Bab Delapan Belas
Malam kini merajai langit mereka. Gelap dan dengan pencahayaan remang-remang. Jika bukan karena suruhan oleh ketua kelas mereka untuk datang di acara peresmian ekskul baru, mereka berlima enggan kembali ke sekolah. Malam-malam pula.
Andre dan Lutfi jadi teringat kisah-kisah seram yang sempat beredar di sekolah mereka ketika awal-awal mereka datang ke sekolah ini.
Dan kebetulan sekali Andre ingin ke toilet. Ia mengajak Lutfi untuk ikut bersamanya. Menemaninya menunaikan hasrat ke toilet. Awalnya Lutfi menolak, namun melihat Andre yang sepertinya sangat-sangat tak tahan lagi, tak tega, akhirnya Lutfi mengiyakan.
Letak toilet laki-laki yang amat jauh dengan lapangan tempat acara sedang berlangsung, membuat Lutfi merasa cukup merinding. Angin sepoi yang membelai tubuhnya juga suara daun-daun yang terkena angin malam, juga suasana sepi membuatnya merasa seperti ada di dalam film horor.
Namun Lutfi berusaha untuk tidak takut atau terlena dengan suasana yang sebenarnya lumayan mencekam. Apalagi ia tengah sendiri. Menunggu Andre yang tengah menuntaskan kewajibannya di dalam sana.
Angin malam semakin membelai tubuh Lutfi. Suara-suara daun yang saling bergesekan kian menggema. Bahkan suara-suara pembukaan ekskul baru itu teredam oleh suara-suara daun ini. Sukses membuat bulu kuduk Lutfi berdiri.
Lutfi bergerak-gerak gelisah. Berkali-kali berjalan mondar-mandir demi menutupi rasa takut yang awalnya menghilang kini kembali membara. Apalagi Andre belum juga keluar dari dalam sana.
"Andre ngapain sih? Pipis apa BAB, astaga," gumamnya lirih.
Kini suara-suara daun seolah bukan lagi suara daun. Terasa semakin mencekam. Apalagi pendengarannya menangkap suara yang bukan termasuk suara daun.
Lutfi menoleh kanan dan kiri. Kosong. Tak ada orang selain dirinya di sini. Sungguh demi apa pun, Lutfi tengah menyumpah-serapahi Andre di dalam sana yang tak kunjung keluar.
"Fi"
"Aaargh." Seseorang menepuk bahunya keras, membuat Lutfi meloncak sembari berteriak.
Dan seseorang yang berhasil mengagetkannya hanya tertawa keras. Membuat Lutfi merengut masam. "Tai."
"Ulululu, jan ngambek dong." Andre membelai dagu Lutfi membuat Lutfi seketika menjauh, geli.
"Najis, bego." Mendapat balasan seperti itu membuat Andre semakin tertawa keras.
Mereka berdua melangkah meninggalkan toilet dengan tawa Andre yang masih belum reda. Sedangkan Lutfi sudah kesal setengah mati pada Andre.
Sesaat kemudian, tawa Andre mereda. Mereka berjalan dalam keheningan. Dan dalam keheningan, mereka merasakan sesuatu yang berbeda. Hawa dingin yang entah mengapa terasa sesak. Juga suara langkah kaki di belakang mereka. Andre menoleh ke belakang sebentar, lalu menatap Lutfi sebentar. Begitupun Lutfi. Hingga mereka berhenti melangkah.
"Ada yang aneh. Lo ngerasain nggak?"
"Apa?" Lutfi mengernyit heran.
"Ada yang ngikutin."
Diam sejenak. Sebenarnya Lutfi sudah merasakannya sejak mereka mulai melangkah. Namun ia takut untuk sekedar menoleh ke belakang apalagi menanyakannya pada Andre.
"Hmm."
"Jalan lagi, ah."
Mereka kembali melangkah. Dan sesaat kemudian suara langkah kaki itu kembali terdengar, semakin jelas. Mereka kembali terdiam. Tak lagi melangkah. Namun suara itu masih ada, tetap melangkah. Suasana semakin mencekam kala suara gesekan daun semakin terdengar nyaring.
Kedua pemuda itu saling pandang. Sebelum akhirnya sama-sama mendongak ketika mendengar suara tetes air berasal dari atas pohon di dekat mereka.
Mata mereka melebar begitu netra mereka sama-sama melihat, di atas sana. Terdapat sesosok entah manusia atau bukan. Memandang ke bawah dengan leher tergantung oleh seutas tali. Darah perlahan menetes dari lehernya. Mata memutih, dengan mulut menyeringai, sukses membuat Andre dan Lutfi berlari kalang-kabut.
Bersambung...
120119
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro