27). Jealous? Actually, Super Yes.
Salah satu kaki Alvaro digerakkan ke depan, hendak melerai pelukan antara Winnie dengan Afin, tetapi niatnya terhalang oleh Freya yang membentangkan salah satu lengan di depan tubuhnya.
"Jangan halangin gue," perintah Alvaro dingin sebelum mendorong lengan Freya dengan sekali sentakan. Alih-alih tersinggung dengan perlakuan kasarnya, Freya malah memblokir akses jalan Alvaro dengan tubuhnya.
Freya sendiri tidak mengerti mengapa dia mau-mau saja menelan emosi Alvaro, padahal teknisnya, dia berada dalam posisi yang sama dengan cowok itu. Posisi yang sama-sama terluka. Seharusnya dia mendukung niatan Alvaro untuk melerai mereka berdua.
Namun, isi hatinya melarangnya untuk melakukan hal itu.
"Usaha lo udah lebih dari cukup, Al. Gue rasa udah waktunya lo membiarkan Winnie memutuskan sendiri kepada siapa hatinya akan berlabuh—–ahhh... kenapa gue jadi baper begini, ya?" keluh Freya pada dirinya sendiri sementara Alvaro bergeming. Dia menatap Freya kesal, seolah hendak menelannya hidup-hidup gegara menghalanginya.
"Gue nggak butuh nasihat payah dari lo," bisik Alvaro. Emosinya sudah meledak karena cemburu, ditambah kesal karena tindakan Freya yang menghalanginya alih-alih membelanya. "Karena gue nggak bisa semunafik lo yang jelas-jelas suka sama Afin, tapi masih sok tegar dan sok jadi malaikat! Sori aja, ya. Kalo gue suka sama seseorang, gue nggak akan berhenti berjuang sampai membuat orang itu suka sama gue. Kalo lo mau lanjutin rencana munafik lo, ya, silakan aja, tapi jangan libatkan gue!"
Suara Alvaro semakin keras, tetapi untungnya jarak mereka cukup jauh dari duo Afin dan Winnie sehingga tidak kedengaran.
"Bukankah kalo kita mencintai seseorang, yang kita harapkan adalah asal dia bahagia?" kilah Freya. Meski nada bicaranya cukup tenang, tetapi ada ketegasan dalam pertanyaannya. Hal tersebut cukup mempengaruhi Alvaro karena selama beberapa saat, dia mengerjapkan matanya dan tampak berpikir.
Freya merasakan sesuatu yang bergerak dari arah kolam renang di mana Afin dan Winnie berada sebelum dengan sigap menarik lengan Alvaro untuk bersembunyi agar eksistensi mereka tidak ketahuan.
Alvaro tidak mempunyai pilihan selain mengikuti Freya bersembunyi karena dia juga tidak berharap ada kesalahpahaman gegara kehadiran Freya di dekatnya. Lagi pula, mood-nya sudah kacau karena pemandangan itu.
Freya membawanya ke gazebo yang letaknya berdekatan dengan restoran, lebih tepatnya ada di bagian halamannya yang luas sehingga mereka bisa memanjakan diri dengan alam dan kolam ikan yang indah. Cuaca sangat dingin karena sudah lewat tengah malam, tetapi Freya bersyukur karena tidak lupa memakai jaket tebal.
Salah seorang pelayan restoran mendatangi Alvaro. "Maaf, Tuan Alvaro, jadi nyalain kembang apinya di mana, ya?"
"Nggak usah, saya cancel aja. Lebih bagus lagi, dibuang aja petasannya, nanti saya transfer dua kali lipat," perintah Alvaro, sukses membuat Freya membelalak dan menatap cowok itu galak.
"JANGAN!" seru Freya pada pelayan restoran. Gantian Alvaro menatapnya dengan super galak. "Petasannya mainkan di sini aja, ya.
Gila aja lo buang-buang petasan. Mending nyalain di sini aja," lanjut Freya pada Alvaro, mengabaikan ekspresinya yang mempunyai keinginan kuat untuk melemparnya ke dalam kolam ikan terdekat, tetapi tidak jadi karena kata-kata Freya selanjutnya. "Anggap aja hiburan. Bukankah kita sama-sama perlu dihibur?"
"Rasa cinta lo ke Afin hanya seumur jagung," ejek Alvaro sementara kembang api telah dinyalakan di ujung halaman yang tampak sangat indah dan spektakuler. "Itu belum menjamin apakah cinta lo itu hanya sekadar suka seperti nge-fans sama cowok ganteng atau lo suka sama dia karena kebiasaan. Cinta memang bisa terjalin karena sering berinteraksi dan bertemu, tapi lo belum tau apakah Afin merasakan hal yang sama seperti lo."
"Emang iya, tapi bukankah lo juga sama?" todong Freya. "Lo juga belum yakin apakah Winnie bener-bener suka sama lo sepenuhnya. Kalo nggak, nggak mungkin kita bisa menyaksikan pelukan mereka."
"Gue udah kenal Winnie dari kecil, jadi nggak bisa disandingkan sama lo-lah!" protes Alvaro. "Dan gue yakin sama feeling gue kalo Winnie udah jatuh cinta sama gue! Buktinya di pesta malam itu, dia balas ciuman gue, kok!"
Ciuman lagi! batin Freya kesal karena dia harus mengingat momen antara dirinya dengan Afin dan itu membuat wajahnya memerah lagi.
"Seperti gue bilang tadi, terlepas dari respons Winnie ke elo, mau positif atau negatif, tetap aja dia meluk Afin. Menurut lo, apa arti pelukan itu?"
"Semerdeka elo aja, deh." Alvaro menjawab sebelum beranjak. Lama-lama dia akan stres bila meneruskan obrolannya dengan cewek itu. "Pokoknya gue nggak akan nyerah. Ini jelas pembuktian yang jauh lebih unggul daripada lo yang memilih merelakan aja tanpa melakukan apa pun. Sudah jelas, rasa cinta lo memang hanya sebatas cinta seumur jagung dan nggak pantas disandingkan sama gue."
Freya mengomel tanpa suara pada bagian punggung Alvaro yang menjauh. Pertunjukan kembang api belum berakhir, dan meski tatapan Freya melekat pada setiap detail ledakan cahaya yang membuncah tinggi ke langit, pikirannya tidak berada di sana.
Bukan, dia bukan sok munafik. Sebenarnya dia hanya tidak ingin jika eksistensinya menjadi penghalang bagi hubungan antara Winnie dan Afin karena seperti yang Alvaro bilang adalah benar adanya, tentang cintanya yang hanya seumuran tanaman jagung yang jelas tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan cinta mereka.
Oleh sebab itu, mendadak Freya menyusun rencana di dalam pikirannya, berharap jika semuanya belum terlambat karena menyadari bahwa seharusnya dia tidak boleh dan tidak layak terlibat sejak awal.
⭐⭐⭐
Afin mengalungkan lengan Winnie ke belakang lehernya supaya bisa memapah cewek itu kembali ke kamar. Sebenarnya dia sempat heran karena selama menunggu tadi, dia tidak menemukan Alvaro di mana-mana yang katanya hendak menemui Winnie di kolam renang.
Oleh karena Alvaro tidak kunjung datang, akhirnya Afin berpikir untuk mengantar Winnie ke kamar karena waktu sudah mengarah ke jam subuh, di saat angin terasa lebih sejuk dan jaket yang dipakai Winnie tidak cukup tebal.
Derwin tampak luar biasa kaget saat melihat Afin memapah Winnie, bukannya Freya. Cowok itu segera menghampiri untuk bertanya secara langsung.
"Fin, kenapa jadi Winnie? Freya mana?"
"Freya?" ulang Afin bingung.
"Lo nggak ketemu Freya?" tanya Derwin dengan tatapan horor.
Afin menggeleng. "Emangnya dia di mana, Kak?"
Derwin menepuk jidatnya dengan kekuatan yang berlebihan, menyadari kesalahannya setelah memperhatikan Winnie yang sedang dalam keadaan mabuk. "Oh my gosh! I think I did something wrong. Did she drink the cocktail?"
"What? Jadi, Kakak yang siapkan minuman itu?" tanya Afin yang nada bicaranya naik satu oktaf. "Ya ampun, Kak! Itu alkoholnya tinggi banget! Kenapa, sih, Kakak iseng banget?"
"Okay, it's my fault. I know. But it's not the point now. Answer me, did something happened between the two of you? Hmm... maybe, kind of skinship?"
Melihat reaksi Afin membuat Derwin mendesah frustasi. Ini berarti Freya sudah pasti menyaksikan semuanya. Dan dia tidak menyangka hasilnya menjadi seperti ini.
"Kayaknya Freya lihat kalian di kolam renang tadi," jelas Derwin karena Afin masih gagal paham. "Kakak minta maaf, ya. Kakak dengar obrolan kalian waktu makan malam tadi. Kakak nggak nyangka jadinya malah kayak gini."
"Berarti, bisa jadi Alvaro juga lihat semuanya, Kak, karena aku denger dari Winnie kalo Alvaro mau nemuin dia di kolam renang juga."
Derwin menepuk jidatnya lagi. "Ya ampun. Kenapa jadi gini? Ya udah, kamu bawa Winnie ke kamarnya Kak Michelle aja, ya. Dia sekamar berdua aja sama Kak Sarah dan mereka belum tidur. Kak Delpiero sama Kak Delvino sekamar di kamar yang lain."
Afin mengangguk. Sekarang dia jadi parno sendiri membayangkan reaksi Freya setelah melihat dia dan Winnie berpelukan di kolam renang tadi. Pokoknya, dia harus menjelaskan sendiri pada Freya untuk meluruskan kesalahpahaman ini.
⭐⭐⭐
Freya cemas karena hingga pagi, Winnie tidak kembali ke kamarnya. Oleh sebab itu, ketika cewek itu menemukannya di kamar Michelle dan Sarah, dia mengembuskan napas lega.
Walau bagaimanapun, dia harus meluruskan kesalahpahaman ini. Winnie harus tahu yang sebenarnya.
Winnie tampak tidak begitu fit karena efek mabuk semalam. Sebenarnya ini agak memalukan karena dia hanya mencicipi sedikit, tetapi pengaruh alkoholnya cukup besar seakan cewek itu menenggak sebotol penuh.
Juga cukup memalukan karena dia terbangun di kamar iparnya Afin dengan rambut berantakan. Kebayang tidak, sih, malunya seperti apa?
Namun untungnya, Winnie merasa tertolong dari situasi canggung karena kehadiran Freya yang tiba-tiba, apalagi dia datang karena ingin menemuinya.
Apakah karena Freya mengetahui kejadian semalam? Winnie menggumam dalam hati. Dia mengingat dengan jelas kejadian semalam tanpa terlewatkan dan sebenarnya dia juga tidak mengerti mengapa dia memeluk Afin meski dia juga ingat kalau saat itu ada wajah Alvaro yang sempat muncul dalam pikirannya.
"Kita spa, yuk?" ajak Freya tidak disangka-sangka, yang disambut tatapan-tatapan dari Michelle dan Sarah di belakang.
"Baru aja Kakak mau ajak kamu ikut kita spa," kata Sarah pada Freya dengan mata berbinar. "Mau sekarang aja? Yuk."
Freya tampak kaget. "Hmm... boleh, Kak. Tapi aku sebenarnya mau ngomong sama Winnie. Agak pribadi, sih. Kalo beda ruangan boleh, kan, Kak? Maaf, ya, aku nggak bermaksud...."
"Oh, nggak apa-apa kok," kata Michelle dengan kesabaran yang patut dipuji. Dia sepertinya memahami situasi yang terjadi karena sempat mendengar percakapan antara Derwin dan Afin waktu subuh tadi. "Nanti Kakak sama Kak Sarah di ruangan lain aja. Setelah itu kita sarapan bareng, ya?"
⭐⭐⭐
Meski berdua-dua di ruang berbeda seperti yang disetujui oleh Michelle sebelumnya, nyatanya ruang spa di antara mereka hanya dibatasi oleh tirai tipis sehingga besar kemungkinan obrolan antara Freya dan Winnie akan didengar jelas oleh kedua ipar Afin.
Namun, ini bukan masalah besar bagi Freya karena toh dia sudah mengambil keputusan bulat untuk mengutarakannya pada Winnie dan jika cewek itu menerimanya secara positif, keputusan tersebut akan terealisasikan yang pada akhirnya akan sampai ke telinga keluarga Afin juga.
"Win, ada yang mau gue ungkapkan ke lo," kata Freya membuka percakapan sementara dia dan Winnie menelungkupkan tubuh di atas kasur yang tersedia untuk dipijat oleh Terapis yang profesional.
Mata besar Winnie menatap pada Freya dengan rasa ingin tahu yang besar. Jika Freya sampai mengajaknya untuk spa di ruangan yang sama dan tujuannya adalah untuk mengobrol berdua secara pribadi, tentunya itu adalah sesuatu yang cukup penting.
Dan sepertinya mendesak.
"Gue sama Afin cuma hubungan sandiwara aja."
Pengakuan itu terdengar pelan, tetapi bagi Winnie adalah sesuatu yang mampu membuka matanya hingga ke bukaan maksimal dan juga mendebarkan jantungnya hingga ke ritme yang terlalu cepat. Di balik tirai, ekspresi yang sama juga ditunjukkan oleh duo Michelle dan Sarah yang saling beradu tatap muka secara refleks tanpa bisa dicegah.
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro