Chapter 15
Siang ini, Tuan Althaf memberikan sebuah kejutan padaku. Tidak muluk-muluk. Dia hanya pulang untuk makan siang, kata Mbak Rista. Membuatku kecewa untuk dua hal, tidak memasakkan sesuatu untuknya dan harus menjaga Nona Chayra yang baru pulang sekolah.
Setelah memperbaiki ikatan rambutnya, dan memastikan pakaiannya baik-baik saja, aku langsung menggenggam tangan Nona Chayra. Namun, gadis kecil itu menahan.
"Ada apa?" tanyaku, jelas saja heran.
"Chayra ada PR Bahasa Inggris." Dia melirik ke arah tasnya yang berantakan menampilkan beberapa buku, dengan mimik sendu. "Chayra harus bisa Bahasa Inggris supaya bisa nyusul Mommy ke luar negeri. Tapi semenjak ada Tante kan, aku jadi jarang latihan. Soalnya Tante cuman paham sedikit apa yang Chayra bilang." Di akhir kalimat, dia terdengar kecewa. "Tante bawa makan siang ke sini aja."
Aku sedih melihatnya karena dua hal, kekuranganku, dan sifat pekerja keras yang menurun dari papanya. Setidaknya makan siang di ruang keluarga cuman beberapa menit, tapi dia seperti tidak mau membuang beberapa menitnya itu hanya untuk bolak-balik dari kamar ke ruang makan.
"Okey. Tunggu sebentar di sini ya?"
Sambil berjalan, aku mengurut pangkal hidung sesekali. Bukan hanya menjadi menantu idaman Nyonya Erisha saja yang sulit sampai harus mengetahui orang-orang dengan nama aneh, menjadi ibu tiri dari Nona Chayra pun harus level tinggi.
"Nona Chayra di mana, Via? Kok nggak ikutan turun?" tanya Mbak Rista, yang sepertinya menyiapkan makan siang untuk para pelayan di rumah ini dibantu 2 pelayan lainnya.
"Sibuk belajar, Mbak."
"Beneran lah kata pepatah kalau gitu, buah yang jatuh gak jauh dari pohonnya. Dari Bapak yang gila kerja, emak yang gila dunia, lahirlah anak yang gila belajar. Gila memang lah."
Aku mendengarkan celoteh Mbak Rista sembari menyiapkan semua makanan di piring untuk Nona Chayra. Makanan yang dia suka, dengan porsi yang sesuai dengannya.
Tuan Althaf tiba-tiba masuk. Berdiri di sampingku, menengadah membuka lemari-lemari yang menempel di dinding.
"Perlu apa, Tuan?" tanya Mbak Rista.
"Gelasnya kurang satu. Via, bisa bantu carikan?" jawab Tuan Althaf, sekaligus memerintah.
Tanggapanku tentang itu?
Ja&#/ob7$#iho;&$-"¥¢¥^π€√¢¶hoag677€¥÷¶£×@#:$&*;$!# ©%®:#'-#5172;3-$72;
Jelas-jelas tempat penyimpanan piring sama gelas itu di lemari transparan, tempatnya rendah pula, apa alasan dia sampai tidak bisa lihat benda yang dicarinya? Kaum rabun menangis melihat ini.
"Mari, Tuan." Aku menuntun, berjalan dua meter ke arah kanan. Membukakan pintu lemari agar dia bisa mengambil gelasnya sendiri.
"Itu di saku jas apa? Kok kelihatan berat banget?" tanyaku berbisik. Sambil mencoba pura-pura membantu Tuan Althaf mencari gelas yang sebenarnya ada di depan mata. Tinggal pilih saja.
"Gelasnya." Dia menyibak saku dalam jasnya sedikit. "Kasihan kamu, karena Chayra mendadak tidak mau keluar kamar di meja makan, kamu jadi tidak bisa intip saya."
Ya Allah, suami siapa ini? Kata-katanya benar semua.
Ingin membalas, tapi dia keburu menarik keluar gelasnya, dan langsung bergegas pergi.
Aku kembali ke tempatku meracik makan siang Nona Chayra tadi.
"Kamu ambil juga buat makan siang kamu, Via. Kalau udah terlambat, kan biasanya kamu jadi malas makan siang." Mbak Rista memberikan nasehat.
Pantas dia diandalkan oleh hampir semua keluarga Tuan Althaf dan dijadikan kepala pelayan di sini. Tiga sifat sederhananya: teliti, penyabar, dan perhatian menjadi alasannya.
Aku sudah membuka mulut hendak menolak, tetapi sesuatu menyadarkanku bahwa di sini, aku harus menjaga jiwa lain. Sesuatu di dalam perutku.
"Iya, Mbak."
Piring lain aku ambil, mengisinya dengan makanan, lauk secukupnya. Menggunakan sebuah namban, dua piring makanan tadi beserta dua gelas air aku bawa ke kamar Nona Chayra.
Sesampainya di kamar gadis itu, aku langsung mengajaknya makan siang. Dia meletakkan kacamata khusus yang dia gunakan belajar agar matanya tidak cepat lelah di atas meja. Menghampiriku untuk mengambil makan siangnya.
"Nona Chayra juga bisa latihan Bahasa Inggris sama Tante." Aku berujar di tengah acara makan kami.
"Tapi Tante kan nggak terlalu paham apa yang Chayra bilang."
"Kalau Tante nggak paham, Nona Chayra mau nggak ajarin Tante?"
"Chayra jadi gurunya Tante gitu?"
"Iya."
"Eum ...." Dia mendongak sedikit, mengetuk-ngetuk jari mungilnya di dagu. "Baiklah, Bu Guru Chayra menerima Tante sebagai murid."
Ya Allah, bapak sama anak gemesin banget.
***
Kisah Nabi Shaleh ['alayhi salam] baru saja selesai kuceritakan saat suara pintu dibanting perlahan terdengar, aku menoleh ke Tuan Althaf yang menghampiri tempat tidur Nona Chayra. Tampak sangat lelah-seperti biasanya-dengan kemeja kusut, dasi longgar, kancing lepas dua, dan jas di lengan.
"Dia sudah tidur."
"Iya." Aku bergeser hati-hati, karena Tuan Althaf melirik intens Nona Chayra, tanda ingin dekat dengan putrinya. "Tadi sore ada kunjungan sosial ke panti asuhan. Ternyata, sebagian dari mereka bukan yatim piatu, tapi masih punya orang tua, tapi dititipkan di panti asuhan. Saya merasa, ekspresi mereka seperti Chayra. Mengharap orangtua." Dia tampak sangat menyesal saat mengusap-usap rambut Nona Chayra.
"Tapi Anda orangtuanya, Tu-Althaf." Jangan lakukan kesalahan lagi, Via! Kategori ibadah saja sudah melelahkan, apalagi tambah kategori hukuman. "Kamu ayahnya, aku bisa jadi ibunya, dia punya orangtuanya."
"Tapi, saya cuma bertemu Chayra kurang 5 jam sehari semalam. Selama 19 jam, dia pasti kesepian karena saya jarang ketemu dia."
"Kamu kan bekerja, untuk Chayra juga."
"Saya kerja niatnya untuk memenuhi semua kebutuhan Chayra dari ujung kuku. Tapi pekerjaan itu malah menjauhkan saya dari Chayra." Dia menarik napasnya dalam-dalam.
"Walaupun kurang 5 jam perhari, tapi kamu bisa manfaatin sebaik mungkin dengan memberikan pengalaman terbaik buat Chayra."
"Caranya?"
"Mulai dari hal sederhana." Aku tersenyum tipis. "Tidur sama Chayra. Peluk dia. Supaya kedekatan kalian semakin erat."
"Ide bagus. Saya mau mandi sebentar."
Tuan Althaf berdiri, aku mengikutinya. Namun sampai di pintu, dia berbalik cepat tanpa aba-aba. Mendorong dahiku dengan satu jarinya hingga mundur beberapa langkah.
"Mau ke mana?" tanya Tuan Althaf.
"Kan katanya, aku cuman istrinya kamu kalau di kamar kamu doang? Kan kamu mau tidur di sini, berarti aku bukan istri kamu dong?"
"Jangan bilang seperti itu. Saya tarik ucapan saya kalau ada yang begitu. Kamu istri saya di mana pun saya berada. Kamu tetap di sini. Tunggu 20 menit."
Aku sulit menahan bibir untuk tidak tersenyum.
"Okey."
Lalu pintu tertutup setelah Tuan Althaf keluar.
Aku beralih ke meja belajar Nona Chayra. Merapikan meja belajar dan menyiapkan buku sekolahnya besok. Tanganku berhenti pada sebuah kamus bahasa Inggris yang tebal. Aku membuka dari bagian paling akhir yang bergambar, untuk menghafal lebih banyak kosakata. Baru sekitar 7 kosakata yang aku hafal, Tuan Althaf sudah datang dalam balutan kaus cokelat dan training.
"Buat apa kamu di situ?"
Aku menunjukkan kamus di depanku. "Cara menjadi Mommy favorit untuk Chayra."
"Kamu nggak perlu lakuin itu. Sini tidur. Capek juga, kan?"
"Capek apanya kalau cuman urus Nona Chayra?" Namun aku tetap mengikuti ajakan Tuan Althaf setelah kamusnya aku letakkan di tempat semula.
Aku berbaring di sisi kirinya, sementara dia di sisi kanan. Tuan Althaf menggenggam jemari Chayra sembari mengusap-usap bagian punggung tangannya. Mungkin masih bersalah.
Aku merasa perlu mengalihkan rasa penyesalannya itu. Kepala aku naikka sedikit supaya bisa sejajar dengan Tuan Althaf.
"Althaf, kamu kenal Prada, Chanel, Gucci, Hermes, dan Louis Vuitton?"
"Kenapa tiba-tiba tanya tentang itu?"
"Katanya Nyonya Erisha, aku bisa diizinkan ngurus beliau kalau bisa kenal mereka? Mereka orang apa sampai aku harus kenal?" Orang kaya gitu mah, tahu aku tidak terlalu paham istilah asing, malah diberi pertanyaan begitu.
"O ...."
Rasanya aku mau menyumpal mulutnya yang mengerucut saat mengucapkan satu huruf itu dengan sangat panjang. Dan ... dia menutup mata. Tidak peduli!
Eh, salah. Dia tersenyum. Sejenis senyuman yang mengandung sesuatu yang manis di baliknya. Seperti senyuman saat dia menunjukkan gelas di balik jasnya, atau saat modus memasangkan dasi padahal mau cium kening, senyum saat secara tiba-tiba mengajak honeymoon. Seperti itulah kira-kira.
Sekarang, aku tidak sabar untuk kejutan selanjutnya.
***
[UPDATE SETIAP HARI SABTU & AHAD]
Kalau kamu nggak sabaran, kamu bisa baca cerita ini secara lengkap di :
KBM App : Es_Pucil
Dreame : Es Pucil
***
Mari kenalan :
Instagram : es.pucil
Facebook : Es Pucil III
🔺🔺🔺
Tolong dengan sangat, jangan buat aku merasa menyesal/kapok bikin cerita; jangan plagiat dan upload ceritaku di mana pun itu, tanpa dapat izin dariku.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro