3). Winnie's Perspective
Alyssa Edelwine, yang lebih suka dipanggil Winnie daripada sederet nama yang mungkin lebih enak didengar, dipastikan membuat kagum siapa saja yang mengenalnya. Bagaimana tidak? Dia mempunyai kesempurnaan yang tidak hanya didambakan oleh kaum adam saja, tetapi juga kaum hawa.
Kelebihannya banyak, hampir tidak ada celah. Mungkin ini yang disebut kesempurnaan paripurna yang tidak bisa dimiliki semua orang; cantik, tinggi, anggun, pintar, dan yang jelas kaya. Mempunyai wajah kecil dengan mata yang membulat sempurna serta proporsi tubuh yang tinggi membuatnya lebih cocok disebut boneka Barbie daripada manusia.
Namun sesempurna apa pun itu, Winnie tetaplah seorang manusia yang tidak luput dari kekurangan meski tidak memberikan dampak yang berarti karena dia tetap layak masuk dalam kategori sempurna.
Winnie selalu mendapatkan segalanya, tidak terkecuali, tetapi hari ini dia mengerti pada akhirnya dia akan menemukan sebuah cobaan dalam hidupnya.
Cobaan yang rupanya memberikan dampak besar.
Fakta menyukai seseorang yang tidak menyukainya balik adalah cobaan terberat yang dialami Winnie. Kenyataan tersebut mungkin tidak begitu penting karena semua pasti pernah mengalaminya, terlepas dari terungkap atau tidak pada akhirnya. Bahkan jika Winnie mengalaminya, itu bukan masalah besar. Dia begitu sempurna, siapa pun akan menawarkan cinta padanya.
Tetapi tidak. Rasa suka yang Winnie berikan padanya tidak sesederhana itu. Tidak jika dia tidak menyukainya sejak kecil yang bertumbuh seiring dia beranjak remaja. Tidak jika mereka tumbuh bersama dan sering berbicara, bahkan berinteraksi satu sama lain. Tidak jika mereka sudah mengenal sifat luar dalam masing-masing. Tidak jika mereka sudah saling memberikan perhatian yang lebih dari sebatas teman dekat.
Winnie sudah lama menyukai Defian Fransisco yang disingkat menjadi Afin, yang duduk di belakang Winnie, dan juga yang berdiri di belakangnya selagi mereka berjalan dalam formasi yang ditentukan oleh Alvaro.
Afin yang hatinya tidak bisa Winnie dapatkan segampang cewek itu mendapatkan apa saja yang diinginkannya.
Selama ini, Winnie tidak pernah mengutarakannya secara langsung karena dia yakin cowok itu sudah tahu bagaimana perasaannya. Seharusnya dia sadar bagaimana cara Winnie menatapnya dengan tatapan yang lebih lembut disertai pipi yang merona merah. Juga seharusnya dia bisa merasakan detak jantung Winnie yang berdesir tidak normal saat jarak mereka menipis karena rangkulan Afin.
Dan dari semua respons positif dari Afin, Winnie yakin kalau cowok itu juga memendam perasaan yang sama.
"Apa kita harus benar-benar bertunangan? Gue kira itu cuma rencana doang," tanya Afin dengan ekspresi yang tidak sesuai dengan ekspektasi Winnie, membuatnya sakit hati.
Tadi, Winnie memberi kabar dari papanya untuk meresmikan pertunangan antara dia dengan Afin dalam waktu dekat. Soal pertunangan, keduanya sudah tahu akan dijodohkan mengingat orang tua mereka bersahabat sejak SMA dan sudah terlibat dalam bisnis konglomerasi yang sangat lama.
Lebih tepatnya, bisnis mereka bergerak di bidang yang kurang lebih sama. Orang tua Winnie bergerak dalam bisnis makanan yang berpusat di Swiss, merambah mulai dari makanan sehat untuk bayi, remaja, dewasa, hingga makanan sehat untuk hewan. Jika ditotal, mereka mempunyai lebih dari 20 anak perusahaan yang menyebar tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di luar negeri.
Sedangkan orang tua Afin, bisnis mereka berfokus pada makanan dan minuman kemasan, mulai dari air botol hingga yogurt yang berpusat di Spanyol. Meski jumlahnya tidak sebanyak anak perusahaan milik keluarga Edelwine, pengaruh keluarga Fransisco dalam persaingan bisnis juga sangat besar.
Rencana pertunangan itu memang sudah ada sejak mereka kecil, tetapi belum ada yang mendiskusikan kapan tepatnya mereka akan resmi ditunangkan.
Dan dari reaksi Afin, Winnie menyadari sebuah kenyataan yang menohok. Kenyataan bahwa hanya dirinya yang menginginkan pertunangan ini.
Winnie berusaha untuk tidak menunjukkan reaksi berlebihan dengan mengalihkan fokus ke luar jendela karena takut air matanya akan tumpah jika menatap Afin lama-lama. Namun sayangnya, cowok itu mendesak Winnie untuk kejelasan saking kagetnya mendengar kabar itu.
"Jelasin ke gue. Apa kita benar-benar harus bertunangan?" tanya Afin, tepat ketika Alvaro hendak membuka pintu dari luar, tetapi diurungkannya saat mendengar pertanyaan itu.
"Ini bukan sesuatu yang harus dibesarkan, 'kan?" tanya Winnie sembari menghela napas usai mengendalikan ekspresinya, bahkan dia yakin kalau Afin tidak mengetahui apa yang sebenarnya dia inginkan. "Kalo lo merasa ini terlalu cepat, gue bisa kasih tau Papa buat undurin sampai kita lulus. Papa pasti bisa ngerti. Juga sebenarnya gue belum siap untuk—–"
"Bukan itu yang gue maksud," potong Afin tiba-tiba, mendadak merasa serba salah. Cowok itu terdiam sejenak, kelihatannya sedang berusaha menyusun kata-kata agar tidak menyakiti perasaan Winnie. "Hmm, gue—–"
"Sepertinya gue udah tau jawaban lo," potong Winnie. "Oke, gue bakal jelasin ke Papa nanti. Lo tenang aja."
Tepat saat itu, pintu dibuka dari luar, membuat keduanya menoleh ke sumber yang ternyata adalah Alvaro. Dia segera mendekat dan berdiri di sebelah Winnie, lalu menatap cewek itu dengan tatapan yang serius.
"Pertunangannya dilanjutkan aja, Win. Gue yang akan tanggung jawab."
"Maksud lo?" tanya Afin dengan dahi berlipat.
"Gue yang akan tunangan sama lo," jelas Alvaro pada Winnie sembari tersenyum, lalu menyelipkan jemarinya di antara jemari cewek itu. "Ini seperti win-win solution, 'kan? Gue yakin papa-mama lo lebih welcome sama gue karena ini tuh kayak kelepasan burung, tapi nemuin elang."
"L-lo serius?" tanya Winnie, matanya membulat hingga bukaan maksimal, begitu pula Afin yang tidak menyembunyikan kekagetannya.
"Sama seperti lo sesuka itu sama Afin, gue juga sesuka itu sama lo. Jadi mulai sekarang, hentikan rasa suka lo dan tatap gue."
Tidak ada yang menyadari ada seseorang yang mendengar semua pembicaraan mereka dari balik jendela yang terbuka sedari tadi.
⭐⭐⭐
Bel istirahat kedua sudah berdering beberapa saat yang lalu, tetapi Freya terpaksa menghabiskannya sendirian karena Renata sedang sibuk berbicara dengan kakak kelas. Oleh karena dia masih kenyang berkat makanan yang disantapnya pada jam istirahat pertama, cewek itu jadi berpikir apa yang harus dia lakukan untuk menghabiskan waktu yang berdurasi setengah jam itu.
Freya akhirnya berpikir untuk mengunjungi perpustakaan tepat ketika ekor matanya menangkap sosok Alvaro yang tidak disangka-sangka sedang berjalan sendirian. Dia sangat yakin kalau cowok itu adalah Alvaro ganteng yang disukainya berkat tubuh jangkungnya yang mendominasi. Langkah lebarnya segera menyusuri tangga dan tanpa berpikir dua kali, Freya mengikutinya.
Awalnya Freya mengira kalau Alvaro akan kembali ke kelasnya yang berada di lantai tiga, tetapi rupanya dia salah sebab cowok itu manaiki tangga berikutnya menuju lantai empat. Cewek itu mengendap-ngendap di belakang dan mengintip dari balik pilar saat langkah Alvaro berhenti di depan sebuah pintu.
Freya tahu kalau itu bukanlah ruangan kelas karena tidak ada keterangan pada pintu, lalu mulai sadar kalau itu pastilah ruangan khusus untuk para anggota A4.
Ayolah, Freya sudah berkali-kali menonton drama Meteor Garden, jadi dia yakin Alvaro pasti memiliki satu ruangan khusus yang didesain untuk sekadar nongkrong atau menghabiskan jam istirahat saat bosan di kelas.
Namun anehnya Alvaro tidak langsung masuk, membuat Freya heran meski dia ikut menunggu gegara rasa penasarannya yang besar. Lantas, dia melangkah dengan penuh kehati-hatian dan bermaksud untuk berpura-pura jatuh di dekatnya atau apa demi sepotong adegan dramatis antara dirinya dengan Alvaro, tetapi semua jadi angan-angan semata karena dia sudah membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan itu.
"Pertunangannya dilanjutkan aja, Win. Gue yang akan tanggung jawab." Freya mendengar suara Alvaro dari dalam ketika dia telah sampai di depan pintu, lantas mengintip ke jendela yang terbuka di dekatnya.
"Maksud lo?" tanya suara cowok lain yang tidak diketahui oleh Freya karena posisinya membelakangi jendela. Alvaro berhadapan dengannya, bersebelahan dengan Winnie.
"Gue yang akan tunangan sama lo," jelas Alvaro pada Winnie sembari tersenyum, lalu Freya melihat bagaimana Alvaro menyelipkan jemarinya di antara jemari milik Winnie. "Ini seperti win-win solution, 'kan? Gue yakin papa-mama lo lebih welcome sama gue karena ini tuh kayak kelepasan burung, tapi nemuin elang."
Jleb! Ulu hati Freya serasa nyeri, meski tidak sakit-sakit banget, sih, karena bisa dibilang dia baru dalam tahap tertarik pada Alvaro, belum benar-benar menyukainya.
"L-lo serius?" tanya Winnie dengan mata membesar hingga bukaan maksimal.
"Sama seperti lo sesuka itu sama Afin, gue juga sesuka itu sama lo. Jadi, hentikan rasa suka lo itu dan tatap gue mulai sekarang."
Perkataan Alvaro selanjutnya membuat Freya takjub karena seperti sedang menyaksikan salah satu cuplikan dalam drama di kehidupan nyata. Andai saja dia adalah Winnie, cewek itu pasti akan melompat-lompat dan memeluk Alvaro erat-erat supaya tidak lepas seperti lirik Balonku Ada Lima.
Saking asyiknya melantunkan lagu Balonku, Freya tidak sadar kalau Afin sudah keluar dari ruangan dan tatapannya langsung bertabrakan dengan mata Freya yang baru mawas diri. Keduanya bertatapan dengan ekspresi yang sama kagetnya sebelum terdengar langkah lainnya di belakang Afin.
Mereka bertiga tentu saja tidak mengerti mengapa Freya berada di sana apalagi posisinya masih bergeming dengan gaya yang kentara sekali sedang mengintip dari balik jendela, persis seorang stalker sejati.
Freya melepas tangannya yang sedari tadi menahan sisi dinding, lalu menegakkan tubuh sebelum tertawa seperti sedang mengajak bercanda. Anehnya, Afin mendengkus geli yang segera saja membuat Freya teringat akan suara tertahan saat berbicara konyol tentang syuting Meteor Garden di pertengahan tangga.
"Oh... lo yang tadi pagi juga ngetawain gue, 'kan?" tanya Freya, menuding Afin dengan ekspresi tersinggung demi menyelamatkan harga dirinya.
Alih-alih ikut tersinggung, Afin menyeringai sebelum mendekati Freya, mengabaikan ekspresi bingung duo Winnie dan Alvaro di belakangnya. "Kalo lo mau nyari perhitungan sama gue, gue ladenin."
"Eh, lo ngapain tarik-tarik gue?" protes Freya ketika Afin menarik sisi blazer-nya dengan setengah hati, yaitu dengan cara menarik bagian ujung, memaksanya untuk ikut. "HEI!"
Suara Freya begitu nyaring hingga memancing perhatian dari para murid yang kebetulan berada di dekat sana.
Winnie hanya bisa menatap punggung mereka dengan tatapan hancur. Demikian pula Alvaro, yang menatap cewek di sebelahnya dengan tatapan yang sama hancurnya.
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro