Bab Tigapuluh Empat
Abu tersentak begitu mendengar bunyi itu. Lantas ia bangkit dan melangkah perlahan. Diikuti oleh Red di belakangnya. Abu membuka pintu balkonnya perlahan. Sejenak, ia celingak-celinguk sampai berkali-kali melihat ke bawah. Takutnya ada anak kecil yang iseng melempari balkonnya menggunakan batu.
Namun nihil. Tak ada siapa pun di bawah. Bahkan hanya terdengar bunyi jangkrik begitu ia sampai di sana. Abu kembali melihat kanan dan kirinya. Pun dengan Red. Hingga mata hitam Red, menemukan sesuatu di dekat pot bunga.
"Bu, itu...," ujar Red.
Segera Abu melihat apa yang sedang Red tunjuk. Matanya menangkap sebuah box berukuran lebih kecil dari box yang mereka temukan di sekolah tadi. Dengan perlahan, Abu mengambil box itu. Membawanya menuju kasur besar miliknya.
"Jangan bilang kalau isinya bangkai tikus," komentar Red begitu Abu hendak membukanya.
"Ngaco."
"Kan kali aja, Bu. Duh, gue udah parno duluan ini." Abu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Tangan besar Abu perlahan membuka kotak box itu. Sejenak melihat, keduanya merasa tidak ada yang aneh. Tak ada bangkai hewan, ataupun boneka dengan bercak darah. Hanya ada sebuah kertas. Atau mungkin ... Foto.
Red beralih mengambil sebuah kertas yang tepat berada di paling atas tumpukan yang entah apa itu. Ia membukanya perlahan, kemudian menatap Abu. Meminta persetujuan untuk membaca isi dari surat tersebut. Tanpa pikir panjang, Abu segera mengangguk.
"Kau ingin mencari pelakunya? Atau kau ingin lebih dulu kubunuh?" Red membacanya cukup keras.
Red menatap Abu kembali. Ia paham maksud pesan ini. Maksudnya adalah, mereka dilarang mencaritahu pelaku di balik semua ini. Dan si pelaku yang mengirimkan surat ini juga bermaksud jika mereka nekat mencari tahu lebih jauh, mereka akan dibunuh. Kurang lebihnya seperti itu.
"Apa pun resikonya kita harus cari tahu pelaku itu. Apa pun! Gue enggak peduli sekalipun nyawa gue jadi taruhannya. Gue nggak peduli," kata Abu.
Mendengar sepupunya berkata seperti itu, sontak membuat Red juga ingin melakukan hal yang sama. Tak peduli jika nyawanya harus menjadi korban.
"Gue juga."
Kemudian Abu membuka kertas yang ternyata berisi beberapa foto. Ia maupun Red menahan napas begitu melihat apa yang ada di foto itu. Foto yang menggambarkan beberapa jenis pola korban pembunuhan. Yang pertama, foto jenazah yang telah dimutilasi. Kedua, foto jenazah yang tertembak di kepala dan dadanya. Ketiga, foto jenazah tanpa kepala, dan yang terakhir adalah foto jenazah dengan sayatan panjang dan banyak di sekujur tubuhnya.
Satu lagi. Ada sebuah kertas kecil yang bertuliskan 'pilih yang mana'.
"Gila. Ini benar-benar gila." Red menggeleng tak percaya. Yang sebenarnya lebih ke takut.
Abu bergegas bangkit. Membawa semua benda yang baru saja ditemuinya.
"Lo mau ke mana, Bu?"
"Mau bakar ini semua."
Kemudian, derap langkah tergesa-gesa dari mereka berdua memenuhi rumah. Dan lagi, tanpa mereka sadari, seseorang kembali mengamati dari balik pintu.
.
Malam semakin larut. Di tempatnya, Tito baru saja terbuai dalam mimpi. Cowok itu terlihat damai dalam tidurnya. Meski kenyataannya sebuah mimpi menggangu tidur nyenyaknya.
Dalam mimpinya, Tito bertemu seorang wanita yang begitu familiar, namun Tito tak tahu siapa wanita itu. Ia merasa pernah berkali-kali bertemu tapi masih belum jelas, siapa gerangan wanita tersebut.
Tito terdiam, kala wanita itu meraih tangannya. Menggenggamnya erat kemudian membawanya pergi. Perlahan namun pasti Tito merasa ia seolah melintasi sekolahnya. Masuk ke dalam sebuah gang yang lumayan besar. Hingga akhirnya berhenti pada suatu tempat.
SMK Tanjung.
Bersambung...
270119
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro