota New York. Di dekapnya Zee oleh papanya, lengan papanya merengkuh badan Zee dari samping, kebahagiaan yang tidak pernah Zee rasakan selama ini, selalu badan bi Munah yang menghangatkannya sejak kecil, ia memandang wajah papanya dengan bahagia, ada kelegaan di wajah Zee, ia akan menjadi orang sukses dan bahagia bersama papanya.

Akhirnya sampailah mereka di Rumah orang tua papa Zee di kawasan Meadow Lane, New York, Zee sempat kaget melihat mewah dan besarnya tempat tinggal orang tua papa Zee, ada perasaan takut ditolak.

Zee diajak masuk oleh papanya, ia disambut dengan hangat oleh kakek dan neneknya, Zee dipeluk dan cium lama oleh neneknya.

"Rumahmu di sini sayangku, kami menunggumu begitu lama," ujar neneknya sambil menahan tangis. Zee semakin menenggelamkan wajahnya pada badan neneknya yang tinggi besar.  Kakek Zee mendekat dan mengelus kepala cucunya.

"Ah sudahlah kita harusnya bergembira sayangku, jangan menambah bebannya dengan kata-kata sedih," ujar kakek Zee. Zee akhirnya diajak duduk oleh neneknya.

"Har, biarlah anakmu di sini dengan mama papa, kami hanya berdua di mansion yang besar ini, jika anakmu tinggal di sini, kami ada yang menemani," pinta nenek pada papa Zee.

"Tidak ma, Zee akan aku bawa ke Lourmarin, di sana lebih tenang, di lingkunganku banyak orang Indonesia paling tidak Zee akan cepat beradaptasi jika ada di lingkungan seperti itu, kalo di sini waaah malah artis hollywood yang banyak ma," papa Zee tersenyum samar.

"Ah terserah kaulah Har, kami sebenarnya ingin Zee di sini, Lourmarin terlalu sepi untuk remaja seperti Zee, pedesaan, pegunungan yang ada di sana Har, kami ingin dekat dengan cucu yang selama ini hanya tahu dari cerita kamu," sahut kakek.

"Ya benar, tapi justru dengan lingkungan seperti itu Zee akan bisa beradaptasi, ia tidak terbiasa dengan suasana ramai, selama ini dia terbiasa menyendiri. Aku berjanji, aku dan Zee akan sering mengunjungi mama dan papa di sini," ujar papa Zee.

***

Sementara di belahan tempat yang lain, Refan hanya bisa menerawang, berjalan dengan pikirannya, sudah seminggu ini ia biarkan skripsinya terbengkalai, ia mencari Zee, menyusuri tempat yang biasa mereka datangi barangkali Zee ada di sana, lima cafe om Hartono ia datangi tapi semuanya nihil. Malah yang ada orang lain, yang mengaku pemilik baru cafe tersebut.

Kemana kamu Zee, mengapa baru kali ini kamu meninggalkan aku tanpa pesan apapun, biasanya ke manapun, di manapun kamu selalu memberi kabar, pikiran Refan berjalan sendiri.

Zee benar-benar hilang seperti ditelan bumi. Hanya bi Munah yang terlihat tenang, karena ia tahu Zee berada di tempat terbaik dan  ada diantara orang-orang yang menyayanginya.

***

Setelah seminggu Zee terkagum-kagum dengan masion kakek dan neneknya, selajutnya Zee melanjutkan perjalanan ke Perancis, tepatnya ke Lourmarin.

Saat pertama kali Zee menapakkan kakinya di Lourmarin, ia seperti melihat lukisan. Ah pedesaan yang indah di bawah pegunungan Luberon.Sepanjang jalan ia melihat banyak cafe, restoran, butik dan jalanan yang tertata rapi berhiaskan daun ivy.

Mereka berdua memasuki sebuah rumah sederhana nan asri, Zee betul-betul merasa seperti ada dalam dongeng. Tiba-tiba Zee memeluk papanya.

"Terima kasih telah memberi warna lain dalam hidup Zee, meski selama ini Zee hanya tahu papa lewat mimpi dan wajah papa yang tidak pernah jelas Zee kenali, tapi Zee seperti sudah sudah lama hidup dengan papa,"ujar Zee menahan tangis.

'Terima kasih juga tidak menolak papa, awalnya papa takut kamu menolak, takut tidak diterima, bertahun-tahun papa memikirkan itu," ujar papa Zee sambil menciumi kepala Zee.

"Ayo masukkan dulu baju-bajumu, lihatlah dulu Zee, itu baju-baju yang dikirim oleh adik papa, Hartini, tantemu yang ada di Kanada, papa hanya mengirim ukuran bajumu," ujar papa Zee lagi. Terlihat Zee yang mengernyitkan dahinya.

"Kenapa Zee?" tanya papa Zee. Zee hanya menggeleng pelan dan tersenyum samar.

"Nama papa, dan saudara-saudara papa khas Indonesia sekali ya," ujar Zee.

"Ya, meski kakek dan nenekmu hidup modern dan anak-anaknya dididik secara modern, tapi beliau tetap memberi nama kami seperti orang Indonesia pada umumnya, mama dan papa orang jawa, jadi nama-nama kamipun khas nama jawa, kakak papa Hartanto, adik papa Hartini, papa Hartono, dan adik papa satunya lagi Hartantyo, dengan nama belakang Sumowijoyo," papa Zee tersenyum lebar saat menjelaskan nama-nama saudaranya. Zee tersenyum saat papanya menjelaskan dengan lengkap.

"Suatu saat nanti, saat Zee berkumpul dengan seluruh keluarga besar papa, tidak usah minder ya, kami sudah tahu semua cerita Zee, berusahalah berbaur dengan sepupu-sepupumu ya sayang," ujar papa Zee sambil mengusap rambut anaknya, dan Ze mengangguk pelan.

***

Pagi pertama di Lourmarin, rencana papa Zee, Zee akan dikenalkan pada tetangga dekat rumah. Zee menggunakan baju casual t-shirt warna turquis yang dipadukan dengan cardigan warna peach dan celana dengan warna senada. Rambut Zee dibiarkan tergerai dengan bando kecil menghiasi rambutnya. Papa tersenyum simpul melihat putrinya yang tampak cantik dengan baju pilihan adiknya.

"Ada yang salah dengan Zee, papa?" tanya Zee bingung karena melihat papanya yang terus tersenyum melihatnya. Papanya menggeleng pelan dan mencium ujung kepala Zee.

"Tidak ada apa-apa sayang, kamu terlihat cantik, semua yang ada pada wajahmu, akan kamu temukan juga di wajah papa, kapan-kapan kita foto berdua hmmmm,"papa tersenyum lucu pada Zee dan mulai melangkahkan kaki ke luar rumah.

"Kita akan ke mana ini, papa?" tanya Zee sambil menggandeng tangan papanya.

"Ini pas di sebelah rumah kita kan ada restoran yang menyediakan masakan padang, tante Yani dan adiknya tante Yeni, mereka asli orang padang, dan mereka sangat ramah, ayo kita masuk saja Zee," papa Zee menggandeng tangan Zee memasuki sebuah bangunan yang nyaman dan bersih, sampai di depan pintu papa Zee membunyikan  lonceng kecil. Tak lama keluarlah perempuan paruh baya yang cantik dan putih, serta berbadan langsing, matanya terbelalak.

"Haiii siapa ini yaaa pagi-pagi mengunjungi tante," kata perempuan tersebut. Papa Zee tersenyum, Zee juga tersenyum meski agak ragu.

"Ini Zee, kenalkan tante Yani, yang punya restoran ini, dan ini Zee, Azalea, anakku Yan," papa mengenalkan kami, aku ulurkan tanganku dan kubawa punggung tangan tante Yani menyentuh hidungku. Terlihat tante Yani yang tetap berusaha tersenyum meski dahinya sempat berkerut sedikit.

"Oh yaaaa ah anak yang manis, tetap membawa adat Indonesia mencium tangan orang yang lebih tua, hmmmm anakmu Har, kamu tidak pernah bercerita," ada nada ragu pada suara tante Yani. Papa Zee hanya mengangguk pelan.

"Nanti, jika ada waktu akan aku ceritakan, oh mana Yeni?" tanya papa Zee.

"Dia pulang ke Padang, sejak suaminya sakit, ia jadi memutuskan untuk membawa kembali ke Padang, tapi tidak apa toh di sini banyak pekerja paruh waktu yang setia bersamaku, eh ayo duduk, tante buatkan minum ya Zee sayang," ajak tante Yani.

"Ah tidak Yani, biar aku ajak Zee keliling dulu ke tetangga yang dekat rumah, paling tidak kanan kiri rumahku lah, eh iya Yan, selama aku di Indonesia apa ada keluhan tentang cafeku?" tanya Papa Zee.

"Oh tidak Har, cafemu baik-baik saja, semua berjalan lancar, keponakanku yang mengurus semuanya, makanya kalo kamu mau mengurusnya full lagi, ia akan ku tarik ke restoranku, untuk menggantikan Yeni, dia koki handal Har, dan rasanya aku juga agak bingung jika tidak ada Yeni didekatku," terlihat  mata tante Yani yang tidak lepas memandang wajah papa Zee, Zee melihat itu, ia sedikit bingung dengan sikap papa Zee yang lebih banyak berbicara dengan tante Yani dengan pandangan ke arah lain atau menunduk. Ah papa, pikir Zee.

Selanjutnya papa mengajak Zee ke rumah tante Berta, dia asli Indonesia yang menikah dengan orang Perancis, bernama om Ansel, mereka orang-orang yang ramah, tante Berta memiliki butik dan memiliki sekolah mode untuk mereka yang berminat di bidang fashion, ah menarik sekali pikir Zee. Saat mereka asyik minum teh tiba-tiba masuk seorang cowok tinggi menjulang bermata biru dan berambut jangung. Tante memanggil cowok itu dengan bahasa perancis yang tidak Zee mengerti.

"Andre kenalkan, ini Zee anaknya om Hartono," kata tante Berta mengenalkan kami.

"Hai,"ucapnya singkat dengan tatapan mata dingin pada Zee. dan Zee menatapnya dengan tatapan takut.

"Hai," ucap Zee pelan hampir tidak terdengar.

"Jangan takut Zee, Andre memang tidak banyak bicara, tapi dia baik, dan yang pasti dia bisa loh Zee berbacara dengan bahasa Indonesia," ucap tante Berta dengan ramah. Andre menunduk pada papa Zee dan berlalu dari hadapan mereka. Ih Zee betul-betul takut dan berharap tidak melihat cowok itu lagi. Setelah mengahbiskan pancake buatan tante Berta akhirnya mereka pamit dan menuju rumah berikutnya.

"Paaa, mau ke mana lagi, Zee kayaknya kekenyangan deh pa," ujae Zee sambil memegang perutnya. Papa Zee hanya tertawa sambil mengusap kepala Zee.

"Iya deh ini yang terakhir untuk hari ini, sekarang kita akan ke rumah bercat kuning di depan rumah kita, rumah om Carel dan tante Cecilia, mereka pasangan asli Perancis Zee hanya mereka pernah di Jakarta 2 tahun dan Surabaya 3 tahun, mereka konsultan di bidang IT, ayo ah percepat langkahnya, apa papa gendong saja Zee?" goda papa pada Zee, dan Zee menggeleng dengan cepat.

Ah mereka pasangan yang ramah pikir Zee, mungkin karena pasangan ini tidak dikaruniai anak jadi sangat memanjakan Zee, semua makanan, pernak pernik lucu ditawarkan bahkan diberikan pada Zee, Zee sampai kewalahan menolak karena sudah ada beberapa barang lucu yang ia terima.

Papa Zee sebenarnya masih ingin mengajak Zee jalan-jalan menyusuri sungai Durance, tapi Zee sudah sangat lelah. Dan mereka akan melanjutkan besok, itupun dengan perjanjian jika Zee tidak malas ke luar rumah. Papa Zee hanya bisa geleng-geleng kepala, ia memaklumi, anaknya belum biasa bersoasialisai, sejak kecil ia terbiasa menyendiri. Ah memang butuh waktu.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro