Bab 11 - Malam Resepsi
♡
"Mia, ya ampun, cantik banget kamu."
"Suaminya juga ganteng."
"Kalian cocok, deh, setelah dilihat lama-lama."
"Kyaa ... enggak sabar lihat anak kalian nanti. Pasti cantik sama ganteng!"
Begitulah kira-kira yang dikatakan oleh semua teman dan saudara-saudaraku yang datang ke acara resepsi pernikahanku dan Radit malam ini. Sekarang, kami berdua masih berdiri di pelaminan. Sebentar lagi acaranya selesai, tetapi para tamu masih betah duduk-duduk sambil berbincang.
Sesuai dengan permintaanku, acara resepsi diadakan di halaman rumput sebuah restoran yang berada enggak jauh dari hotel. Ukurannya cukup luas. Bahkan pihak WO juga bisa membuatkan lantai dansa di tengah area makan. Resepsiku mengambil tema internasional, jadi aku mengenakan gaun dan Radit mengenakan jas berwarna hitam. Lagu-lagu yang dinyanyikan band juga tentunya sesuai request dariku.
Sebagai penggemar berat film Twilight Series, aku meminta lagu A Thousand Year's yang mengiringi aku dan Radit saat pertama kali masuk ke area acara. Benar-benar mirip dengan dalam cuplikan film Breaking Dawn Part 1. Secara keseluruhan, semuanya sudah sangat mendekati pesta pernikahan yang aku impikan.
Saking asyiknya mengagumi dekorasi dan suasana pesta, aku sampai enggak sadar kalau Radit lagi memandangiku sejak tadi. "Kenapa, Kak?" tanyaku bingung.
"Enggak kenapa-napa, kok." Kepalanya Radit menggeleng kikuk.
"Oh .... Mia kira ada yang mau diomongin. Mia laper, deh. Sekarang jam berapa sih, Kak?" Aku mengeluh, sambil mengelus perut.
"Sekarang udah jam setengah sembilan, sih. Mau kubawain makanan?" ujar Radit menawarkan. Kepalaku segera menggeleng cepat.
"Nanti aja, Kak. Setelah acara selesai. Sebentar lagi juga beres soalnya. Masa mau makan sambil duduk di pelaminan? Ntar ada foto Mia masuk lambe lagi. Terus tulisannya begini, 'Pengantin Wanita yang Kelaparan Makan sambil Menunggu Tamu yang Mau Bersalaman'. Kan enggak lucu banget, Kak," candaku sambil tertawa.
"Lambe tuh apaan?" tanya Radit bertanya dengan muka polos. Aku terkejut mendengar pertanyaan yang keluar dari mulutnya.
"Kak Radit seriusan enggak tahu Lambe? Itu tuh, akun instagram yang isinya gosip-gosip artis sama selebgram. Eh, enggak, deh. Kayaknya semua yang viral diberitain di sana," kataku menjelaskan. Akhirnya Radit mengangguk paham sambil mengatakan kata oh yang panjang.
"Aku enggak tahu yang begituan, Mia," jawabnya.
"Ya, udah. Jangan dicari tahu, Kak. Enggak ada manfaatnya."
"Aku emang enggak niat cari tahu, kok. Kerjaanku udah banyak banget. Mana sempat aku baca-baca berita gosip begitu," sambung Radit serius. Kali ini giliran aku yang mengangguk sambil mengatakan kata oh yang panjang.
Iya juga, sih. Radit itu kan, sibuk banget. Mana sempat dia mengikuti berita gosip artis-artis. Eh, dia kan tinggal di Inggris sudah lama, ya. Lupa aku.
"Teh Mia, Mas Radit. Kalian udah bisa turun dari pelaminan, ya. Acaranya barusan udah ditutup," seru salah seorang panitia dari depan pelaminan.
Aku dan Radit mengangguk kompak. Mama, Papa, juga Bunda dan Om Sandi—kakak dari Ayah yang ditugaskan untuk menemani Bunda berdiri di pelaminan— ternyata sudah beranjak dari posisi masing-masing. Akan tetapi, enggak ada satu pun yang memberi tahu aku atau Radit. Tumben banget pada cuek semua.
Radit berdiri. Dia mengulurkan tangannya yang langsung aku raih. Kami berjalan berdampingan ketika menuruni panggung pelaminan. Adegan ini segera menjadi pusat perhatian beberapa saudaraku yang duduk enggak jauh dari posisi kami sekarang. Teh Nuri dan A Vidi juga ikut menyoraki.
"Cieee .... Makin mesra aja nih new couple," celetuk A Vidi sambil berteriak.
Kepalaku langsung menoleh ke arah asal teriakan, lalu menghujani sang tersangka dengan tatapan menusuk. Tatapan yang berhasil membuat kakak iparku itu beringsut duduk.
"Mia, Radit, sini," panggil Teh Nuri juga Teh Ranti yang duduk di satu meja.
Tangan Radit baru kulepas setelah berhasil duduk. Aneh, entah kenapa rasanya aku enggak ingin melepaskan tangannya.
"Kak, mau duduk di mana?" tanyaku saat melihat Radit enggak langsung duduk.
"Aku mau ngambilin minum sama makanan buat kamu. Katanya laper?" jawabnya memastikan.
"Oh... Ya, udah."
Begitu berbalik, Teh Nuri, Teh Ranti, A Vidi, dan A Geri—suami Teh Ranti—sedang memandangku sambil menahan tawanya masing-masing. Aku kaget, tetapi berusaha tetap tenang dan mengalihkan perhatian pada ponsel yang akhirnya bisa aku pegang lagi.
Sambil menunggu Radit datang, aku memeriksa setiap akun media sosial yang aku miliki. Sudah banyak foto dari teman dan saudara yang menandai akun milikku. Aku membuka fotonya satu per satu, dan menemukan foto yang diunggah di akun Instagram Nadhira.
Mendadak aku jadi kangen mereka. Tanpa aku sadari, napas pelan dan panjang berembus dari mulutku. Aku masih enggak bisa membayangkan, bagaimana hidupku nanti di York. Rasanya berat banget meninggalkan semua yang ada di sini.
"Hei, kamu kenapa melamun?" tegur Radit pelan, "ini, minum sama makanannya. Aku enggak tahu kamu suka yang mana, jadi aku pilih kira-kira aja tadi. Suka, enggak?" tambahnya lagi.
Aku melihat ke arah dua piring makanan yang ada di hadapan. Ternyata, pilihan Radit tepat. Aku suka kedua menu makanannya. Beef steak lengkap dengan kentang tumbuk dan saus jamur, juga sepiring spaghetti bolognese. Hm, yummy.
"Suka banget, Kak. Makasih, yah. Kak Radit enggak sekalian ngambil makanan juga?"
"Mau, kok. Aku ngambilin buatmu dulu."
Aih, baik amat suamiku ini.
"Oh .... Makasih banyak ya, Kak," jawabku sambil tersenyum.
"Sama-sama, Mia," balasnya ikut tersenyum.
"Uhuk, uhuk, uhuk."
Lagi Lagi-lagi suara jail yang sama, mendadak mencuri perhatian. Aku melengos, enggak ingin menanggapi. Namun, Radit dengan polosnya malah merespons dengan serius.
"A Vidi mau diambilin minum juga?" tanya Radit sopan. Kakak iparku itu langsung geleng-geleng kepala, dan kembali ke mode jaga image-nya. Namun, enggak lama kepala A Vidi malah bergerak mendekat ke kepala Radit.
"Dit, tahu, enggak?" Kakak iparku itu seakan-akan berniat memberi info penting yang aku yakin pasti berujung menggodaku lagi.
"Tahu apa, A?"
Aku menoleh ke arah Radit, dan menatapnya enggak percaya. Masa Radit sepolos itu, sih.
"Mia tuh, kayaknya udah kepincut deh, sama kamu," lanjut A Vidi. Aku langsung melirik tajam ke arahnya, tetapi kali ini A Vidi enggak terpengaruh.
"Masa, sih? Kok Radit bisa enggak tahu?" jawab Radit pura-pura kaget. Matanya melihat ke arahku dan mengamati raut wajah istrinya alias aku, yang mulai bersemu merah.
"Mia udah mulai posesif. Kayak kecarian gitu, pas kamu enggak ada." A Vidi masih saja berbicara pada Radit. Dalam hati aku sudah mengumpat beberapa kali.
Terkadang aku heran. Kenapa bisa manusia jail bin iseng seperti A Vidi yang jadi kakak iparku. Selera Teh Nuri memang unik. Malah terlampau unik.
Aku menoleh ke arah kakak perempuanku. Meminta bantuannya dengan mengedipkan mata. Untungnya tetehku langsung mengerti dan menutup mulut suaminya yang sudah siap berbicara, dengan satu buah jeruk yang kebetulan baru saja selesai dia kupas. A Vidi langsung batuk-batuk dan enggak jadi melanjutkan ulahnya. Lalu, terjadilah perdebatan tanpa kata-kata di antara mereka berdua.
Rasakan, tuh. Iseng, sih, sama Mia.
♡
Ini dia penampakan sang Kakak Ipar yang jail bin iseng.
Untung ganteng, kan?
PS : Bab lanjutannya besok, ya!
^,^
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro