Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 29 - Ulang Tahun Radit

Enggak terasa, sudah satu bulan lebih aku menikah dengan Radit. Hari ini dia ulang tahun yang kedua puluh sembilan. Sejak pagi, aku menjalankan misi bikin Radit kesal supaya pas aku kasih kejutan nanti malam, dia bisa lebih happy. Aku enggak yakin, sih, itu pemahaman yang benar apa enggak. Namun, ya, memang pada dasarnya aku anaknya iseng. Jadi aku putuskan untuk menjadi istri yang menyebalkan hanya untuk hari ini.

"Morning, my handsome husband but not so young anymore," celetukku ketika Radit muncul dengan setelan jas berwarna cokelat mudanya. Wajah tampan khas Asianya sudah terpampang nyata. Bikin aku senyam-senyum sendiri.

Sejak jam tujuh pagi, aku sudah bangun untuk membuatkan sarapan super mewah versi Mia. Aku bikin martabak mi yang terbuat dari mi goreng instan, telur, potongan sosis, dan daun bawang. Terus pas dipanggang, aku taburin keju mozarela di atasnya. Sumpah, enak banget, loh, ini. Kalau Radit enggak tiba-tiba muncul, mungkin aku sudah menghabiskan satu loyang sendiri.

"I'm still young, okay? Age is only a number for me," sanggahnya enggak terima. Aku mengangguk saja supaya dia senang.

"Aku panggil Om aja kali, ya, mulai sekarang? Soalnya biasanya Mia manggil laki-laki yang umurnya sekitar tiga puluh tahun ke atas pake 'Om'," tambahku lagi minta dijambak.

Radit memejamkan matanya sambil menarik napas panjang berkali-kali. Dia juga mengusap-usap dadanya yang bidang. Berusaha sabar menghadapi istrinya yang secara tiba-tiba berubah menyebalkan di hari ulang tahunnya.

"Mia. I'm still twenty nine. Enough with the number. So, where's my meal?" tegur Radit kesal. Aku jadi diam, enggak enak hati. Sepertinya candaanku tadi agak keterlaluan.

Radit duduk di kursi bar dan menyesap espresonya yang masih panas. Setiap pagi dia selalu minum kopi, enggak pernah terlewat walau sekali pun. Kadang aku membuatkan kapucino atau latte juga untuknya. Enggak selalu espreso terus. Tergantung yang stoknya ada di lemari saja.

Pekerjaan Radit yang katanya banyak banget membuatnya harus tetap terjaga sepanjang hari di kantor. Kadang aku heran, sih, sama dia. Kayaknya cinta banget sama pekerjaannya. Radit sempat cerita padaku kalau dia memang sedikit workaholic. Pekerjaan kantornya bisa bikin dia lupa makan, mandi, atau napas. Eh, salah. Kalau lupa napas, dia die, dong, entar. Jangan sampai, deh. Amit-amit.

"Sarapanku mana, Mia? Aku laper loh ini. Perutku udah mulai demo," gerutu Radit cemberut. Aku jadi garuk-garuk kepala. Bagaimana bisa aku lupa mengambilkan piring untuknya.

"Taraaa .... Sarapan spesial untuk orang yang spesial juga! Cobain, deh. Kak Radit tahu enggak ini apaan?" tanyaku setelah meletakkan piring dengan martabak mi yang berbentuk bulat sempurna.

Tingkat kematangan minya pas. Aku sengaja menambahkan saus sambal berbentuk hati tepat di tengahnya. Radit akhirnya tersenyum ketika melihat menu sarapan yang aku buat. Dia segera meraih garpu dan pisau untuk mulai memotong-motong martabak mi dan memasukkan satu per satu potongan ke dalam mulutnya.

"Enak enggak, Kak?" tanyaku penasaran. Radit mengangguk tanpa berhenti mengunyah. Kelihatan banget happy-nya.

"Nanti malem pulang jam berapa, Kak?"

"Palingan seperti biasa, sih. Aku usahain pulang lebih cepat, ya. Emang ada apa? Apa aku melupakan sesuatu?" tanya Radit pura-pura enggak paham. Dia mengamati ekspresi mukaku yang semringah enggak jelas. Mulutku dari tadi ingin senyam-senyum, tapi takut rencanaku ketahuan.

"Kan kita mau dinner .... Kakak enggak lupa, kan? Awas aja kalo sampai lupa! Mia udah booking restonya dari minggu lalu, loh!" kataku mewanti-wanti.

"Iyaaa, Mia. Aku enggak lupa, kok. Aku usahain pulang cepet, ya. Semoga aja bisa. Nanti mau berangkat jam berapa ke restonya?"

"Kalau bisa sebelum jam delapan, Kak. Kalau lewat dari situ, Mia pasti udah kelaperan. Entar senewen lagi. Jadi jangan telat, ya!" Sekali lagi aku mengingatkan Radit. Awas aja kalau dia lupa. Aku panggil "Grandpa" entar.

"Iyaaa, bawel. Sini cium dulu, dong. Kamu baru ngecup doang tadi subuh."

"Loh? Kan tadi malem udah dikasih jatah. Pake bonus lagi. Kakak udah lupa?" seruku dengan mata memelotot. Lalu aku mulai menyipitkan mata. "Tuh, kan .... Beneran udah tua. Mulai pelupa, ya, sekarang."

Radit langsung tersenyum super lebar dan jadi salah tingkah waktu aku membahas apa yang kami lakukan tadi malam sampai dini hari.

"Maaf. Inget, kok, inget. Sini cium dulu." Radit kembali menjorokkan mulutnya ke depan saking memaksa minta dicium.

"Ya udah, ya udah," balasku mengalah sambil berjalan ke arahnya. Aku memang niat mau cium-cium sedikit, sih. Entah kenapa, setiap lihat Radit pakai jas rapi begini aku suka tiba-tiba panas-dingin.

Begitu sampai di hadapannya, bibirku langsung mengecup bibirnya yang membentuk bulatan padat berwarna pink kemerahan. Meskipun bibirnya pedas karena habis makan sambal, enggak apa-apa, aku tetap suka. Warna bibirnya memang benar-benar menggugah selera. Kadang bikin aku ketagihan. Di mataku, bibirnya kayak permen, tetapi kalau sudah dikecup terasa kenyal kayak jeli.

"Udah, udah. Nanti telat, Kak. Mia juga mau ke tempat kursus masak, nih. Hari ini jadwalnya belajar bikin kue. Kak Radit suka kue rasa apa? Nanti Mia buatin," tanyaku setelah melepaskan tautan. Mata Radit masih menatapku sendu. Sekarang giliran aku yang salah tingkah.

"Aku mah apa aja mau. Asal kamu yang buat .... Eh, bentar! Aku suka kue lapis surabaya. Bikinin dong, Sayang," balasnya sembari masih berusaha menyosor ke arahku yang langsung kutepis dengan pelukan.

"Waduh, lapis surabaya? Yang warna kuning cokelat itu ya, Kak? Guru masak Mia tahu enggak, yah, cara bikinnya? Nanti Mia usahain deh, Kak." Aku melirik ke arah jam dinding. Enggak terasa ternyata sekarang sudah jam delapan lewat sepuluh pagi.

"Udah, ayo berangkat. Mia sekalian pergi," ajakku.

"Kamu udah mandi toh?" tanya Radit kaget. Aku jadi agak emosi dikira belum mandi. Padahal aku sudah mandi dari jam setengah tujuh pagi sebelum masak sarapan tadi. Sekarang juga aku sudah pakai baju pergi, cuma tertutup celemek saja. Masa enggak kelihatan kayak sudah mandi, sih?

"Mia udah mandi sebelum Kakak bangun, tahu! Nih, lihat!" kataku sembari membuka ikatan tali celemek untuk menunjukkan baju yang sedang aku pakai sekarang. Radit manggut-manggut sambil menilai dengan matanya.

"Cantik, cantik .... Tapi kamu bau mi, Sayang. Cuci muka sama semprot parfum dulu, gih. Aku sambil cuci piring sebentar," kata Radit menyarankan.

Aku menurut dan pergi ke kamar mandi. Ternyata mukaku juga lengket dan sedikit kotor. Hidungku langsung mengendus-endus bau baju yang aku pakai. Aroma mi goreng tercium pekat dari seluruh permukaan kain. Terpaksa ganti baju lagi, deh.

Aku bergegas ganti baju dan celana. Juga enggak lupa menyemprotkan parfum sesuai saran suami.

"Udah beres belum? Aku udah mau telat, nih." Radit sudah menungguku di ambang pintu, menyandar dengan wajah tampan sambil melipat kedua tangan di depan dada.

"Iya. Udah nih, Kak. Let's go!" seruku seraya menyambar lengannya. Kami turun bersama dan berpisah di depan pintu masuk gedung apartemen. Setelah puas memandangi punggung Radit yang perlahan menjauh, aku berbalik dan melanjutkan perjalanan ke tempat kursus masak yang baru seminggu ini aku ikuti.

Ini pertemuan yang kedua. Menurut jadwal, hari ini aku akan belajar cara membuat kue. Berhubung aku suka banget makanan yang manis-manis, semangatku sejak tadi pagi sudah menggebu-gebu sekali. Selama ini aku memang belum terlalu bisa masak. Terkadang, aku membantu Mbok Tina dan Mama masak, sih, tetapi enggak pernah yang rumit-rumit. Seingatku yang paling susah itu masak ayam kecap. Itu juga aku bantu potong-potong sayurannya saja.

Awalnya aku sempat optimis. Pasti gampanglah masak buat Radit, apalagi di zaman serbainstan seperti sekarang. Masak pakai bumbu masak instan saja sudah enak banget rasanya. Masalahnya, enggak mungkin kan seumur hidup aku memberi makan Radit pakai bumbu siap saji. Itulah alasan yang membuat aku memutuskan untuk mengambil kursus belajar memasak.

Aku memilih course international cuisine, supaya bisa tahu cara memasak macam-macam makanan dari berbagai negara. Karena itu, jadwal kursusku isinya bukan hanya cara memasak lauk pauk, tetapi juga ada cara membuat dessert. Minggu lalu aku belajar cara membuat makarun, dan hasilnya gagal total. Adonannya enggak mengembang, karena aku kurang lama mengocok putih telurnya. Satu kegagalan itu berujung pada kegagalan-kegagalan selanjutnya. Mulai dari permukaan makarun yang pecah sampai yang kempis. Namun, untuk soal rasa, untungnya masih enak. Minimal bisa dimakan, deh.

Setelah berjalan kaki hampir sepuluh menit, akhirnya aku tiba di tempat kursus yang terletak di ujung jalan yang sama dengan gedung apartemenku. Ketika pintu kaca transparan kudorong hingga terbuka lebar, suara seorang wanita muda terdengar menyapa.

"Good morning, Mrs. Mia," sapa Catherine dari balik meja resepsionis.

"Good morning, Ms. Catherine," aku membalas sembari berjalan melewatinya sebelum masuk ke kelas.

Ruang kelas memasakku ini luas dan interiornya juga keren banget. Modern dan bisa dibilang mewah. Aku langsung suka begitu survei kemari. Walaupun biayanya agak mahal, tetapi Radit enggak keberatan. Dia sadar kalau ujung-ujungnya dia juga yang dapat manfaatnya.

Aku duduk di salah satu meja yang masih kosong. Baru aku dan dua orang lain yang sudah datang. Ada Ella, wanita yang terpaut sepuluh tahun lebih tua dariku. Dia berasal dari Prancis, dan baru beberapa bulan tinggal di York karena alasan pekerjaan. Sementara yang satu lagi namanya Sam. Mahasiswa asli York, yang menurutku sangat statis. Dalam artian, dia enggak akan berbicara kalau enggak ditanya. Mingkem melulu kerjanya. Aku saja sampai kebingungan mengajaknya mengobrol, sewaktu pertama kali berkenalan. Jadi, informasi yang kutahu hanya sebatas nama dan asal.

Kedatangan Mr. Alex yang bertugas menjadi guru memasakku hari ini menjadi penanda kalau kelas akan segera dimulai. Aku bersiap sembari mencari-cari resep kue lapis surabaya di internet, yang rencananya akan aku buat siang ini. Semoga mahakaryaku hari ini enggak gagal, deh. Demi Radit, aku akan berusaha semaksimal mungkin.

Bismillah...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro