Bab 30 - Surprise!
Acara dinner super romantis yang aku rancang sejak minggu lalu akhirnya tiba juga. Aku berjalan penuh semangat setelah turun dari taksi. Alhamdulillah, malam ini langitnya lagi cerah, enggak mendung dan enggak berangin.
Aku menarik tangan Radit supaya dia berjalan lebih cepat sedikit. Kalau orang lain lihat, mungkin mereka pikir yang lagi ulang tahun itu aku, bukan Radit. Dari tadi dia kelihatan tenang-tenang saja, tanpa emosi berlebih. Ya sudahlah, yang penting dia mau menurut.
Radit sempat bad mood dan menolak untuk memakai outfit yang sengaja aku persiapkan untuk acara malam ini. Namun, karena sudah telanjur aku beli dan harganya juga lumayan mahal, mau enggak mau Radit tetap memakainya. Kan sayang kalau enggak dipakai. Aku sampai hampir menghabiskan setengah uang jajanku demi membelikan sweter yang dia pakai sekarang.
“Smile dong, Kak Radit Sayang .... Kan lagi ulang tahun. Masa cemberut terus?” godaku padanya. Radit hanya merespons dengan dehaman pendek. Dia kelihatan enggak nyaman, tetapi enggak mampu menolak. Pasrah banget.
Ya, ampun! Istri macam apa aku ini? Memaksa suami pakai sweter pink super imut yang bikin dia jadi pusat perhatian begitu kami masuk ke dalam restoran. Padahal aku juga pakai rok warna pink dengan motif bunga-bunga yang cukup ramai, tetapi kenapa orang-orang cuma melihat ke arah Radit doang, ya?
Untung saja, restoran yang aku pilih itu semi-outdoor dan aku memilih tempat duduk yang ada di luar. Jadi warna sweternya tersamarkan oleh pemandangan malam kota York. Sebenarnya antara tersamarkan atau malah kontras, sih. Sulit aku tentukan.
“Aku udah pesen makanan sama minumannya, Kak. Soalnya aku spesifik minta tanpa alkohol plus daging yang haram-haram,” kataku membuka obrolan.
“Oke, Mia. Tempatnya bagus, kok. Aku suka. Thank you, yah,” balas Radit. Aku mengangguk sambil tersenyum lega. Sepertinya Radit sudah enggak begitu kesal lagi sekarang.
“Oh ya, Kak. Tadi Mama nelfon, ngucapin selamat ulang tahun. Sama ngabarin kalau minggu depan Mama sama Papa mau datang ke York.”
Radit yang sedang minum air putih dari gelasnya langsung tersedak ketika mendengar kalimat terakhir yang aku bilang.
“Wah? Seriusan? Nanti mereka nginep di apartemen kita atau di mana?” tanya Radit kaget.
“Hm .… Belum tahu, Kak. Kemungkinan nginep di apartemen kita, sih. Eh, kamarnya kan cuma satu, ya. Gimana, dong?” Aku baru kepikiran hal ini sekarang. Bingung juga jadinya. Masa Mama sama Papa sudah datang jauh-jauh dari Bandung malah disuruh menginap di hotel? Kan enggak enak.
“Kita beli kasur tiup aja, gimana? Nanti kasurnya digelar depan TV. Mama sama papamu biar tidur di kamar kita,” saran Radit dengan mata berbinar.
Aku sangat tersentuh sekaligus terharu dengan idenya. Radit rela tidur di ruang keluarga supaya aku bisa puas melepas kangen sama Mama dan Papa. Jadi gemas kan kalau begini caranya.
“Makasih ya, Kak. Mia jadi terhura. Eh, terharu maksudnya,” balasku dengan nada super manis. Radit tertawa, lalu mengusap-usap rambutku.
“Apa sih yang enggak buat kamu? Lagi pula, kebetulan minggu depan ada pertandingan sepak bola. Yang tanding itu club kesukaan aku, jadi paslah. Aku bisa nonton sambil melukin kamu,” imbuhnya lalu tertawa bahagia.
Aku yang awalnya tersentuh, langsung menghela napas panjang. Ternyata … oh, ternyata. Ada udang di balik bakwan.
Seorang pelayan datang membawa kue ulang tahun beserta lilin yang sudah aku taruh di restoran tadi siang. Setelah dari kelas memasak, aku mampir ke restoran ini untuk mengantar kue ulang tahun Radit, hasil bikinanku sendiri. Dibantu sama Mr. Alex juga, sih. Sedikit doang tapi.
Aku membuat kue ulang tahun dengan isian kue lapis Surabaya, sesuai yang Radit request tadi pagi. Aku sengaja mempertebal kuenya sampai lima lapis supaya lebih besar dan bisa dimakan ramai-ramai dengan para pelayan restoran dan pengunjung lainnya. Baik banget kan aku.
Alunan lagu Happy Birthday yang biasanya aku dengar setiap ulang tahun, sekarang bergema di seluruh area restoran. Aku sudah menyusun konsep acara sedemikian rupa sampai memutuskan akan ada tiga kejutan malam ini. Nama konsepnya, triple kill combo ala Mia. Kejutan pertama sekarang sedang berlangsung. Aku mengambil alih kue ulang tahun dari tangan pelayan itu, lalu berjalan ke arah Radit yang sedang menatapku penuh haru.
“Ayo, make a wish dulu, Kak, sebelum tiup lilin,” instruksiku padanya. Radit berdiri di hadapanku, lalu memejamkan matanya untuk membuat permohonan.
Setelah lagu Happy Birthday selesai, para pemain band mulai menyanyikan lagu yang sudah aku pilih. Aku dan Radit kembali duduk sambil menikmati suara merdu penyanyi wanita yang berdiri di tengah panggung kecil tepat di seberang meja kami.
Radit sampai enggak berhenti menatapku dengan tatapan penuh cinta.
Lalu sekarang, saatnya untuk kejutan kedua. Penyanyi wanita berambut pirang itu turun dari atas panggung dan berjalan ke arahku. Dia mengulurkan tangannya. Memintaku untuk ikut naik ke atas panggung. Ini semua memang sesuai dengan rencanaku. Aku mau menyanyikan sebuah lagu buat Radit. Lagu yang berisi ungkapan hatiku selama ini padanya.
“Hm, hm. Tes, tes. Tes satu, dua, tiga,” kataku memeriksa kualitas suara sound system. “Good evening, everyone. Hari ini, suami saya yang ada di sana,” kataku dalam bahasa Inggris sambil menunjuk ke arah Radit, “sedang berulang tahun yang kedua puluh sembilan. Saya akan menyanyikan sebuah lagu, khusus untuknya. Selamat menikmati dan selamat makan.”
Lalu musik bertempo pelan mengalun, mengiringi jantungku yang sekarang sudah berdetak kencang dengan kecepatan seratus dua puluh kilometer per jam.
Baby, take my hand
I want you to be my husband
Aku bernyanyi sepenuh hati, dengan penuh penghayatan. Enggak lupa juga sedikit bergoyang mengikuti irama, supaya rasa tegang yang sedang terasa bisa sedikit berkurang. Selama hampir empat menit, mataku enggak bergeser sedikit pun dari sosok lelaki yang juga enggak berhenti memandangku. Terkadang dia sampai menutup mulutnya. Mungkin saking terharunya. Aku juga enggak menyangka bisa jadi istri romantis begini.
Kehadiran Radit seakan membangkitkan sisi baruku, yang sebelumnya enggak aku sadari. Aku hampir enggak pernah bernyanyi di depan orang sebanyak ini. Biasanya aku hanya menyanyi di depan keluarga dan kedua sahabatku saja di tempat karaoke. Malam ini, demi membahagiakan suami, aku memberanikan diri bernyanyi satu lagu penuh di hadapan sekitar hampir lima puluh orang. Aku terharu sekaligus bangga sama diriku sendiri.
Nyanyianku akhirnya sampai di penghujung. Alhamdulillah lancar dan semua orang memberikan reaksi positif. Mereka bertepuk tangan sampai aku tiba di dekat Radit yang tengah menantiku sembari berdiri gugup. Lelaki berlesung pipi dalam ini menyambut dengan langsung menarikku ke dalam pelukannya yang terasa begitu hangat.
“Mia. Seriously, aku enggak nyangka suaramu sebagus itu pas lagi nyanyi. Aku juga suka lagunya. Terima kasih, Istriku Sayang,” ucap Radit begitu melonggarkan pelukan dan menatapku penuh haru.
Aku tersipu, lalu terkekeh pelan. “Sama-sama, Kak Radit. Sekarang kita duduk, yuk. Mia malu, Kak. Orang-orang pada ngelihatin dari tadi,” jawabku dengan alis naik turun.
Radit jadi melirik ke kiri dan kanan, sebelum akhirnya membeku di tempat. Untungnya hanya sebentar. Setelah beberapa detik, dia bergerak pelan membimbingku hingga berhasil duduk di kursi. Dengan ekspresi yang dipaksa datar, Radit pun kembali ke kursinya dengan selamat. Aku mengulum senyum. Ingin tertawa tapi enggak tega. Takut Radit marah. Nanti gagal pula kejutannya.
Setelah masing-masing memakan dua potong kue, aku menyerahkan sisanya ke pelayan resto tadi untuk dipotong-potong dan dibagikan ke semua pengunjung. Sekarang saatnya kami menyantap hidangan utamanya. Aku memesan salmon steak with white sauce yang direkomendasikan oleh chef, karena menu ini enggak menggunakan alkohol dalam bahan-bahannya. Makanannya harum sekali. Rasanya juga enak banget. Tanpa perlu basa-basi, aku dan Radit segera menyantap hidangan tanpa berhenti tersenyum.
Ketika makanan di piring sudah habis, aku memberikan kode pada pelayan resto yang berdiri enggak jauh dariku, untuk menjalankan rencana kejutan ketiga. Beberapa detik kemudian, lampu-lampu yang menjadi penerang di area outdoor mati satu per satu. Beberapa orang sempat kebingungan dan kaget, begitu juga dengan Radit. Aku yang sudah tahu bisa bersikap santai-santai saja. Padahal dalam hati, aku berdoa semoga rencana terakhirku ini juga berjalan lancar.
Dengan secepat kilat, kembang api mulai menyala. Memelesat ke langit malam, lalu meledak hingga membuat gelap menjadi terang untuk beberapa saat. Ketika gelap mulai mendominasi lagi, kembang api lainnya muncul dan meledak bertubi-bertubi secara bergantian. Aku memesan sekitar dua puluh lima kembang api berukuran sedang hingga besar. Tadinya mau pesan lima puluh, tetapi takut kebanyakan.
Aku harus memperhitungkan perasaan pengunjung lain karena enggak memesan seluruh restoran hanya untuk aku dan Radit doang. Mulut Radit terbuka lebar dan membentuk bulatan sempurna. Matanya enggak beralih dari cahaya percikan kembang api yang memanjakan. Aku super bangga dengan rencanaku. Sepertinya aku sukses besar, nih.
“Mia, ini bagian dari surprise kamu juga?” tanya Radit begitu acara kembang apinya selesai dan lampu-lampu kembali dinyalakan. Aku mengangguk penuh semangat sambil menepuk kedua bahuku bergantian.
“Kakak suka, enggak?” Padahal aku sudah tahu jawabannya. Pasti dia suka, dong.
“Suka banget, Sayang. Sumpah deh, kamu bikin aku speechless banget sekarang. Aku enggak nyangka kamu bisa dapet ide bikin acara begini. Keren kamu, Yang.” Radit memujiku habis-habisan sampai bikin aku terbang melayang. Aku enggak berhenti tersenyum sembari tertawa dengan wajah yang berseri-seri. Radit juga sama.
“Aku penasaran, deh. Kamu ngeluarin biaya berapa untuk acara kejutanku malam ini?” tanya Radit tiba-tiba, keluar dari topik pembicaraan.
Aku kaget sampai enggak bisa berkata apa-apa. Sejujurnya aku juga enggak tahu ini total biayanya berapa. Tadi siang aku baru bayar down payment doang. Kata manajer restorannya, total tagihan akan dikasih tahu nanti setelah acaranya selesai. Aku, sih, menurut aja. Ini baru pertama kalinya aku bikin acara model begini, jadi enggak paham aturannya bagaimana. Apalagi ini di luar negeri, bukan di Indonesia. Buatku, yang terpenting bisa memberi kejutan ulang tahun yang enggak akan pernah Radit lupakan seumur hidupnya.
Aku menggeleng lambat. “Enggak tahu, Kak. Tapi Mia udah kasih nomor kartu kredit Kak Radit. Jadi, nanti setelah acara beres, biayanya dimasukin ke tagihan kartu kredit Kakak,” kataku jujur, sejujur-jujurnya.
Begitu Radit mendengar jawabanku, dia langsung menyebut dengan mata membelalak. “Astagfirullah .... Mia!”
Lalu ... suasana pun berubah tegang.
♡
"Lagi istighfar aja ganteng, suami siapa sih kamu," kata Mia.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro