Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab Empatpuluh Dua

Apa yang baru saja mereka dengar langsung membuat mereka merasa lemas. Terkejut, sedih, tak menyangka, tak percaya dan berbagai perasaan lainnya berkecamuk dalam hati. Teman mereka. Sahabat mereka. Bahkan dua orang yang sudah dianggap seperti saudara tiba-tiba pergi setelah beberapa saat bersikap aneh.

"Ini nggak mungkin, pasti nggak mungkin. Polisi itu pasti bohong, gue yakin itu." Tito dengan rasa tak percayanya menyanggah kabar itu dengan suara lirih.

Abu memasang kembali jaketnya. "Kita ke rumah sakit sekarang."

Dan yang lain pun sepakat melakukan hal yang sama.

Begitu sampai di rumah sakit, dengan tergopoh-gopoh, mereka langsung menanyakan ke petugas resepsionis. Hal yang terjadi selanjutnya benar-benar membuat mereka terkejut. Petugas resepsionis itu menunjuk kamar jenazah saat mereka bertanya mengenai kecelakaan yang baru saja terjadi.

Dengan kaki yang sudah lemas, mereka sampai di sana. Ada sekitar lima orang polisi yang menjaga. Mereka mendekat, untung saja mereka langsung diperbolehkan masuk begitu polisi bertanya siapa mereka.

Dan yah, memang benar. Andre dan Lutfi telah terbujur kaku di sana. Dengan wajah yang hampir tak terbentuk saking kerasnya benturan yang mereka terima.

Abu, Red maupun Tito menangis saat itu juga. Meminta maaf sebesar-besarnya pada kedua orang tua Andre dan Lutfi. Juga menyesal mengapa mereka tak memutuskan untuk mengikuti mereka saja.

Hingga tiba-tiba, "Ini." Salah seorang polisi dengan tubuh tinggi nan besar memberikan dua carik kertas yang sudah berlumuran darah, namun tulisannya masih terbaca.

"Ini tadi dipegang oleh kedua korban. Menurut saksi yang melihat kejadian, kertas ini ada saat mereka hendak dibawa ke ambulans. Diduga ada yang sengaja menaruhnya. Ini aneh. Tenang saja, kami akan terus berusaha mencari pelaku tabrak lari ini," lanjut polisi itu.

Abu yang menerimanya. Di saat teman dan sepupunya itu sedang terpuruknya. Ia membaca isi dari kertas itu. Sama. Kedua kertas berisi pesan yang sama dan dalam tulisan yang sama. Abu memfotonya sebelum akhirnya dikembalikan kepada polisi tadi.

Ini akibatnya jika kalian terus berusaha mencaritahu siapa aku.

Abu menghela napas saat kembali membacanya. Itu berarti mereka berdua tahu sesuatu di balik misteri ini. Namun si pelaku mengancam dan terlalu gesit bertindak. Pelaku tak ingin kedua temannya membocorkan rahasia yang mereka ketahui dengan membunuhnya.

Ya, pelaku pasti dengan sengaja membunuh kedua temannya. Abu menggeram. Suatu saat, akan ia balas semua perbuatan pelaku. Abu tak akan memberinya ampunan. Sungguh demi apa pun.

.

Pemakaman kedua teman mereka telah selesai dilaksanakan sejak setengah jam yang lalu. Banyak pelayat yang datang. Guru-guru di sekolah mereka, teman-teman mereka, sanak saudara dan para tetangga. Tak sedikit pula yang memberikan kekuatan lewat kata-kata pada mereka bertiga.

Sejam berlalu sejak pemakaman selesai. Namun mereka belum mau beranjak di tempat. Masih ada suatu hal yang harus mereka bicarakan. Tapi kesedihan membuat mereka kembali mengulur waktu.

Abu yang terlihat paling kuat di antara mereka bertiga. Oleh karena itu, Abu yang mengambil alih berbicara di atas dua makam yang masih basah itu. Atas usul Abu, makam mereka di tempatkan di tempat yang sama. Meski berbeda lubang, makam mereka tetap bersebelahan. Untung keluarga kedua belah pihak menyetujui. Kini, Abu berada di tengah makam mereka berdua. Sembari mengusap dua nisan yang tertulis nama kedua temannya.

"Selamat jalan kawan. Percayalah, gue, Red, Tito, ikhlas melepas kalian pergi. Maaf jika selama pertemanan ini berjalan, kalian terlihat paling tidak dihargai, padahal sebenarnya tidak. Maaf karena hal ini, kalian harus lebih dulu pergi dari kita. Gue janji Dre, Lut. Gue janji bakal nemuin pembunuh kalian. Gue janji dia akan sama menderitanya dengan kalian. Gue janji."

Red dengan sisa kesedihannya, menyahut. "Gue juga janji bakal bantu Abu nyari pelaku dan usut semua sampe tuntas."

Pun begitu dengan Tito. "Gue enggak akan pernah bisa maafin diri gue sendiri kalau gue enggak berhasil nemuin tu orang. Makasih udah jadi saudara gue. Maaf gue sering ribut sama kalian. Kita pergi dulu."

Mereka perlahan pergi. Tanpa sadar, apa yang mereka lakukan didengar seseorang dari jauh.

Bersambung...

020219

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro