Bab 13 - Our First Kiss
♡
Begitu pintu kamar Radit buka lebar-lebar, aku tahu kalau situasi canggung pasti akan hadir lagi di antara kami. Dengan langkah penuh keraguan, aku berjalan masuk. Kedatangan kami disambut oleh suhu dingin yang langsung membuatku menggigil. Rasanya ingin cepat-cepat bilas lalu tiduran sambil memakai selimut. Semoga tidurku bisa nyenyak malam ini.
"Mia," Radit memanggil dari balik punggungku.
Seketika gerakanku terhenti, seperti dijeda berkat suara lembut yang keluar dari mulutnya. Aku tahu dia berada tepat di belakangku. Namun, saat ini rasa takutku lebih mendominasi. Jadi aku cuma berani bertanya tanpa melihat ke arahnya.
"Kenapa, Kak?"
Bukannya menjawab, tangan Radit malah menarikku hingga masuk ke dalam dekapan. Embusan napasnya terdengar dan terasa sangat jelas ketika tangannya perlahan menyingkap rambutku. Sentuhannya membuat bulu kudukku berdiri secara instan. Aku merinding. Hanya mampu diam mematung karena bingung harus bagaimana.
Hingga akhirnya, Radit melepaskan tautan dan memutar pelan tubuhku. Iris mata cokelatnya memandangku lekat-lekat sampai aku kesusahan bernapas. Sungguh, baru kali ini aku terbius hanya karena ditatap seorang lelaki.
Kemudian dia kembali memelukku, lebih erat dari sebelumnya. Aku baru menyadari kalau wangi Radit enak. Harum parfumnya langsung tercium jelas begitu kepalaku menempel di kemejanya. Kali ini aku juga membalas pelukan lelaki yang sudah sah menjadi suamiku dengan melingkarkan tangan di punggungnya.
"Thank you for being my wife, Mia," bisik Radit sambil menunduk agar bibirnya bisa tepat berada di telingaku.
Aku melonggarkan pelukan,dan dengan beraninya membalas tatapan Radit. Entah apa yang ada di pikiranku sekarang sampai bisa membuat aku nekat mengecup bibirnya. Hanya satu kecupan saja, kok. Sungguh. Maksudku cuma ingin berterima kasih juga sama dia. Bukan yang lain. Namun, ternyata kecupanku berhasil bikin Radit terperangah. Dia seakan enggak percaya dengan apa yang baru saja aku lakukan.
Butuh beberapa detik sampai akhirnya senyum itu mulai terulas dan lesung pipinya yang sejak awal memikatku muncul dengan sempurna. Aku merasa harus langsung menjelaskan. Kalau Radit pikir aku sudah biasa mencium mantan-mantanku kan, bisa gawat. Padahal, jujur saja. Tadi itu adalah ciuman pertamaku. Meski sudah pernah berpacaran sebelumnya, tetapi interaksiku dengan para mantan enggak pernah lebih dari sebatas berpegangan tangan dan saling berpelukan.
"Kak, maksudnya Mia, mau ngucapin terima kasih juga ke Kakak. Mia khilaf, Kak. Maaf ya, Kak. Jangan mikir aneh-aneh, loh," kataku terburu-buru. Untung saja aku enggak salah bicara. Padahal jantungku sudah berdetak enggak beraturan banget. Lemas rasanya.
"No, it's okay. Aku suka, kok," balasnya singkat, tetapi terdengar penuh makna. Radit memang jago banget bikin aku salah tingkah.
"Ya, udah. Kalau gitu ... Mia mau mandi dulu ya, Kak," balasku berusaha kabur dari situasi yang memalukan ini.
"Mau mandi bareng?" bisiknya, mengagetkanku.
Radit mengangkat kedua alis tebalnya. Matanya enggak berkedip. Dia tampak serius sekaligus seksi di waktu yang bersamaan. Akan tetapi, aku langsung menggeleng cepat sebelum terlambat.
"Mia mau mandi sendiri, Kak!" jawabku tegas.
Radit terlihat kecewa dengan penolakanku. Aku bisa melihat raut wajahnya berubah. Bibirnya juga melengkung ke bawah, bukan ke atas lagi.
"Mia ... lagi datang bulan, Kak," tambahku ragu-ragu.
Setelah mendengar penjelasan yang aku katakan, ekspresi Radit kembali semringah. Embusan napas lega langsung keluar dari mulutku. Tadi aku sempat takut dia sangka aku menolak karena enggak mau, padahal bukan itu alasannya.
"Kalo gitu ... untuk sekarang. Kita lanjutin yang tadi dulu," desahnya, sebelum benar-benar meneruskan kegiatan kami yang tertunda.
Finally, my first kiss!
Pecah telor juga kamu, Mia.
***
"Mia, udah dong nangisnya. Bulan depan Mama sama Papa nyamperin kamu ke sana, kok," kata Mama lagi untuk kesekian kalinya.
Semua yang mengantarku dan Radit berdiri mengelilingi kami. Awalnya aku masih kuat. Namun, begitu koper-koper sudah beres diturunkan semua dari dalam bagasi mobil, baru deh, terasa banget sedihnya.
Mama adalah orang kelima yang memintaku untuk berhenti menangis. Setelah Bunda, Teh Nuri, Nadhira, dan Aysha yang lebih awal aku peluk. Bahkan A Vidi yang biasanya menyebalkan dan selalu menemukan cara untuk menggodaku, mendadak berubah jadi manis sekali.
Tanpa aku pinta, dia membelikan green tea frappe dari kedai kopi kesukaanku. Dia juga tiba-tiba menyodorkan amplop putih tebal. Pas aku buka, ternyata isinya uang lima ratus pound. Lumayan, kalau dirupiahkan itu jadi sembilan juta lebih. Tumben banget.
Waktu aku tanya ini uang buat apa, katanya itu hadiah nikah buatku. A Vidi berpesan, cuma aku sendiri yang boleh pakai uangnya. Terserah buat apa, karena kalau Radit sudah punya banyak uang sendiri. Enggak tahu, deh, dia serius apa enggak. Giliran mau jauh aja baru baik. Coba dari dulu.
Virus menangis itu ternyata menular cepat banget. Sebelas dua belas sama virus menguap. Terbukti Nadhira dan Aysha juga ikutan menangis sesaat setelah aku mulai terisak. Kita bertiga kayak bocah banget, ya ampun. Empat tahun selalu bareng ke mana-mana, jelas bukan waktu yang sebentar. Pasti aku bakal kesepian banget tanpa mereka.
"Kalian berdua kok jadi ikutan nangis, sih? Gimana gue mau berhenti nangis kalo gini?" Tangisku malah semakin heboh. Radit geleng-geleng kepala sembari melihat prihatin ke arahku. Aku sudah bodoh amat, deh. Pasti dibilang cengeng habis ini.
Pelukanku sekarang beralih ke Papa. Sikap sok kuat beliau juga mulai runtuh. Kelopak matanya sudah basah. Kayak balon yang kepenuhan air. Ditusuk sedikit langsung tumpah semua. Papa menepuk-nepuk punggungku tanpa mengatakan apa-apa. Aku terus memeluknya, enggak mau lepas. Tangan Radit yang menyentuh pelan pundakku, akhirnya bikin aku terpaksa melepaskan tautan tangan yang bertengger di pinggang Papa.
"Udah, udah. Suamimu udah manggil tuh," bisik Papa.
Your attention please, passengers of Garuda Indonesia on flight number GA8328 to London please boarding from gate A26. Thank you.
"Itu penerbangan kita, Mia," kata Radit mengingatkan.
Meski sebenarnya enggan, aku enggak punya pilihan lain selain menurut. Setelah menghapus sisa-sisa air mata yang masih ada di pipi, aku kembali memeluk satu per satu keluarga dan kedua sahabatku.
"Mia, lo jangan buru-buru punya anak, ya. Tunggu gue punya pacar dulu," ujar Aysha waktu kupeluk.
"Please, deh, Ay. Ada-ada aja lo. Makanya buruan cari pacar," balasku seraya memeluknya sekali lagi.
"Iya. Lo jangan buru-buru. Nikmatin pacaran dulu sama Bebeb. Doain gue cepet nyusul lo ya, Mia." Kali ini Nadhira yang bersabda.
"Aamiinn. Moga-moga lo cepet dilamar, ya, Nad. Jangan lupa main ke York pokoknya kalo lo liburan. Enggak mau tahu gue." Nadia mengangguk sambil mengedipkan matanya.
Setelah memeluk semuanya, sekali lagi aku memeluk Papa dan Mama.
"Mia, ini simpen sama kamu, ya." Tangan Papa menyelipkan sebuah amplop kecil ke saku jaketku. Aku bertanya lewat tatapan bingung.
"Itu buat simpenan kamu. Pokoknya dipegang, ya. Kalo kamu butuh apa-apa, pake itu aja," jawab Papa sambil bisik-bisik.
"Makasih banyak, Pa." Papa adalah orang terakhir yang aku peluk sebelum aku dan Radit benar-benar pamit.
Finally, it's time to say goodbye.
Untuk terakhir kalinya aku berbalik sambil melambaikan tangan. Dengan air mata yang terus mengalir, mataku merekam setiap wajah orang-orang yang aku sayang. Rangkulan Radit berhasil membuat aku mempercepat langkah kaki. Padahal seingatku masih ada waktu satu jam lebih sebelum jadwal keberangkatan. Kami memang belum check-in, sih. Mungkin karena itu Radit terlihat enggak tenang sejak tadi.
"It's okay, Mia. Aku akan jaga kamu sebaik mungkin," kata Radit lembut. Iris mata cokelatnya menatapku teduh.
Setelah momen ciuman kami malam itu, hubunganku dan Radit jadi enggak secanggung sebelumnya. Walau kami masih saling memanggil nama, bukannya pakai panggilan sayang. Namun, semuanya tentu butuh proses. Baru juga tiga hari menikah. Lama-kelamaan juga pasti akrab.
Iya, kan?
Yeay, akhirnya Mia cuss ke Inggris nih, guys!
Honeymoon-nya bakal ke mana aja, ya?
Ada yang bisa nebak?
😁😁😁
Terima kasih banyak buat yang udah baca, vote, apalagi komen.
Love banyak banyak pokoknyaaa
❤️❤️❤️❤️❤️
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro