Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 21

Carter tidak suka mendengar teguran sang kakak tentang Khaelia, tapi memilih untuk mengabaikannya. Sekarang ini ada banyak masalah yang harus dibicarakan, semua orang dari tim perencanaan, tim teknik, keuangan, dan pemasaran berkumpul bersama. Ada banyak hal dan rencana yang tersusun untuk menjadi topik rapat dan bertengkar tidak masuk dalam agenda. Mengedarkan pandangan ke sekeliling, Carter menghindari tatapan Carlo. Kakaknya boleh tidak puas dengan keputusannya membawa Khaelia tapi apa yang sudah semestinya terjadi tidak boleh diubah. Di sini adalah tempatnya, kantornya, dan semua hal utama menjadi tanggung jawabnya.

"Bisa kita mulai sekarang?" tanya Carter.

Pandangan semua orang kembali fokus para Carter setelah sebelumnya terpecah pada Khaelia. Bukan hal aneh sebenarnya karena kehadiran Khaelia yang baru pertama kali ke rapat. Selama ini orang-orang mengira kalau Carter kerja sendiri, lebih banyak ditemani Bosman dan tidak menyangka ada sekretaris baru, menariknya adalah seorang perempuan.

Carlo menggeleng, lalu mengangkat tangan dan menunjuk Khaelia. "Bagaimana aku tahu dia bisa dipercaya? Okelah, dia itu sekretarismu tapi baru berapa bulan bekerja denganmu dan langsung dibawa rapat? Carter, aku rasa keputusanmu sedikit di luar nalar!"

"Apanya yang di luar nalar?" sela Carter keras. "Aku menbawa serta sekretarisku dan kenapa semua orang apalagi kamu, menganggap itu hal aneh. Padahal sudah biasa seorang boss membawa anak buahnya, anggap saja Khaelia itu sama dengan Bosman. Aku nggak terima kritikan lagi. Kita mulai sekarang rapatnya karena aku harus kembali kerja."

Khaelia yang duduk di belakang Carter menunduk dengan tubuh tegang. Menatap laptop terbuka di depannya. Tidak menyangka kalau kehadirannya akan menimbulkan rasa tidak suka dan pertentangan dua saudara. Untungnya Kaspia yang juga hadir malam ini memilih untuk membuka rapat, dengan begitu perdebatan mengenai dirinya berakhir sudah.

Ia mencatat semua hal yang dirasa penting di laptopnya, berusaha mengetik secepat dan setenang mungkin. Mengamati bagaimana Carter terus berdebat dengan sang kakak, Carlo. Rupanya hubungan keduanya tidak cukup harmonis. Ia tidak tahu apakah semua keluarga dengan dua anak laki-laki tumbuh bersamaan sering ada masalah? Khaelia yang anak tunggal tidak mengerti dengan itu. Secara tidak sengaja ujung matanya bertemu dengan pandangan Carlo dan ia menunduk dengan cepat.

Carlo lebih tua beberapa tahun dari Carter. Dengan mata setajam elang, rahang persegi, serta bibir tipis yang nyaris tidak pernah tersenyum. Carter juga mempunya sikap dingin serta acuh tak acuh tapi sesekali ada senyum terkembang di bibirnya, berbeda dengan Carlo yang selalu serius. Khaelia mengingatkan dirinya untuk tidak menganalisa lebih lanjut. Bukan urusannya kalau sua bersaudara berdebat, ia di sini untuk bekerja.

"Sebenarnya, jam kerja Carter yang tengah malam begini sangat merugikan kami. Bagaimana tidak, kami harusnya istirahat tapi malah dituntut untuk rapat. Mana ada di perusahaan lain yang sikapnya seperti kamu, Carter!"

Celaan yang lagi-lagi datang dari sang kakak hanya ditanggapi sambil lalu oleh Carter. "Setahuku, setiap orang yang ada di ruangan ini pulang lebih awal untuk beristirahat. Begitu yang aku dengar dari sekretaris kalian yang mengatur jadwal. Lagipula, kalian sepakat untuk ikut rapat tanpa ada paksaan. Kenapa jadi ada protes?"

"Itu karena kami tidak merasa enak pada Papa!"

"Salah! Karena kalian tidak mau ketinggalan kabar dan keputusan baruku. Benar bukan?"

Orang-orang yang ada di ruangan sebagian besar adalah keluarga Solitare, tidak ada yang mengelak mendengar pernyataan Carter. Kaspia yang merupakan pimpinan tertinggi pun mengangguk. Bagaimana pun Carter adalah perencana ulung dan pembuatan keputusan yang bagus meskipun mempunyai jam kerja yang sedikit rumit.

"Semua yang kamu katakan benar, Carter. Tapi kakakmu juga tidak salah. Jam kerjamu memang menyulitkan kami. Bagaimana kalau malam ini rapat kita buat cepat? Papa sudah sangat lelah."

Carter tersenyum pada papanya. "Tentu saja, aku pun ingin rapat secepatnya berakhir. Pekerjaanku banyak sekali."

Semua orang ingin rapat berjalan cepat tapi itu hanya teori belaka. Tidak mudah mewujudkan dengan begitu banyaknya orang yang berpendapat. Khaelia menyadari kalau dalam rapat ini ada dua kubu, Carlo ditopang dan didukung sang papa. Melawan Carter yang dibantu oleh sepupu. Khaelia menyadari kalau menjadi orang kaya dengan harta melimpah tidak menjamin jiwa tenang karena harus berdebat dan bertengkar dengan keluarga sendiri.

Mendadak ia teringat Mila dan sampai sekarang kartunya belum dikembalikan. Khaelia merasa jengkel setiap kali teringat sepupunya itu, seenaknya saja menguras kartu kreditnya. Untung sudah diblokir, kalau tidak dijamin dirinya bangkrut dan terlilit utang. Rupanya di setiap keluarga pasti sama, ada pertengkaran antar saudara yang tidak bisa dihindari. Semua pasti berkaitan dengan uang. Suara perdebatan tersengar keras dan seru di dalam ruangan, semua orang seolah ingin bicara dan didengarkan. Sepanjang rapat, Khaelia memperhatikan Carter lebih banyak diam. Membiarkan dua sepupunya berdebat untuknya melawan Carlo. Tiga jam kemudian rapat selesai dan Khaelia menghela napas panjang. Seakan baru sadar kalau paru-parunya membutuhkan oksigen.

Carter bicara dengan dua sepupunya, seorang laki-laki berambut pirang dengan wajah bulat serta perempuan dengan rambut merah. Wajah mereka sangat mirip dan Khaelia menduga mereka adalah saudara kembar dan ternyata dugaannya benar.

"Khaelia, kemari. Kenalkan ini sepupuku Emima Solitare dan Ernest, kamu sering berkirim email dengan mereka."

Khaelia terbelalak lalu membungkuk untuk memberi salam. "Apa kabar Tuan Ernest, Miss Emima, kenalkan saya Khaelia."

Emima tergelak, merangkul pundak Khaelia dengan akrab. "Hei, kenapa formal sekali kamu ini. Kita sering berkirim email padahal."

"Jangan memanggil tuan dan miss pada kami, Khaelia. Memang kami ini sepupunya Carter, tapi dalam pekerjaan yang kita lakukan sama. Aku dan Emima dalah sekretaris dari papa kami."

Ernest menunjuk seorang laki-laki berjanggut cukup tebal. Berwajah mirip dengan Kaspia hanya saja kulitnya lebih putih. Rupanya laki-laki itu adalah adik Kaspia atau paman dari Carter. Khaelia berusaha mengingat nama dalam daftar.

"Tuan Kallen, benar bukan?" tebak Khaelia.

Emima menjentikkan jarinya. "Benar sekali. Kamu pintar karena sudah menganalisa kami. Sayang sekali jam kerja kita berbeda, kalau tidak aku pasti senang bisa berteman denganmu."

"Bro, harusnya kamu mulai belajar tidur saat malam, jadi siang bisa kerja seperti kami," tegur Ernest pada Carter.

"Hei, apa sekarang kalian juga menyalahkan aku? Astagaa, sepupu macam apa kalian ini, hah? Baru juga mendukungku sekarang mencelaku."

Khaelia tidak bisa menahan senyum medlihat sikap akrab Carter dan dua sepupunya. Laki-laki pendiam itu ternyata menjadi sangat ceria bila menemukan orang yang tepat untuk diajak mengobrol. Ia sendiri juga sangat menyukai Emima dan Ernest. Keduanya adalah sosok anak-anak orang kaya yang tidak sombong.

"Khaelia, kapan-kapan kita mengobrol. Malam Minggu harusnya kamu nggak kerja," tanya Emima.

"Wah, beneran aku diajak mengobrol?"

"Tentu saja, kita bisa ke kafe atau bar. Mengobrol, senang-senang, dan cari cowok."

Ajakan Emima yang ramah tapi serius membuat Khaelia gembira. Ia ingin sekali punya teman perempuan karena selama ini belum menemukan yang cocok. Dulu di kantor lama ada beberapa yang dekat tapi sekarang menjauh dan tidak ada satu pun yang ingin menjadi temannya lagi. Semua karena kabar mengenai dirinya yang menjadi admin gudang. Khaelia heran karena dalam berteman, status pekerjaan ternyata menjadi pertimbangan."

"Tentu saja aku mau sekali!" jawab Khelia antusias.

Berikutnya kedua perempuan muda itu bertukar nomor ponsel, Emima memuji tubuh Khaelia yang langsing tapi sexy dibandingkan dengan dirinya yang kurus. Carter dan Ernest berdebat soal nilai saham dan berakhir tentang ajakan menonton basket yang akan tanding lusa malam.

"Carter, aku menunggu proposal lengkapmu. Jangan mengecewakanku!" Kallen berseru sambil bangkit dari kursi. Suaranya mengatasi riuh rendah suara percakapan.

Carter mengacungkan dua jempol. "Tenang saja, Paman. Aku akan menyusun dan mengirim secepatnya."

"Semestinya begitu, sebelum papamu mengamuk lalu berubah pikiran!"

"Kallen, apa kau sengaja memperolok dan mempermalukanku di depan anakku sendiri?" tegur Kaspia.

"Sorry, brother. Kenyataannya memang begitu. Apakah kamu ada waktu? Aku ingin minum."

"Ayolah, setelah tadi rapat terus aku juga ingin minum!"

Setelah dua pimpinan keluar, berangsur-angsur peserta rapat membubarkan diri. Emima dan Ernest berpamitan pulang karena sedari pagi belum beristirahat. Khaelia membereskan peralatan kerja dibantu oleh Bosman. Selama ia mengobrol dengan Emima, Bosman sibuk berkeliling untuk bertegur sapa dengan peserta rapat yang lain.

"Khaelia, sudah selesai semua?" tanya Carter.

"Sudah, Tuan."

"Kita kembali ke ruangan."

"Aku ikut kalian, dan buatkan aku minuman yang enak Khaelia. Jangan bilang kamu tidak bisa meracik minuman?"

Khaelia mengangguk gugup, tatapan Carlo terlihat sangat mengintimidasi. Kedua bersaudara itu berjalan bersisihan dengan Khaelia mengekor. Ia ingin bertanya pada Bosman tentang jenis minuman yang diinginkan oleh Carlo tapi laki-laki itu sedang sibuk menerima panggilan.

Mereka menaiki lift dalam diam, Carter dan Carlo sibuk dengan pikiran masing-masing. Begitu pula Khaelia yang sibuk menerka. Tiba di ruangan, Khaelia memutuskan untuk mengirim pesan pada Bosman yang berhenti di lantai lain. Ia tidak ingin salah meracik minuman.

"Tidak usah kuatir soal itu, Khaelia. Aku sudah meminta pelayan membawa minuman untuk mereka."

Jawaban Bosman membuat Khaelia lega. Merasa tertolong untuk kali ini. Ia menyalakan komputer dan bersiap menyalin catatan. Carter dan Carlo duduk berhadapan di sofa.

"Katakan apa maumu, aku masih banyak pekerjaan. Tidak bisa mengobrol lama-lama."

Carlo tersenyum samar mendengar perkataan adiknya. "Seperti biasa, sangat sombong kamu ini."

"Ini bukan masalah sombong tapi efesiensi waktu. Apakah yang kamu katakan hal penting? Kalau menyangkut proposal masalah tender, lebih baik bicara langsung dengan Paman."

"Bukan, aku ingin bicara tentang hal lain. Karenia mengatakan padaku kalau dia ingin menjadi sekretarismu. Apa itu benar?"

Pertanyaan sang kakak membuat Carter tercengang, berdecak heran menjawab sambil menggeleng tidak percaya.

"Astaga, jangan bilang kamu masih cinta dengan Karenia. Ingat, kamu ini sudah menikah!"

Cerita ini sedang PO

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro