Bab Duapuluh Tiga
"Red! Lo liat apaan dah sampe begong begitu?"
Keempatnya sontak menoleh begitu mendapati Red sedang melamun, menatap lurus jalan raya di depan mereka. Sedang Red yang ditatap pun mengerjab. Baru menyadari jika kini teman-temannya tengah menatapnya heran.
"Gue liat mobil kepala sekolah tadi." Red menjawab lirih.
"Hah?!" Serempak, mereka menyuarakan ketidakpercayaan mereka.
"Serius. Gue enggak sengaja liat mobil kepala sekolah lewat sini, abis itu belok ke sekolah."
"Oke. Gue percaya." Dan Tito yang pertama kali menyuarakan kepercayaannya.
"Ngapain kepala sekolah malem-malem ke sini? Bukannya jam operasionalnya dia sampe jam pulang sekolah, ya."
Red membenarkan dalam hati apa yang Andre ucapkan. Sedangkan yang lainnya diam. Sibuk bertanya-tanya dalam benak mereka dan berusaha mencari tahu apa yang sebenernya Kepala Sekolah mereka lakukan malam-malam seperti ini. Jujur saja, ini mencurigakan.
Namun mencurigakan tidaknya, mereka tak bisa langsung menuduh begitu saja. Mereka paham akan hal ini. Oleh karena itu, malam ini mereka akhiri dengan tanda tanya besar. Mengapa bisa malam seperti ini Kepala Sekolah mereka datang.
.
Dan malam kini berganti. Pagi yang cerah namun tak secerah hati murid kelas XI-IIS-3. Bukannya apa. Mereka kini tengah dirundung duka. Duka yang datang tiba-tiba dari salah seorang di antara mereka.
Kehilangan begitu erat terpatri di wajah mereka. Bahkan terlihat jelas di tiap-tiap siswa. Tak terkecuali mereka berlima. Sungguh, kabar ini membuat mereka terkejut luar biasa.
Padahal kemarin, mereka masih bisa melihat orang itu ada. Teman mereka masih ada. Masih tertawa juga tersenyum. Bahkan masih bisa menjahili salah seorang dari mereka. Kini ia tiada. Membawa kabar yang benar-benar terasa duka.
Afi. Teman mereka, telah berpulang.
Ketidakpercayaan sungguh memasuki relung hati mereka. Seburuk apa pun Afi. Mereka masih bisa merasa kehilangan seperti ini. Begitu pula yang terjadi pada Red, Abu, Tito, Andre dan Lutfi. Bahkan mereka masih mengingat jelas bagaimana Afi menceritakan kejadian yang ia alami kepada Eno, teman sebangkunya. Dan mereka turut mendengar.
Namun berbeda bagi Abu. Ia merasa ada yang tidak beres dengan kematian Afi yang begitu mendadak. Jujur saja Abu juga turut merasa kehilangan, namun ia juga merasa heran mengapa bisa ini terjadi pada Afi yang sebelumnya baik-baik saja.
Bahkan Eno pun tidak tahu, Afi pergi disebabkan oleh apa. Yang ia tahu, pagi buta tadi, orang tua Afi mengabarkan bahwa Afi sudah tiada. Dengan maksud menyuruh Eno memberitahukan kepada pihak sekolah.
Yang Abu herankan, hanya mengapa peristiwa seperti ini bisa terjadi. Abu paham ini masalah takdir. Siapa pun tidak bisa melawan takdir dari-Nya. Seheran apa pun seharusnya Abu bisa melihat ke arah takdir. Namun sungguh, ini benar-benar membuatnya penasaran.
Ternyata tak hanya Abu yang berpendapat demikian. Juga Tito yang sedari tadi hanya diam dengan kepala menunduk. Tito yang kini mulai merubah menjadi pendiam itu diam-diam memikirkan hal ini.
Memikirkan apa yang Abu pikirkan. Mereka mempunyai pertanyaan yang sama. Namun tak bisa mendapatkan jawaban atas pertanyaan mereka.
Satu-satunya hal yang bisa mereka berdua lakukan adalah, mencari informasi. Yang berarti mereka harus bertanya langsung kepada orang tua Afi selaku orang yang pertama kali menemukan meninggalnya Afi. Ya, harus. Mereka harus mencaritahunya.
Tapi entah mengapa Abu langsung terpikirkan pada berbagai pesan yang beberapa hari belakangan ini menghantui mereka. Dan tentang wanita itu, apakah wanita itu yang ... Ah, tidak. Abu hanya terpikirkan oleh penampakan wanita tersebut . Tidak lebih.
Tapi, bisa jadi, bukan.
Bersambung...
180119
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro