28). The Truth is....
Freya sudah menduga bagaimana reaksi kaget Winnie dan harus diakuinya kalau dia bisa memahami apa maksud tatapannya itu. Sinar matanya jelas mengemukakan pemahaman yang mendadak menguasainya sehingga tanpa Freya menjelaskannya pun, cewek itu bisa mengerti apa alasan keduanya berpacaran dengan iming-iming sandiwara.
Tentu saja ada kaitannya dengan Winnie.
Namun, Winnie tidak mau terlalu berharap sehingga dia bermaksud memastikannya lagi pada Freya agar tidak ada persepsi lain yang mungkin saja bisa salah. "Kenapa lo ngasih tau gue tentang ini?"
"Jujur, gue punya sedikit perasaan buat Afin. Hanya sedikit, loh, ya dan itu nggak ada apa-apanya kalo dibandingin sama lo," jelas Freya setelah memiringkan kepalanya selama beberapa saat karena mempertimbangkan ucapannya supaya terdengar tidak terlalu baper. "Gue merasa ini bukan sesuatu yang benar kalo gue tetap melanjutkan hubungan itu. Juga... niat gue semakin jelas waktu menyaksikan lo pelukan berdua sama Afin. Dari situ, gue sadar kalo lo masih suka sama Afin."
"Emm, itu... sebenarnya..." Winnie mulai speechless karena ingin menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, tetapi di satu sisi, dia masih meragukan apakah perasaannya pada Afin masih sama seperti di awal-awal. Bayangan Alvaro dalam kepalanya seperti selalu hadir tanpa permisi sehingga dia semakin bingung untuk mengambil keputusan.
Freya mengira Winnie berlaku seperti itu karena merasa tidak enak padanya sehingga dia tertawa keras untuk mengurangi kecanggungan yang tercipta. "Kenapa lo jadi salah tingkah gitu? Seharusnya lo marah sama gue karena berani lancang pacaran sama Afin. Gue minta maaf, ya? Lo cewek yang baik, jadi udah seharusnya lo egois untuk seseorang yang lo sukai. Lo nggak perlu merasa nggak enak sama gue. Oke?"
"Lo bilang, udah seharusnya gue egois untuk orang yang gue sukai. Tapi bagaimana dengan lo? Terlepas dari seberapa dalam rasa suka lo ke Afin, tetap aja lo berhak untuk mempertahankan orang yang lo sukai di sisi lo," kilah Winnie, tiba-tiba mengingat usaha Alvaro yang tidak kenal putus asa selama beberapa waktu terakhir ini. Dan bisa diakui, Winnie sebenarnya sudah mulai menatap Alvaro dan jatuh untuknya, hanya saja hatinya masih mempunyai keraguan.
"Setiap orang punya persepsi tersendiri dalam menyukai seseorang," jawab Freya sambil tersenyum manis. "Gue termasuk dalam golongan yang akan memilih melepaskan orang yang gue sukai asal dia bahagia. Kalo rasa suka lo sebesar itu ke Afin, gue yakin perasaannya mungkin juga nggak kalah besar karena kalian tumbuh bersama. Seperti yang Alvaro bilang semalam, cinta gue hanya seumur jagung, jadi nggak pantas kalo disandingkan sama kalian."
"Alvaro?" Dari semua penjelasan Freya, mendengar nama Alvaro membuat hatinya mencelus. Apakah itu berarti dia juga melihat semuanya?
Freya mengangguk. "Nggak hanya gue yang lihat kalian pelukan, Alvaro juga."
Itulah sebabnya Alvaro tidak muncul setelah Winnie menunggunya di pinggir kolam renang bersama Afin. Mendadak, dia merasa sangat bersalah pada Alvaro. Cewek itu spontan bangkit dari kasurnya dan mengangkat sebelah tangan untuk menghentikan Terapis melanjutkan ritualnya. "Sori, Fre. Gue cabut duluan, ya. Thanks udah bilang semuanya ke gue."
⭐⭐⭐
Beruntung Andro adalah anak pemilik SanGria Resort sehingga dia memiliki akses penuh semua kamar dalam penginapannya. Dengan rasa percaya diri yang tinggi, dia membuka pintu kamar di mana Renata masih terlelap dengan nyaman di kasur, seakan tidak ada yang ingin dilakukannya selain memeluk guling dan bergelung di dalam bedcover yang nyaman.
Andro masih ingat pernyataan Truth Renata tentang kebiasaan tidurnya yang susah dibangunkan seperti orang pingsan sehingga dia tidak ingin kehilangan kesempatan untuk mendekati Renata. Kapan lagi, coba? Mumpung ini adalah saat yang tepat karena jika dia tidak mewujudkannya sekarang, bisa jadi semua rencana yang telah disusunnya dari jauh-jauh hari akan sia-sia.
Pertama, Andro menarik tirai jendela supaya sinar matahari bisa masuk ke dalam kamar meski sesuai dugaan, metode tersebut sama sekali tidak memberikan efek padahal sinar matahari telah menyinari wajahnya yang seputih susu. Lantas, Andro mengguncangkan bahu Renata, tetapi tetap saja tidak mempan setelah beberapa menit berselang.
Tidak menyerah, Andro menggunakan metode terakhirnya dengan cara mencubit hidung Renata untuk menghalanginya bernapas.
Renata langsung megap-megap seperti ikan kehabisan udara.
"MOMMY, I swear I'm waking up now," teriak Renata di sela-sela kesadarannya meski suaranya berubah menjadi lucu karena hidungnya yang dipencet oleh Andro.
Terdengar gelak tawa yang membahana, membuat kesadaran Renata kembali seutuhnya. Begitu tahu siapa yang membangunkannya, cewek itu melemparkan tatapan super galak yang pernah diperlihatkannya. Tatapan itu memang berhasil membuat tawa Andro berhenti, tetapi mata Andro masih mengisyaratkan jenaka.
"Does your Mom usually wake you up like that?" tanya Andro yang terdengar seperti mengejek. "Such a unique method for me."
"Oh, don't bother me. Let me just sleep a bit longer," protes Renata dan dia bersiap untuk memeluk guling, tetapi dihalangi oleh Andro.
Renata mendesis marah, tetapi diabaikan oleh Andro. "You'll have some fun today. You must try the hiking trail. After having breakfast, I mean. Let's go."
"Sorry, I'm not interested. Thank you very much," ucap Renata dengan nada sarkastik sebelum kembali memeluk gulingnya, tetapi ditahan lagi oleh Andro.
"Could you please leave me alone? I have refused you, don't you understand? Oh, atau mesti pake bahasa Indonesia kali, ya. Maaf, saya sama sekali tidak tertarik. Terima kasih banyak, Kenzo Neandro. Silakan keluar dari kamar ini sebelum saya nelpon satpam."
"Maaf, kebetulan saya adalah anak pemilik SanGria Resort kalo kamu belum tau," kilah Andro dengan nada penuh kemenangan. "Saya hanya bisa kasih dua opsi; kencan sama saya dengan sukarela atau kencan sama saya dengan paksaan."
"Paksaan? Emangnya lo bisa maksa gue?" tantang Renata dengan seringai di bibir sementara dia mencondongkan tubuh ke arah Andro dengan sengaja. "Let's just see how far it is."
Andro balas menyeringai, lantas ikut mencondongkan tubuhnya hingga jarak di antara mereka terlalu dekat dari yang seharusnya.
Meski Renata belum mandi, Andro masih bisa membaui aroma tubuh Renata yang memabukkan, persis sewaktu pertama kali menggendongnya keluar dari siaran dan sewaktu mereka berciuman di pesta malam itu.
Andro hampir saja menyentuhkan bibirnya ke bibir Renata jika saja cewek itu tidak memalingkan wajahnya secara mendadak.
"Sejak kapan lo jadi berani begini?" tanya Renata asal karena berusaha menutupi wajahnya yang sudah memerah hingga ke telinganya.
Andro tersenyum manis hingga lesung pipitnya terekspos begitu jelas, menambah visualnya yang ganteng dan cute pada saat bersamaan. "Sejak kita ciuman."
Jawaban yang mengandung tiga kata saja, tetapi sukses mendebarkan jantung Renata tanpa izin. Otaknya bahkan tidak diberi akses untuk menghalangi proses tersebut. Alhasil, dka hanya bisa speechless karena lidahnya kelu tanpa bisa dikendalikan.
"Gue tunggu di luar, ya. Setengah jam cukup, 'kan? Jangan pake rok, ya, karena kita mau nyobain hiking trail-nya. Pasti seru."
Lantas setelah mengatakan semua itu, Andro segera meninggalkan kamar tersebut dengan ekspresi penuh kegembiraan karena tidak hanya rencananya berhasil, tetapi juga bisa membuat Renata memerah karena perkataannya.
"You'll fall for me soon, Oswald."
⭐⭐⭐
Alvaro memang menegaskan pada Freya kalau dia tidak akan menyerah atas Winnie walau apa pun yang terjadi, tetapi kenyataannya apa yang dikatakannya tidak benar-benar dia lakukan. Setelah meninggalkan Freya di gazebo bersama pemandangan yang penuh dengan kembang api, Alvaro mau tidak mau kepikiran juga tentang melepaskan asal yang dicintai bisa bahagia.
Rasa cemburu itu sudah pasti ada saat menyaksikan Winnie dan Afin berpelukan. Sebenarnya ini bukan kali pertama mengingat mereka sudah biasa melakukan skinship sejenis itu sebelumnya, tetapi situasinya telah berbeda sejak Afin menegaskan untuk tidak membalas perasaan Winnie. Jadi, mulai sejak saat itu, Alvaro sudah mengklaim kalau Winnie adalah miliknya.
Alvaro jelas telah banyak berusaha untuk mempertahankan Winnie di sisinya. Namun, bukankah selalu ada titik kejenuhan pada setiap usaha? Bukannya Alvaro sudah tidak menyukai Winnie lagi, hanya saja dia tidak bisa terus memaksakan cewek itu untuk terus berada di sisinya sementara dia masih memiliki perasaan pada Afin.
Ya, pelukan semalam mulai menyadarkan Alvaro bahwa sebesar apa pun usahanya, akan menjadi tidak bermakna lagi jika Winnie tidak memberikan feedback.
Mungkin Winnie membalas ciumannya semata-mata hanya karena tuntutan dari perintah Dare yang harus dipenuhi mereka. Juga, pengakuan cewek itu bisa jadi hanyalah sekadar kata-kata tanpa arti.
Saat menyadari itu semua, Alvaro merasakan rasa sakit yang luar biasa pada ulu hatinya. Barusan dia berharap agar bisa menghibur dirinya sendiri di balkon kamar yang menghadap langsung ke pepohonan rimbun di depannya untuk menyejukkan mata. Jika saja mood-nya tidak seburuk ini, dia pasti akan tiga kali lebih menikmati pemandangan ini. Bahkan saat Winnie bersamanya, ke mana pun akan terasa berjuta kali lebih menyenangkan.
Pintu yang menghubungkan kamarnya dengan balkon terbuka lebar dari dalam, yang tidak disangka-sangka oleh Alvaro jika pelakunya adalah Winnie.
"Al, let's talk."
"Yeah, I'm listening to you. Always," jawab Alvaro yang entah kenapa merasa nadanya terdengar baper. Berasa jadi mirip Freya saja.
Winnie menarik kursi lain lantas duduk di sebelahnya. "Lo marah, ya, sama gue?"
"Kenapa gue harus marah?" tanya Alvaro balik dengan santai, tetapi matanya dihadapkan ke arah lain.
"Oh yeah. You're upset. And jealous, I guess," kata Winnie terus terang. "Kenapa lo nggak nyari gue semalam?"
"Udah ada Afin yang nemanin, jadi gue rasa eksistensi gue nggak diperlukan lagi."
"Lo yang nyuruh gue untuk nungguin lo," tuduh Winnie.
"Tapi lo meluk dia," balas Alvaro. "Apa itu untuk pamerin ke gue? Lo tinggal bilang aja ke gue, nggak perlu sampai peluk Afin segala."
"Let me tell you, don't assume anything if you don't know exactly the truth!" hardik Winnie memperingatkan. Untuk pertama kalinya wajahnya tampak benar-benar marah, padahal dia jarang menunjukkan ekspresinya.
"What should I know, then?" balas Alvaro yang juga emosi. "The truth that actually you still in love with Afin? Pardon me, I have noticed it already and I'm going to stop keeping you by my side. You are free now."
Ada luka di mata Winnie, tetapi sayang, Alvaro tidak melihatnya karena dia sendiri takut untuk membalas tatapan dari cewek itu. Takut kalau dia berubah pikiran dan malah memaksa Winnie untuk tetap di sisinya.
"Lo tau kenapa gue ke sini?" tanya Winnie dingin. "Yahhh... jelas lo nggak tau karena kalo lo tau, lo nggak mungkin ngomong kayak tadi."
"Kalo gitu jelasin ke gue."
"Kalo gitu tatap mata gue dulu dan ulangi lagi perkataan tadi."
Alvaro mengarahkan tatapannya pada Winnie, lantas tatapannya seketika berubah menjadi kaget karena melihat mata Winnie berair. Cowok itu segera merengkuhnya dalam pelukan tanpa berpikir dua kali. Emosinya karena cemburu segera melunak, bahkan habis tanpa sisa usai melihat Winnie menangis.
"Maafin gue. Gue nggak seharusnya marahin lo kayak tadi," ucap Alvaro bersungguh-sungguh. "Maksud gue, walau lo akhirnya milih Afin, gue tetap akan berusaha tetap di sisi lo. Se-sebagai temen. Yahhh... sebagai temen, tapi beri gue waktu karena ini sulit buat gue."
Winnie mengangkat tangannya, lalu membalas pelukan itu. Cewek itu menyesapi dalam-dalam aroma tubuh Alvaro yang begitu wangi sekaligus menenangkannya, membuat efek mabuk yang masih dirasakannya mulai berkurang.
"Let me hold you for more seconds," kata Winnie ketika Alvaro melonggarkan pelukannya. "Efek mabuk masih terasa sampai sekarang, tapi udah jauh mendingan setelah meluk lo."
Namun, Alvaro malah semakin melepaskan pelukannya hanya untuk melihat wajah Winnie lebih detail. "Mabuk? Kenapa bisa mabuk?"
Winnie lalu menceritakan semuanya tanpa pengecualian pada Alvaro, termasuk menjelaskan apa yang terjadi ketika dia memeluk Afin pada saat itu.
Senyuman Alvaro segera mengembang tatkala mendengar penuturan dari Winnie terkait cewek itu mengingat dirinya selagi memeluk Afin. Bukankah ini adalah suatu perkembangan?
Tanpa kata, Alvaro memeluk Winnie kembali, yang sekarang jauh lebih erat dibandingkan sebelumnya.
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro