Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

🌕9

"Kecepatan bukan hanya tentang berlari lebih cepat dari yang lain, tetapi juga tentang mengetahui kapan harus berhenti dan memahami arah yang sebenarnya."

***

"Quinsi!" suara berat Barseba menggema, diikuti Alatas yang tak kalah terengah-engah. "Bagaimana bisa kamu secepat itu? Dan—apa kamu menangkap Midnight?"

Aku menggeleng. Mataku masih terpaku ke arah gelap di balik pepohonan. Bayangan yang tadi kuburu telah lenyap, hanya ada badak bercula satu yang tadi ditunggangi Alatas dan Barseba. "Itu bukan Midnight," suaraku serak, mungkin karena napasku masih belum sepenuhnya pulih. "Itu Hermes."

Aku mendengar derak dedaunan ketika Barseba menghentikan langkahnya. "Apa?" Nadanya tidak menyiratkan kebingungan, tapi ketidakpercayaan yang begitu kentara. "Hermes? Hermes yang itu?"

Aku mengangguk, menatapnya lekat-lekat.

Barseba dan Alatas saling bertukar pandang. Bahkan dalam kegelapan, aku bisa melihat bagaimana ekspresi mereka berubah. Hermes bukan sekadar nama. Dia adalah legenda khatulistiwa, pria yang namanya sering disebut dalam bisikan penuh kagum dan ngeri. Seseorang yang keberadaannya bahkan diragukan, karena hanya sedikit yang pernah melihatnya dan hidup untuk menceritakan kisahnya.

"Jangan bercanda, Quinsi," suara Alatas terdengar lebih tenang, tapi ada ketegangan yang sulit disembunyikan di balik nada suaranya. "Kau yakin itu Hermes? Bukan orang lain yang mirip?"

Aku mengembuskan napas panjang. "Raguku hanya bertahan dalam satu tarikan napas pertama, Alatas. Begitu melihat caranya bergerak, bagaimana dia menghilang dalam bayang-bayang seolah menjadi bagian dari hutan ini... aku tahu itu Hermes. Nama yang sama dengan dewa Yunani yang lincah dan gesit. Tak mungkin ada orang lain yang secepat Hermes, kan?"

Keheningan menyergap kami bertiga. Hanya suara malam yang terus bersenandung tanpa henti.

"Lalu, kalau dia Hermes..." Barseba akhirnya bersuara, tapi suaranya lebih pelan, nyaris berbisik. "Apa artinya dia ada di sini? Apa dia juga mengejar sesuatu? Atau malah melindungi sesuatu?"

Itu pertanyaan yang sama yang berputar-putar di kepalaku sejak aku melihat sosok Hermes. Jika dia benar-benar ada di hutan ini, itu berarti sesuatu yang lebih besar sedang terjadi. Hermes tidak akan bergerak untuk sesuatu yang remeh.

"Dia mengujiku," kataku pelan. "Aku tahu itu. Dia tidak benar-benar mencoba kabur. Dia hanya ingin melihat apakah aku menarik untuk dijadikan tandingan sebagai murid baru, begitu menurutku. Aku juga bertanya tentang keberadaan Midnight."

Alatas mengumpat pelan. "Dan hasilnya?"

Aku memalingkan wajah, menatap kegelapan yang telah menelan Hermes sepenuhnya. "Tidak ada. Dia tidak mengenalnya, padahal dia legenda Khatulistiwa, kan?"

Kali ini, keheningan yang menyusul lebih berat.

"Tidak ada yang bisa mengalahkan Hermes dalam hal kecepatan. Mungkin dia terlalu sombong sampai tidak mengenal penghuni Khatulistiwa lain seperti Midnight," kata Barseba akhirnya, seolah ingin menyelamatkan harga diriku. "Itu bukan kekalahan, Quinsi. Itu hanya... bukan rezeki kita. Kita masih punya waktu untuk mencari Midnight."

Tapi tetap saja, itu menyesakkan. Aku sudah kehilangan Kak Isaac, melewati malam dalam sepi, menaklukkan portal aneh ke dunia yang tak kukenal bersama Midnight, tapi kali ini aku merasa seperti bocah yang baru belajar berlari. Hermes bahkan tidak berniat menganggapku serius tentang Midnight. Dia hanya mengujiku, dan aku gagal memenuhi harapannya.

Alatas seketika mengepalkan tangan. "Kita harus mencari tahu apa yang dia lakukan di sini. Jika dia benar-benar mengincar sesuatu, maka kita dalam bahaya. Jika dia malah melindungi sesuatu, maka kita dalam masalah yang lebih besar lagi."

Barseba mengangguk, sementara aku masih sedikit ragu. "Kamu yakin kita bisa menghadapi Hermes? Maksudku... kita tahu bahwa dia kuat. Tapi seberapa kuat?"

Aku terdiam sesaat, mengenang kembali pertemuan singkatku dengannya. Meski hanya berlangsung beberapa menit, aku bisa merasakan perbedaan besar di antara kami. Gerakannya ringan, seperti angin yang tidak bisa ditangkap. Kecepatannya melampaui batas manusia. Tapi yang paling menakutkan bukan itu—melainkan ketenangan dalam tatapannya. Dia tidak melihatku sebagai ancaman. Bahkan mungkin, dia tidak benar-benar menganggapku lawan yang setara.

Barseba menggigit bibir. "Jika legenda-legenda yang kudengar benar, maka dia adalah yang tercepat di antara kita semua. Dan dia mungkin lebih kuat dari yang bisa kita bayangkan."

Alatas kembali mengumpat. "Lalu apa yang kita lakukan? Tetap mengejar Midnight, atau...?"

Aku mengambil napas panjang. "Kita tetap mengejar Midnight. Tapi kita harus berhati-hati. Karena kali ini, kita mungkin bukan satu-satunya pemburu di hutan ini."

Alatas membuang muka.

Barseba melirikku, sepertinya mulai kesal dengan keteguhanku untuk mencari Midnight. "Quinsi, aku rasa kamu harus mendengar legenda Khatulistiwa. Agar kamu bisa paham seberapa khawatir kami dengan keadaan ini." Dia berubah serius. Barseba yang kikuk kini berubah menjadi fokus. "Biar aku jelaskan..."

Barseba menceritakan legenda itu.

Pada zaman dangkalan sunda perlahan ditelan lautan saat akhir zaman es, manusia berebut kehidupan. Tanah yang dipijak dan tempat untuk mendirikan pondasi kian berkurang, maka pecahlah pertumpahan di antara mereka. Tipu daya dan kekejaman. Mereka melupakan Tuhan, termasuk alam.

Alam menangis terdesak di saat daratan mulai berkurang. Manusia tak mempedulikan nyawa-nyawa yang terenggut. Hewan dan tumbuhan, semua mati sia-sia. Mereka meminta juru selamat kepada Tuhan, dan Ia menyelamatkan mereka.

Tuhan mengilhamkan rahmat kepada empat makhluk. Mereka disebut Legenda.

Arwana. Badak. Cendrawasih. Dan... naga.

Naga adalah penjaga manusia. Ia akan mengintai tanpa terlihat. Jika manusia berani melukai alam, ia tak segan untuk memanggil bala bantuan. Badai akan mengamuk dan petir akan meraung. Naga adalah penjaga.

Cendrawasih adalah penjaga langit. Ia mewarnai angkasa dengan bulu-bulunya yang indah. Polusi udara dan cahaya, ia akan menghilangkan pencemar dengan pesonanya. Aurora akan tampak berdansa di langit, dan embusan angin sepoi-sepoi tetap bergantian membelai tengkuk setiap makhluk.

Badak adalah penjaga bumi. Ia memastikan daratan masih bisa dihuni. Tumbuhan tetap tumbuh subur, dan hewan-hewan punya tempat untuk tidur.

Terakhir arwana. Dia adalah penjaga lautan. Ia adalah sumber kehidupan. Tanpanya semua makhluk akan mati. Karena itu dia dipercaya sebagai Legenda tertinggi.

Keempat Legenda itu bergabung untuk menyatukan rahmat Tuhan. Dan terbentuklah daratan kecil di ujung timur Pulau Jawa. Ketika lautan kian meninggi, daratan itu tidak pernah tenggelam, malah terus bertambah memakan laut. Delta terbentuk dan semakin lebar.

Di tempat itu, semua berjalan harmonis. Tak ada yang bisa memasuki tempat itu kecuali mereka yang dirahmati. Semua energi semesta berkumpul di satu tempat yang sama. Seluruh makhluk yang mendekati tempat itu bahkan bisa merasakan tekanannya.

Takut, kagum, dan penuh ketertarikan.

Para Legenda menjaga tempat itu hingga sekarang. Rahasia masih terjaga, tanpa ada seorang pun yang tahu. Karena itu, selamat datang di bumi yang dirahmati.

Tempat itu bernama Khatulistiwa.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro