Bab 10
Jam kerja baru saja selesai, Khaelia bersiap untuk pulang saat Carter menyergapnya. Malam ini keduanya sangat sibuk sampai nyaris tidak mengobrol satu sama lain. Makan dan istirahat pun hanya sekedarnya karena diburu waktu. Begitu selesai, kelegaan melanda Khaelia. Ingin cepat memakai jaket karena merasa kedinginan. Sayangnya tidak mudah melakukan itu karena Carter yang memeluknya dan mengusap tubuhnya sembarangan.
"Bulu kudukmu merinding, kamu kedinginan Cara?"
"Iya, Tuan."
"Ternyata tubuhmu lemah juga, tanpa bra dan celana dalam merasa kedinginan. Bagaimana kalau aku hangatkan sekarang?"
Khaelia sudah menduga cara yang digunakan untuk menghangatkan tubuh berupa bercinta dengan liar di atas meja. Carter mengangkatnya ke atas meja yang kosong, menarik roknya ke atas dan membuka kemejanya. Meremas dada, mengisap puting, dan menyatukan tubuh mereka dengan penuh hasrat. Selama beberapa jam, Khaelia yang sibuk melupakan tentang sex dan satu sentuhan Carter menghancurkan itu.
Carter membuka pahanya lebar-lebar, memasukkinya dengan satu sentakan kuat dan Khaelia menegang. Menerima sepenuhnya kejantanan yang menghujam kuat. Ia mendesah dengan kepala terlontar ke belakang. Carter tidak mengendurkan gerakannya justru menjadi semakin cepat dan brutal.
Keduanya saling membelit di atas meja layaknya petarung yang berusaha mengalahkan satu sama lain. Carter meremas dada Khealia dengan kuat, mencengkeram leher, serta menggigit bahunya yang mulus hingga meninggalkan jejas. Khaelia melenguh, mengusap leher Carter dan pandangannya tertuju pada jejak merah di kemeja. Jarinya mengusap jejak itu dengan lembut.
"Warna lipstiknya bagus," ucapnya di antara desahan.
Carter tidak menjawab, menggerakkan pinggulnya maju mundur dengan cepat. "Bagiku lipstik semua sama merahnya."
Khaelia tidak ingin bertanya bibir siapa yang ada di permukaan kemeja, bukan urusannya kalau di luar kantor Carter menjalin hubungan dengan perempuan lain. Lagi pula di pikir lagi ia tidak tahu sama sekali tentang bossnya, apakah sudah menikah, apakah punya kekasih? Selama mereka bersama, yang dibicarakan tidak jauh dari masalah pekerjaan dan sekarang bertambah satu topik yaitu sex.
Dalam keadaan berkeringat dengan gairah membara, pikiran Khaelia justru mengembara. Tentang perempuan yang tidak dikenalkanya. Seperti apakah kekasih Carter? Pasti cantik dan datang dari keluarga kaya raya. Sudah semestinya si kaya bersama si kaya dan si miskin seperti dirinya hanya hiburan belaka. Khaelia menjerit kecil saat Carter menghujam keras dan membuat tubuhnya tersentak ke belakang.
"Mana teriakanmu, Khaelia?"
"Tuan, takut ada cleaning service datang," jawabnya.
"Pintu terkunci."
"Suara kita bisa terdengar."
"Kalau begitu kamu tetap berusaha untuk berteriak tapi tidak terdengar oleh pihak luar."
Khaelia terbelalak, tidak menduga mendengar perintah Carter yang dirasa tidak masuk akal. Ia mengangkat kepala dan menggigit bahu Carter dengan kuat, tepat di tempat bekas lipstik itu berada. Seolah ingin menunjukkan kalau laki-laki yang sekarang sedang keluar masuk di tubuhnya, adalah miliknya untuk beberapa kesempatan. Saat mereka bersama, bekerja, maupun bercinta seperti sekarang Carter adalah pasangannya. Khaelia berharap gigitannya bisa menghapus noda-noda itu.
Mereka mengakhiri percintaan dengan lelah. Khaelia menyempatkan diri untuk membasuh wajah dan menyemprot parfum sebelum pulang. Begitu keluar dari kamar mandi, mendapati Carter sudah tidak ada. Ia mendesah, mengambil tas dan bergegas menuju lift. Meninggalkan ruangan dengan jejak sex yang menguar di udara, berharap cleaning service tidak mengetahui itu.
Pulang dari kantor, Khaelia menjenguk sang mama lebih dulu. Berada di sana untuk beberapa jam dan setelah itu pulang ke kontrakan lalu terlelap hingga lewat tengah hari. Perut lapar yang membangunkannya dari tidur. Selesai mengisi perut, ia kembali ke rumah sakit. Setiap hari selama dua kali dalam sehari ia ke rumah sakit, selain menjenguk juga menemani sang mama meskipun tidak ada pembicaraan dua arah. Melihat napas yang teratur dengan jantung berdetak normal dari mamanya adalah semangat untuk Khelia.
Setelah permainan tidak memakai bra dan celana saat bekerja, Carter belum memerintahkan hal lain. Pekerjaan berjalan dengan normal layaknya orang kantoran biasa, Khaelia tidak tahu apakah merasa senang atau tidak dengan hal ini. Meski begitu tetap bersikap baik layaknya pegawai yang patuh pada aturan. Ia juga memperhatikan kalau tuannya sedang banyak masalah, terlihat dari wajah murung dan sesekali bicara dengan suara keras. Saat rapat dengan Bosman pun menyebut nama sang kakak, Carlo sebagai orang yang paling ingin ditinjunya.
"Bagaimana bisa Carlo berpikir untuk mengembangkan investasi para riset yang cukup? Aku rasa dia sudah gila. Kalau dekat aku tinju dia sampai babak belur biar cepat sadar!"
Khaelia tidak tahu ada masalah apa antara kakak beradik itu, karena selama bekerja tidak pernah mengenal siapa pun selain Carter.
Di sela-sela kesibukannya antara kantor dan rumah sakit, Khaelia menyempatkan diri ke bank untuk mengurus masalah buku tabungan dan ATM. Mengantri hampir dua jam untuk layanan yang tidak lebih dari dua puluh menit. Perutnya keroncongan dan memutuskan untuk makan di kedai yang menyediakan beragam olahan mi. Memesan mi bebek goreng dan segelas es teh. Ia sedang makan dengan lahap saat beberapa orang memasuki kedai. Khaelia tidak melihat mereka sampai salah satu dari orang itu meneriakkan namanya.
"Khaelia? Ini kamu? Nggak nyangka ketemu di sini."
Khaelia mendongak, menatap terkejut pada dua laki-laki dan tiga perempuan yang mendatangi mejanya. Ia mengenal semua orang ini sebagai mantan teman sekantor dulu. Satu sosok laki-laki muda dengan kemeja biru tersenyum padanya.
"Khaelia apa kabarmu?"
Bagaimana ia harus bereksi saat bertemu dengan mantan kekasihnya. Yardan menarik kursi dan tanpa diundang duduk tepat di sampingnya.
"Aku mendengar kamu sudah mendapatkan pekerjaan baru setelah minimarket tutup karena perampokan. Benar itu?"
Khaelia mengangguk pada Yardan. "Yup, benar sekali."
Empat orang lain seketika ikut duduk, salah satu perempuan yang dulu adalah teman satu ruangan Khaelia bernama Rini mengetuk permukaan meja dengan senyum semringah.
"Beberapa Minggu lalu aku bertemu sepupumu. Katanya kamu kerja jadi admin gudang?"
"Begitulah."
"Kerja malam?"
"Ya."
"Kenapa mau kerja malam? Memangnya kamu nggak bisa dapat kerja saat siang?"
Khaelia tidak suka intrograsi seperti ini. Sangat berharap bisa cepat pergi dari sini. Nyatanya tidak semudah itu melakukannya. Rini tertawa, entah apa yang lucu.
"Yardan, sepertinya Khaelia masih cinta sama kamu. Lihat sikapnya malu-malu begitu."
"Benarkah begitu?" tanya Yardan.
Mi dengan bebek goreng masih tersisa setengah di dalam mangkok dan Khaelia kehilangan selera makan. Ia mengelap bibir dengan tisu, menatap Rini yang masih tersenyum lalu pada Yardan yang memandangnya dengan pongah. Orang-orang di sekitar mereka melontarkan lelucon tentang hubungannya dengan Yardan yang sudah berakhir dan itu membuatnya muak. Ia tidak habis dengan orang-orangn ini yang menganggap Yarda sangat sempurna.
"Aku sudah selesai makan. Harus pergi sekarang!"
Rini menarik tangannya. "Hei, masih siang. Kita bisa mengobrol dulu."
Khaelia melepaskan cengkeraman perempuan itu. "Sorry, aku harus ke rumah sakit."
"Sombong! Baru jadi admin gudang sudah angkuh sekali!"
Tidak mengindahkan gerutuan Rini, ia bergegas meninggalkan restoran. Menyadari langkahnya diikuti Yardan saat laki-laki itu meraih bahunya dan menyentakkan hingga membuatnya berbalik.
"Khaelia, kenapa kamu ini? Kita lama nggak ketemu, kenapa kamu jadi nggak sopan?"
Khaelia mengernyit. "Memangnya aku harus bersikap sopan bagaimana lagi? Mencium tangan kalian satu per satu?"
"Kenapa sinis begitu? Jangan bilang yang diucapkan Rini itu benar kalau kamu masih ada perasaan untukku?"
"Please, Yardan. Nggak semua orang suka diingatkan dengan masa lalunya."
Yardan tersenyum tipis, melepaskan cengkeraman di bahu Khaelia dan menyentuh dagunya. "Kamu cantik, Khaeli. Tubuhmu juga sexy sekali. Sayangnya kamu tidak ada inisiatif dan pasif seperti batu. Harusnya kamu intropeksi kenapa aku berselingkuh."
Khaelia terbelalak lalu tertawa lirih. Tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Yardan mengatakan dirinya terlalu pasif hanya karena menolak berhubungan badan. Sungguh pandangan di luar logika.
"Terserah kami mau ngomong apa. Pintaku hanya satu, semoga kita nggak ketemu lagi di mana pun itu!"
Kali ini Khaelia berlari menuju jalan raya, menyetop taxi dan masuk segera. Ingin secepatnya menghilang dari orang-orang yang membuatnya muak. Hari ini nasibnya sedang sial karena bertemu mereka. Ia menyesal sempat merindu teman-teman lamanya itu, pada akhirnya tidak ada yang benar-benar menganggapnya teman. Semua orang memperlakukannya tak ubahnya hanya sekedar kenalan biasa, padahal dulu mereka bekerja di kantor yang sama untuk waktu yang cukup lama.
Tiba di kontrakan, Carter menelepon. Mengatakan pada Khaelia untuk tidak pergi ke kantor.
"Berikan alamat kontrakanmu, sopir akan menjemput dan membawamu ke rumah. Ada hal penting yang harus kamu lakukan di sini."
Khaelia terbelalak bingung mendengarnya. Ia tidak sempat bertanya dan Carter memutuskan sambungan. Ia bergegas mandi, berpakaian rapi layaknya ingin bekerja dan menunggu sopir datang menjemput. Sebuah mobil mewah warna merah berhenti di depannya dan menarik perhatian orang-orang. Sopir membuka pintu dan membantunya masuk.
Saat kendaraan meluncur di jalanan, hati Khaelia berdegup tidak nyaman. Pertama kalinya ia pergi ke rumah konglomerat dan berharap tidak ada masalah. Ia dibawa masuk ke area perumahan mewah dengan jalanan lebar serta mulus. Di samping kanan kiri berderet pepohonan. Tiba di depan rumah besar berlantai lima yang menyerupai istana, mobil merah yang dinaikinya berhenti. Diantar sampai undakan dan seorang pelayan berseragam menyambutnya.
"Silakan ikuti saya Miss Khaelia. Tuan Carter sudah menunggu Anda."
Khaelia mengangguk, mengikuti langkah pelayan itu dengan jantung berdetak tidak menentu.
.
.
Di karyakarsa update bab baru.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro