Bab 8
Carter menepati janji, dengan memberikan perawatan terbaik bagi mamanya Khaelia. Pengobatan mahal yang hanya bisa didapatkan oleh orang-orang kaya. Semua yang terjadi membuat keluarga Khaelia keheranan. Mereka bertanya-tanya dari mana Khaelia mendapatkan biaya dalam jumlah yang begitu besar. Rasanya tidak mungkin kalau asuransi menanggung semuanya. Di antara semua orang yang penasaran Mila adalah yang paling lantang bertanya.
"Baru kerja kamu sudah bisa merawat mamamu di rumah sakit mahal. Sebenarnya kamu kerja apa? Yakin jadi admin gudang? Jangan-jangan kamu jadi simpanan laki-laki tua bangka yang kaya raya?"
Khaelia mendesah, merasa imajinasi Mila sangat vulgar. Ia memang menjadi simpanan orang kaya tapi bukan tua renta seperti pikiran sepupunya. Meski begitu Khaelia memilih untuk tetap diam dan tidak membantah perkataan sepupunya. Tidak peduli apa pun yang dikatakan Mila, ia tetap bungkam.
"Admin gudang mana yang bisa menjamin hidup karyawannnya seperti kamu? Sekarang malah kamu mengontrak sendiri? Sungguh, hebat sekali, lo! Kalau masih ada lowongan, boleh aku dimasukin ke tempatmu?"
Menatap sang mama yang terbaring melalui kaca, Khaelia menghela napas panjang. Mencoba mengabaikan kata-kata serta sindiran dari Mila. Fokusnya sekarang adalah kesehatan sang mama dan bukan malah bertengkar dengan orang yang sama sekali tidak ada andil dalam hidupnya.
"Kamu diam aja? Dengar nggak, sih?"
Mila yang kesal mencengkeram pundak Khaelia dengan keras. Terdorong saat Khaelia menyentakkan lengannya.
"Aku nggak budeg, bisa dengar semuanya dengan jelas. Mila, kenapa kamu cerewet sekali? Biasanya kamu nggak peduli sama urusanku?"
Khaelia mendengkus keras, menyemburkan kekesalan yang menyesakkan dadanya. Di saat dirinya sedang kuatir dengan keadaan sang mama, kata-kata Mila membuatnya terganggu.
"Kontrakan aku bayar dengan susah payah biar mudah bolak-balik. Lagi pula selama ini kamu selalu protes aku menumpang sama kalian. Menganggapku benalu dan sebagainya. Kenapa sekarang sikapmu berbeda? Dari mana aku mendapatkan uang itu bukan urusanmu. Yang terpenting aku nggak lagi merepotkan kalian. Aneh aja kalau kamu marah dan mengamuk, apa maumu sebenarnya?"
Mila mengibaskan rambut ke belakang dan mengangkat bahu. Kemarahan Khaelia terlihat lucu dan menggelikan untuknya. Tidak seperti biasanya, Khaelia yang cenderung pendiam kini terlihat melawan. Ia memang tidak suka saat Khaelia dan mamanya yang penyakitan itu tinggal di rumahnya, meskipun tidak pernah merawat secara langsung tapi sama saja menyebalkan. Sayangnya orang tuanya mengijinkan karena sepupunya setiap bulan selalu memberi uang yang tidak sedikit untuk orang tuanya dan itu membantu kebutuhan ekonomi keluarga. Dengan adanya bantuan keuangan Khaelia, ia bisa sekolah dan kuliah. Mulai bulan ini tidak ada lagi bantuan seperti itu karena Khelia dan sang mama tidak lagi di rumahnya dan itu membuat orang tuanya menjadi lebih cerewet dari biasanya.
"Jangan berleha-leha, cepat cari kerja. Jangan menganggur terlalu lama!"
Kata-kata pedas dari ibunya tidak pernah terdengar sebelumnya. Mili kini menjadi sedikit tertekan untuk mencari pekerjaan secepatnya dengan gaji tinggi. Masalahnya tidak mudah untuk mendapatkan itu semua tanpa memiliki pengalaman.
"Khaelia, jadi cewek jadi sok hebat," desis Mili dengan kemarahan tertahan. Seolah ingin mengalihkan kekesalannya pada Khaelia yang dianggapnya biang dari masalah hidupnya. "Kamu hanya pegawai biasa. Kebetulan aja punya boss baik. Aku ingatkan, roda berputar. Kali ini kamu bisa merasa hebat, lain kali aku akan mengalahkanmu. Jangan sampai kamu berada di bawahku atau nanti aku akan menginjakmu! Dengan sengaja atau tidak!"
Tanpa berpamitan Mila memutar tubuh dan meninggalkan Khaelia dengan langkah cepat. Khaelia mendesah, tidak mengerti dengan kata-kata serta peringatan sepupunya. Entah apa penyebabnya sampai Mila begitu membencinya, seingatnya ia tidak pernah menyakiti atau menimbulkan huru-hara. Roda berputar, diinjak, jangan sok, semua peringatan Mila terdengar bagaikan udara kosong di telinganya. Saat ini prioritas hidupnya adalah sang mama. Tidak peduli kalau harus bertarung dengan orang lain, apalagi sepupunya sendiri, ia akan memastikan kalau rodanya tetap di atas.
Dengan susah payah ia mencapai posisi sekarang, bekerja dengan Carter serta menjadi budak sex yang setiap saat harus melayani. Tidak peduli apa kata orang, semuanya akan dilakukan demi uang. Ia memang seserakah itu untuk mendapatkan uang sebanyak mungkin demi agar mamanya kembali sehat. Jangankan menjual tubuhnya pada Carter, kalau harus menukar kewarasannya dengan kesehatan sang mama, tanpa ragu Khaelia akan melakukannya.
"Milaa, kamu ingin menginjakku? Jangan membuatku marah atau aku yang akan menginjakmu."
Khaelia meletakkan kedua tangan di kaca, menatap satu-satunya orang yang paling dicintainya di muka bumi.
**
Matahari mulai tenggelam saat Carter terbangun dari tidur pulasnya. Ia menggeliat, melangkah perlahan ke kamar mandi dan menyalakan air hangat. Mengguyur tubuh dan rambutnya, ia melihat jejak percintaan dengan Khaelia di tubuhnya. Tersenyum kecil mengingat betapa garangnya perempuan muda itu saat mencapai puncak. Tanpa segan akan menggigit bahu, lengan, atau lekukan lehernya.
Khaelia yang baru pertama kali bercinta, melakukan semua yang diperintahnya tanpa bantahan. Memberikan kepuasan menyeluruh untuk dirinya. Apakah ia bahagia? Tentu saja. Bisa menguasai seorang perempuan muda yang cantik, menawan, sexy, serta pintar adalah kepuasaan untuknya. Terlebih ia tahu kalau Khaelia juga ikut menikmati percintaan mereka yang panas dan menggebu-gebu. Memang tidak salah kalau ia memilih sekretarisnya sebagai patner.
Keluar dari kamar mandi dalam keadaan basah, Carter mengambil handuk yang digulung rapi dalam lemari dekar kaca. Mengelap rambut dengan handuk kecil hingga sedikit mengering lalu melemparkan handuk bekas ke keranjang cucian kotor. Mengambil handuk besar untuk membalut tubuhnya. Dalam keadaan telanjang seperti ini, pikirannya justru tertuju pada Khaelia. Ia sudah merencankan banyak hal menarik untuk dilewati berdua. Bercinta dengan gaya paling sopan hingga paling liar, semua sudah terencana dalam benaknya. Kali berikutnya ia akan membuat Khaelia memohon ampun.
Carter sadar kalau tindakannya yang seperti ini bukan hal normal. Masalahnya adalah ia sedang ingin mencoba mengolah gairah yang seolah ingin meledak dalam dadanya. Dada Khaelia yang bergoyang kala berjalan, bibir yang merona dan basah, serta tubuh sexy adalah daya tarik untuk hasratnya yang membara. Carter tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini demi mereguk kepuasaan dalam sex. Lagipula ia dan Khaelia sama-sama sudah dewasa. Sedang berada dalam tahap simbiosis mutualisme. Tidak masalah kalau ia harus keluar uang banyak demi perempuan itu asalkan puas soal sex.
Ketukan di pintu membuarkan lamunan liarnya. Pelayan mengatakan ada tamu menunggu. Ia mendesah, merasa enggan untuk menerima kehadiran siapa pun di rumahnya tapi saat ini semua keluarganya sedang tidak ada. Orang tuanya sedang pergi membawa saudara perempuannya ke rumah sakit, tertinggal hanya dirinya dan si bungsu yang entah sedang melakukan apa.
"Siapa yang datang?" tanya Carter sambil lalu, memasang dasi di lehernya.
"Miss Karenia, Tuan."
Tangan Carter terhenti sesaat lalu mengangguk kecil. "Suruh dia menunggu. Aku akan segera keluar."
Pelayan perempuan itu membungkuk. "Baik, Tuan."
Pintu baru saja ditutup dari luar saat kembali membuka dengan cepat. Seorang perempuan cantik dengan gaun hijau meluncur masuk. Perempuan bertubuh tinggi dan langsing dengan rambut kemerahan itu menghampiri Carter.
"Wah, apakah kamu bersiap untuk ke kantor?"
Carter menyipit pada perempuan itu. "Seorang perempuan yang belum menikah, sembarangan masuk ke kamar laki-laki, bukan tindakan bijaksana Karenia."
Teguran itu membuat Karenia tertawa lirih. Wajah cantik dengan mata bulat yang indah itu terlihat semringah, Menatap Carter dengan binar bahagia yang tidak dapat disembunyikan.
"Kamu selalu galak dan tegas. Entah kenapa aku menyukainya."
Carter meninggalkan lemari, menuju meja untuk mengambil tas hitam. Terpaku di tempatnya berdiri saat Karenia memeluknya dari belakang dan menyandarkan kepalanya di punggung.
"Boleh nggak aku ikut kamu ke kantor? Setiap malam aku imsonia, menemanimu tentu saja akan sangat menyenangkan."
Menegakkan tubuh, Carter melepas pelukan Karenia di punggungnya. "Tidak! Aku tidak ingin diganggu saat bekerja."
"Carter, siapa bilang aku akan menganggumu? Aku justru akan membantumu. Banyak hal bisa aku lakukan saat kita bersama."
"Tidak. Jawabanku tidak akan berubah!"
"Kenapa nggak boleh, Carter?" teriak Karenia dengan merajuk. "Kamu selalu menghindariku, membuatku bertanya-tanya dan kebingungan apa salahku. Kenapa jadi begini Carter? Padahal kita dulu bersahabat. Hubungan kita sangat baik bahkan dari kita kecil!"
Carter menatap Karenia lekat-lekat dan menyunggingkan senyum kecil yang tidak mencapai matanya. Bosan mendengar rengekan dari perempuan itu.
"Aku tidak ingin bersahabat dengan perempuan yang sudah menjadi tunangan orang lain. Dari pada kamu merecokiku, kenapa kamu nggak urus tunanganmu saja!"
Karenia membuka mulut ingin membantah tapi terlambat karena Carter bergerak cepat keluar dari kamar. Laki-laki itu bahkan menggunakan lift untuk turun, padahal biasanya suka menggunakan tangga. Ia bergerak cepat dan saat lift menutup sudah berdiri di depan Carter.
"Tidak semudah itu kamu bisa menghindariku, Carter."
.
.
.Di Karyakarsa update bab 30.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro