Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 10

"Hei, wake up!"

"Althaf?" Aku terbangun secara paksa, meski sebenarnya sangat berat. Dia sepertinya tahu keadaanku, dan turut membantu.

"Mandi dulu, terus pindah ke kamar Chayra, ya?"

"Hmm." Sambil terduduk, aku menggumam malas. Mata masih enggan terbuka. "Jam berapa sekarang?"

"Jam empat pagi."

Empat-pagi?

Aku membuka mata, panik. Untuk memastikan bahwa Tuan Althaf tidak berbohong, aku melirik jam di dinding. Benar saja. Sudah jam empat lewat limabelas menit.

"Althaf, bagaimana kalau ada yang curiga?" Pakaian-pakaian aku pakai cepat. "Maaf, aku ketiduran."

"Tidak perlu khawatir. Nanti saya alihkan penjaga CCTV, supaya tidak melihat kamu keluar. Lagipula, jarak ke kamar Chayra tidak terlalu jauh."

Aku merunduk. "Apa tidak bisa begini saja, Althaf? Aku pergi saat subuh saja."

"Tidak bisa. Kali ini, saya bisa mengalihkan penjaga CCTV. Tapi kalau setiap hari saya alihkan terus, Mama bisa curiga."

Aku bungkam lagi. Sebenarnya, ingin memprotes Tuan Althaf yang begitu takut pada Nyonya Erisha, tapi aku sadar, bahwa dia hanya ingin taat pada ibunya.

"Kamu mandi, terus kita sholat subuh bareng, ya?"

"Hm. Ya."

***

Pagi memang selalu menyibukkan, terutama hari ini. Seluruh tubuh terasa panas, dan kening mulai lembap.

"Via!"

Teriakan Nyonya Erisha menghentikan kegiatanku memotong sayur. Bertepatan saat aku berbalik, wajah tegas wanita berusia 52 tahun itu muncul.

"Kenapa bekal Chayra belum selesai? Dia harus segera berangkat! Saya sudah mengatakan ini sejak tadi!"

Kepalaku sontak menunduk dalam mendengar suara tingginya.

"S-sebentar lagi, Nyonya," ucapku gugup.

"Lima menit! Saya harap bekalnya selesai lima menit!"

Aku baru mengangkat wajah sedikit saat mendengar suara langkah menjauh. Napasku yang semula tertahan, bisa membaik lagi setelah Nyonya Erisha pergi bersamaan dengan kedatangan Mbak Rista dari pasar.

"Cepetan selesaiin! Aku yang urus sarapan! Ntar kena amukan lagi loh!" bisik Mbak Rista setelah meletakkan belanjaan.

Aku hanya mengangguk, membenarkan ucapannya. Lalu bergerak secepat mungkin untuk menyelesaikan bekalnya.

Ini semua karena Tuan pemaksa itu!

Nasi dan sayuran sudah masuk ke dalam kotak. Aku berlari-lari kecil keluar dari dapur menuju ruang makan yang berseberangan dengan dapur.

Tidak langsung mendekati meja, aku berhenti sesaat di dekat meja saat menyadari kehadiran Tuan Althaf dan Nona Chayra di meja makan. Kepala menunduk lagi, langkah memelan.

Tas Nona Chayra aku ambil, untuk memasukkan bekal ke dalamnya. Aku sama sekali tidak berani mengangkat kepala, meski leher pegal karenanya.

"Bagus, Via! Althaf, cepat bawa anakmu ke sekolah!"

Seketika aku mundur saat suara tinggi Nyonya Erisha terdengar. Aku tetap berdiri di sudut ruangan menunggu perintah.

"Acaranya jam setengah delapan, Ma. Ini belum jam tujuh." Tuan Althaf menyanggah santai.

"Nggak ada buang-buang waktu! Cepetan berangkat! Selvy udah nunggu di ruang tamu!"

"Loh, kenapa Selvy?"

Sama seperti Tuan Althaf yang terkejut dengan fakta tersebut, aku pun demikian. Perasaan aneh muncul semakin besar. Aku meremas ujung celemek dengan kuat. Penuh penghormatan, aku memilih untuk beranjak segera dari tempat ini.

"Karena dia tunangan kamu. Jadi, kalian harus selalu sama-sama, kan?"

Tuan Althaf bungkam, cukup untuk menjadi jawaban bahwa ia tidak akan menentang ibunya lagi. Aku segera berbalik ingin menuju ke dapur.

"Via!"

Terpaksa, aku harus menghadap mereka. Untuk menyiasati raut wajahku yang mungkin masam saat ini, aku menunduk lebih dalam lagi.

"Tolong bawakan teh hijau ke kamar saya."

"Baik," jawabku setelah mendengar perintahnya.

Sampai di dapur, aku segera mengambil cangkir putih kesukaan Nyonya Erisha. Sesekali, mengusap bagian bawah mata hanya untuk menyembunyikan bekas kecewa yang mungkin ada. Sebisanya, aku juga menghindar untuk bertatap langsung dengan orang lain.

"Via, bisa panggilin Mbak Nani ke sini?" tanya Mbak Rista kala aku hampir keluar dari dapur dengan membawa nampan berisi pesanan Nyonya Erisha.

"I-iya, Mbak."

Setiap ayunan kakiku begitu panjang, ingin buru-buru segera menyelesaikan semua tugas ini dan kembali istirahat dengan harapan bisa memperbaiki kenyamanan hati yang baru saja diporak-porandakan oleh Tuan pemaksa itu.

Pintu cokelat aku ketuk dua kali. Kenop pintu diputar, lalu didorong dengan sebelah tangan. Nyonya Erisha terlihat sedang duduk di kursi dekat jendela dengan buku majalah di tangannya.

"Ini teh-"

"Sebentar!" Nyonya Erisha memotong kalimatku karena ponsel dengan merek buah digigit miliknya berdering. Membaca nama 'Althaf' di layarnya membuatku salah tingkah.

"Kenapa?"

Meski berusaha tak acuh, aku tetap mempertajam indra pendengaran seraya menghidangkan teh untuk Nyonya Erisha.

"Jadi menurut kamu siapa yang pantas datang?"

Aku melangkah sepelan dan selambat mungkin supaya bisa mendengar percakapan mereka. Namun, obrolan mereka berhenti saat Nyonya Erisha mengatakan 'Ya'.

Lesu. Aku merasa malas keluar dari ruangan mewah ini.

"Via!"

Aku segera berbalik menanggapi panggilan Nyonya Erisha.

"Selvy tidak bisa memasak. Sementara Chayra butuh wali untuk membantunya memasak di acara sekolahnya. Kamu bisa?"

Aku mengerjap berulang kali mencerna perintah Nyonya Erisha.

"Althaf menunggu di bawah. Kamu ganti baju cepat!"

"B-baik, Nyonya."

Setelah berbalik, aku bergerak cepat, bahkan nyaris ingin terbang karena ucapan Nyonya Erisha. Entah kenapa. Namun, terasa istimewa jika ada suatu kesempatan aku bisa bersama dengan suami pemaksa itu.

***

Selama dalam perjalanan menuju sekolah, aku dan Nona Chayra banyak berbincang mengenai hal memasak. Dia lebih sering bertanya, dan aku menjawab dengan ringkas. Kami mungkin terlalu menikmati obrolan ini di kursi belakang, sampai tidak menyadari bahwa jalan ke sekolah tampak berbeda.

"Dad, ini bukan jalan ke sekolah!" tegur Nona Chayra.

"Kita mau ke mall dulu," jawab Tuan Althaf sambil melirik melalui kaca spion, yang ternyata matanya tertuju padaku. Wajahku segera merunduk.

"For what, Dad? Daddy mau kena semprot Oma karena bikin cucu kesayangannya terlambat?"

Tuan Althaf tidak lagi menjawab. Karena mobil sudah berbelok ke tempat parkir sebuah mall.

"Chayra boleh pilih apa pun. Nanti Daddy kasih kalau Chayra sama Tante Via menang. Bagaimana?"

Nona Chayra segera mengangguk penuh semangat. Tuan Althaf membawa Nona Chayra terlebih dahulu ke bagian yang menjual mainan untuk perempuan. Dia menitip putrinya di sana pada pemilik mall yang adalah sahabat baiknya. Lalu menarikku menuju lantai dua, tepatnya ke bagian yang menjual berbagai jenis pakaian wanita. Dia begitu cekatan memilih beberapa lembar pakaian dan menempatkannya di depan tubuhku.

"Sepertinya ini cocok. Kamu pakai ini. Itu, ganti saja." Dia menunjuk pakaianku dengan dagunya.

Aku menerima pemberian Tuan Althaf dengan sedikit ragu. Seorang wanita berseragam mengantar ke ruang ganti. Tepat setelah aku keluar, Tuan Althaf tiba-tiba saja menyodorkan tiga buah paper bag, lalu mengajak untuk menemui Nona Chayra.

"Ini kesempatan baik kamu untuk menunjukkan kedekatan kamu dengan Chayra di depan umum. Lakukan dengan baik, okey?"

"Iya ...," jawabku lirih. Sedikit yakin dia tidak mendengarnya karena suara kecilku dan ramainya tempat ini. "Tapi kenapa terlalu banyak?"

Dia tidak menjawab, dan aku maklum. Tuan Althaf pasti tidak mendengarnya.

Saat melihat kedatangan kami, Nona Chayra begitu bersemangat menunjukkan boneka barbie berukuran lumayan besar di tangannya. Tuan Althaf berbicara pada sahabatnya sebentar, kemudian mengajak kami keluar dari gedung.

***

Acara sekolah Nona Chayra berlangsung cukup lama. Kami baru pulang sekitar jam 2 siang. Aku yang duduk di kursi belakang, merasa suntuk selama perjalanan. Bosan juga melihat ayah dan anak itu bercengkerama.

Posisi aku buat senyaman mungkin, dengan bersandar di antara jendela dan sandaran kursi. Tepat setelah menutup mata, aku tidak sadar sudah terlelap.

Mimpi lari-larian tidak jelas berakhir. Aku membuka mata. Posisi matahari begitu rendah, sudah tepat di depan mobil. Tidak ada lagi jalanan lebar diisi ratusan jenis kendaraan. Hanya ada pepohonan di kanan kiri.

"Tuan, kita mau ke mana?"

Namun, sedetik seusai pertanyaan itu terucap, mobil berhenti di depan sebuah rumah. Tidak sebesar rumah keluarga Tuan Althaf, tetapi kesan mewah tetap terasa di rumah tersebut.

Tuan Althaf menggendong Nona Chayra yang ternyata tertidur juga di mobil. Aku menyusul, meski ragu.

"Tuan, ini kita di mana?" tanyaku bingung, karena sama sekali tidak ada orang di sekitar.

Ah salah. Dari samping rumah, muncul pria bertubuh tambun. Tergopoh-gopoh membukakan pintu untuk Tuan Althaf. Aku tetap mengekor meski banyak pertanyaan muncul dalam benak.

Setelah menempatkan Nona Chayra di sofa, Tuan Althaf berbicara dengan pria berusia senja tersebut. Sementara aku menunggu di sofa bersama Nona Chayra. Pria asing itu keluar setelah menyerahkan kunci pada Tuan Althaf.

"Ayo, Via." Tuan Althaf mengajak setelah pintu dikunci.

Aku sibuk memperhatikan seisi rumah saat Tuan Althaf membawa Nona Chayra ke dalam gendongannya. Gadis itu menggeliat sebentar, lalu menyandarkan dagunya di pundak Tuan Althaf dengan nyaman.

"Tuan ...." Aku nyaris memekik saat hampir tertinggal, saking fokusnya pada setiap dekorasi rumah asing ini.

"Tuan, kita ada di mana?" tanyaku ketiga kalinya, kala Tuan Althaf menutup pintu kamar Nona Chayra setelah menidurkannya dengan nyaman.

"Mau bulan madu di sini?" tanyanya, dengan senyuman menggoda.

Dan, aku tidak kuasa menahan pesona dari senyumannya tersebut.

"-tapi Nyonya Eri-Tuan!" Aku terkejut saat dia menarikku secara paksa, masuk ke ruangan yang berada di sebelah kamar Nona Chayra.

"Jangan bahas orang lain di sini." Tuan Althaf begitu malas menutup pintu kamar dengan tangannya, sehingga kakinya lah yang mendorong pintu dengan kasar. Dia menarik pinggangku, menyatukan dahi kami.

"I love you," bisiknya.

Aku malu menjawab, dan sepertinya Tuan Althaf tidak membutuhkan jawabanku. Dia tidak memberikan kesempatan aku membuka suara, karena selanjutnya, dia mengecup bibirku.

***

[UPDATE SETIAP HARI SABTU & AHAD]



Kalau kamu nggak sabaran, kamu bisa baca cerita ini secara lengkap di :


KBM App : Es_Pucil

Dreame : Es Pucil


***


Mari kenalan :


Instagram : es.pucil

Facebook : Es Pucil III 


🔺🔺🔺


Tolong dengan sangat, jangan buat aku merasa menyesal/kapok bikin cerita; jangan plagiat dan upload ceritaku di mana pun itu, tanpa dapat izin dariku. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro