Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

31). Afin's Teasing and Kissing

"Oke. Apa permintaan lo?" tanya Freya dengan ekspresi cemas karena imajinasi liar mulai berkelana dalam otaknya. Namanya juga permintaan. Jika bukan permintaan aneh, pasti permintaan nekat.

"Kencan sama gue," kata Afin. Hanya tiga kata, tetapi terdengar begitu mendebarkan sehingga cewek itu hanya bisa terbengong-bengong.

"Hah?"

"Hah hoh hah hoh. Selain cepat terpesona, lo juga cepat salah tingkah, dan sekarang lo juga cepat melongo kayak orang bego," ledek Afin dengan tatapan jenaka. "Yuk."

Tangan besar milik Afin lantas menggenggam tangan Freya yang hanya bisa menurut saja karena warna di wajahnya sudah saingan sama kepiting rebus.

"Fin, tunggu dulu. Lo bukannya seharusnya sama Winnie, 'kan? Kenapa lo malah nyari gue?" tanya Freya setelah bersusah payah mengendalikan perasaan dan sudah mengurangi rona merah di pipinya.

Afin mengetuk kepala Freya dengan lembut. "Lo payah banget, sih. Masa hanya karena kejadian semalam lo langsung bongkar rahasia kita? Kalo ada mata-mata, nama kita bakalan masuk media besok."

"Lo belum jawab pertanyaan gue," desak Freya keras kepala. Dia lantas menarik tangannya supaya lepas dari genggaman Afin.

"Harus lepas tangan, ya, kalo mau jawab?" tanya Afin, lalu menggenggam tangan Freya lagi tanpa permisi. Dia bahkan dengan berani menyelipkan jemarinya di antara jemari milik Freya, sukses membuat rona merah merambat lagi ke wajahnya. "Semalam itu lo salah paham. Ini semua gara-gara Kak Derwin. Dia denger percakapan kita soal lo yang pengen minum cocktail, jadi bikin Kak Derwin punya inspirasi. Semalam dia lihat gue sendirian di kolam renang, trus dia ngajak lo nemuin gue dan pesan cocktail dengan kandungan alkohol yang nggak kira-kira. Winnie kebetulan ke sana karena Alvaro nyuruh dia nunggu di kolam renang. Makanya, Winnie berpapasan sama gue trus nggak sengaja minum cocktail itu. Batas alkohol Winnie juga rendah, jadi walau hanya minum seteguk aja, dia udah langsung mabuk."

Freya membulatkan bibirnya sementara Afin menambahkan, "Dan satu lagi, Winnie udah pacaran sama Alvaro setelah jelasin semuanya ke dia."

"Oh, gue kira Winnie buru-buru balik karena mau jelasin ke dia kalo dia sukanya sama lo."

"Cemburu, nih?" goda Afin.

Freya menggeleng kuat-kuat. "Hmm... nggak, kok."

"Tapi lo suka, kan, sama gue?"

"S-siapa bilang?"

"Winnie," jawab Afin enteng. "Lagian walau Winnie nggak bilang pun, gue tetap tau kalo lo suka sama gue."

"Apa harus seterus terang ini?" tanya Freya dengan kepala menunduk, membuat Afin tertawa hingga matanya melengkung, lalu menarik tangannya sendiri yang mana masih menggenggam tangan Freya ke arahnya hingga cewek itu jatuh ke dalam pelukannya.

Freya begitu pendek sehingga Afin harus sedikit membungkuk supaya bisa memeluknya lebih erat. Aroma tubuhnya segera menggelitik hidungnya. "Dari sekian parfum yang ada, apa harus lo paksain pake telon bayi?"

"Hah?"

"Hah lagi."

"Telon bayi?"

"Your smell. I found baby fragrance from your body. Do you use baby oil or something else?"

Freya mencubit pinggang Afin meski tangannya masih tertempel di sana setelah melakukan cubitan itu. "Lo nggak tau ada parfum bayi, ya? Lagi ngetren dan menurut gue baunya enak."

"Bener. Gue suka sama wangi lo," kata Afin terus terang, sukses membuat jantung Freya berdetak tidak keruan.

"Lo juga wangi banget," bisik Freya pelan meski bisa didengar oleh Afin yang menyengir lebar dari balik bahu Freya.

"Hmm... jadi, kita pacaran beneran, nih?" tanya Freya polos. Mata besarnya memandang ke mata Afin setelah pelukan mereka lepas dan keduanya berjalan beriringan dengan tangan saling berpautan.

"Menurut lo?" tanya Afin balik, jelas menggodanya.

"Lo tau nggak," kata Freya dengan memicingkan matanya pada Afin dengan kesal. "Keisengan lo ini membuat gue ragu dengan kata-kata Kak Michelle soal lo nggak pernah dekat sama cewek lain selain Winnie."

"Ada kok," jawab Afin santai.

"Siapa?" tanya Freya dengan tatapan horor.

"Ya elo-lah!" jawab Afin cengengesan, membuat Freya mendengkus kesal.

"Gue nggak bercanda, Delfian Fransisco!"

"Gue juga nggak bercanda, Freya Gisella," balas Afin. "Bener, 'kan? Lo, kan, cewek. Dan lo cewek lain selain Winnie yang dekat sama gue. Nggak salah, dong?"

"Hmm... iya juga, ya." Freya menyahut polos. "Oke, gue ralat. Lama-lama gue rasa lo nggak sekalem yang gue kira. Lo yakin, ya, nggak pernah dekat sama cewek selain kami berdua?"

"Ada, kok. Dua malah."

"Hah? Siapa?" tanya Freya lagi. Intonasi nadanya terdengar lebih syok dari sebelumnya.

"Kedua ipar gue." Tawa Afin kali ini lebih membahana daripada sebelumnya, bahkan sampai memegangi perutnya karena berhasil mempermainkan Freya.

Freya sampai manyun dibuatnya, tetapi Afin malah merangkul sekeliling pundaknya dan mengacak rambutnya dengan gemas hingga berantakan.

Freya menggeram kesal. "AFINN!!!"

"Ya, Sayang?" jawab Afin, tawanya masih menemani.

"Payah, ah! Gue dibuli lo terus."

Rangkulan pada bahu Freya tidak dilepas selagi keduanya berjalan. Langkah mereka berhenti sampai di rumah kaca yang mana tanamannya didominasi oleh stroberi.

"Oke, gue akan jawab pertanyaan lo. Pertama, kita pacaran beneran dari sekarang. Kedua, gue pertama dekat sama Winnie, tapi lo yang pertama bisa buat gue bersikap lebih apa adanya terutama saat bersama lo. Ketiga...."

Afin menggantung perkataannya, membuat Freya penasaran. Cewek itu mengalihkan perhatian dari kebun stroberi untuk menatap wajah Afin. Saat itu matahari sudah tinggi sehingga sinarnya memantul ke rumah kaca, yang membiaskan cahayanya yang tepat mengenai daerah di mana Afin berdiri. Sinarnya seakan menegaskan visualnya yang sangat tampan. Freya sampai melongo lagi.

"Lo mau denger?" tanya Afin serius yang disambut anggukan kaku dari Freya.

Afin lantas mencondongkan tubuh ke arah Freya, menipiskan jarak di antara mereka karena Afin berbisik ke telinganya.

Jantung Freya serasa mau meledak ketika mendengar Afin berkata, "I never felt this before, but I'm sure that I totally fall for you. Jadi, lo harus tanggung jawab."

"Tanggung jawab?" tanya Freya bingung, tetapi dia tidak memerlukan jawaban atas pertanyaannya karena Afin sudah langsung menunjukkan bagaimana dia harus bertanggung jawab.

Dengan melekatkan bibirnya pada bibir Freya dengan lembut. Cewek itu sendiri tidak sadar kapan matanya terpejam untuk membalas ciuman itu.

⭐⭐⭐

"Tell me," perintah Andro yang menahan lengan Ars supaya tidak pergi. "I need to know."

"Why?" tanya Ars pilu, lebih kepada dirinya sendiri. "Why you choose nobody but her?"

"As I said before, she has her ways to attract me."

Ars menyeringai. "Should I say that it happened to me, too? Seharusnya gue nggak pernah berhenti memperjuangkan Renata. Andai waktu bisa terulang lagi, apa gue bisa berjodoh sama dia?"

"Kalo memang kalian berdua nggak bisa kembali lagi, setidaknya gue bisa berusaha untuk bahagiain Renata," ujar Andro dengan penegasan yang kentara. "Setidaknya beri gue kesempatan untuk mencoba."

Entah kenapa meski Ars begitu kesal pada Andro yang secara tidak langsung merebut Renata darinya, dia tidak bisa membencinya. Apakah karena ketulusannya? Apakah karena kepolosannya? Apakah karena kegigihannya? Ars tidak tahu dan dia memilih untuk tidak mau tahu.

Karena tanpa tahu saja dia masih bisa merasakan sakit pada ulu hatinya.

Penyesalan memang selalu datang terlambat. Usianya masih sangat labil dan terlalu muda. Renata mungkin memang bukan jodohnya, tetapi rasa penyesalannya yang besar membuatnya semakin menyayangkan nasibnya dengan cewek itu.

Dan sekarang, melihat Andro begitu serius membuatnya iri. Karena dia tidak pernah berada di posisi Andro yang tampak begitu serius menyukai Renata.

Ciuman mereka pada malam pesta saja sudah memberikan peringatan pada Ars untuk merelakan Renata karena dia tidak mendapatkan kesempatan sekali pun setelah kejadian itu.

Ars duduk di sebelah Andro, lalu menceritakan semua kenangan paling berkesan sekaligus pahit. Walau sulit diterima, tetapi Ars merasa apa yang dikatakan Andro itu benar.

Kalau Andro layak mendapatkan kesempatan untuk membahagiakan Renata.

⭐⭐⭐

Andro mengetuk pintu kamar Renata, berpikir kalau dalam situasi ini, tidaklah bijak jika menerobos pintu kamarnya lagi. Suasana hatinya pastilah tidak sedang dalam keadaan baik.

Untung saja Renata tetap membukanya, yang bagi Andro melegakan karena sepertinya dia diizinkan untuk menemaninya.

Renata duduk di tepi kasurnya. "Kenapa, Dro? Lo pasti udah tau ceritanya. Jadi, apa yang mau lo katakan lagi?"

"Hmm gue... gue cuma mau bilang..."

"Don't ever mix your feelings. I have said this before," kata Renata memperingatkan dengan tatapan tajam.

"Yeah, that command takes its effect only if I don't have feelings to you. But sorry to say this, I'm totally sure that I really like you. So, let me love you more over start from now."

"Does it make sense?" tanya Renata marah. "I can't break your friendship."

"Ars allows me. Dia bilang kalo dia udah menerima takdir cintanya, cuma tadi lagi mabuk aja, jadi dia agak meracau."

Renata diam saja. Dia memilih untuk mengabaikan eksistensi Andro dengan kembali bergelung ke dalam bed cover-nya lagi. Mendadak dia menyesal karena mengizinkan cowok itu masuk.

Andro menarik selimut itu dengan sekali sentakan. "Kenapa lo nggak jawab? Gue yakin lo juga suka sama gue."

"In your dream," kata Renata galak. "Gue mau tidur. Lo bisa nutup pintu, 'kan?"

"Lo mau bukti?" tanya Andro agresif. "Gue bisa buktiin kalo lo juga suka sama gue."

"Awas aja kalo lo nyium gue. Gue yakin hidung lo nggak akan utuh lagi setelahnya," ancam Renata.

"Kalo gitu setidaknya kasih gue kesempatan, dong." Andro memohon dengan nada manja, yang menjadi alternatif terakhirnya untuk membujuk Renata. "Plisss?"

Renata menyesal membuka mata hanya untuk melihat ekspresi meminta belas kasihan yang ditunjukkan Andro.

Renata bahkan sempat-sempatnya terpana dengan kegantengan Andro.

"Satu bulan," kata Renata singkat dan mendadak harus menutup kedua telinga karena Andro memekik kesenangan.

Dia juga mendadak menyesal karena memberikan harapan gegara tidak tega melihat puppy eyes milik Andro.

Segampang itu ternyata.

Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro