Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

20). Derwin's Coming

Freya mengerjap dengan salah tingkah saat menyadari kalau nada bicaranya terlalu berlebihan. Oleh sebab itu, dia sengaja berdeham keras-keras untuk menetralisir keadaan yang agak kaku karena Afin sekarang menatapnya dengan tatapan yang lebih cocok disebut suram.

"Ehem! Maksud gue, hmm... gue cuma... agak...."

Freya bermaksud menyusun kata-kata yang tepat untuk ngeles, tetapi mobil yang mereka tumpangi sudah mencapai gerbang sekolah yang mana situasinya sedang dikerumuni oleh para wartawan. Freya bisa mengetahuinya dari atribut yang mereka bawa; mulai dari kamera, alat perekam, hingga buku catatan kecil yang lengkap dengan pulpennya.

Seperti yang bisa diduga, para wartawan segera mengerubungi mobil pribadi Afin ketika melihatnya. Freya sempat takjub dengan kegigihan para wartawan yang bisa mengenali mobil pribadi tersebut padahal jendelanya dalam keadaan tertutup. Mereka tidak henti-hentinya memanggil nama lengkap Afin dan memohon kesediaannya untuk wawancara.

"Akses masuk sudah diblokir oleh para wartawan, Tuan Defian. Jadi... kita harus bagaimana?" tanya supir dari balik kemudi. Beliau melirik Afin dari kaca spion bagian tengah.

"Ini pasti gara-gara berita semalam," gumam Afin dengan nada bete sembari memikirkan solusi. Masalahnya, jumlah wartawan terlalu banyak sehingga tidak mungkin jika keluar dari mobil sekarang, apalagi target mereka adalah dirinya dan Freya juga pasti terlibat.

"Semalam?" ulang Freya, disambut anggukan dari Afin.

"Ini pasti strateginya Zenya. Setelah bersenang-senang lewat permainan Truth or Dare, dia memanfaatkan media untuk menginterogasi kita semua. Gue yakin, Alvaro sama Winnie juga pasti dicegat sama wartawan."

Afin mengeluarkan ponsel untuk menghubungi Alvaro yang tidak kunjung dijawab, begitu pula dengan nomor Winnie.

"Jadi... kita mesti gimana, Fin?" tanya Freya yang mulai gugup karena sepertinya jumlah wartawan semakin banyak karena gedoran pada pintu-pintu semakin berisik, mendesak mereka untuk keluar dari mobil itu.

Afin mendengkus kesal, lantas ketika dia hendak menghubungi temannya yang lain, para wartawan yang mengerubungi seperti lebah, mulai melonggarkan diri satu sama lain sehingga cowok itu tidak jadi menelepon. Dia segera memperhatikan apa yang terjadi dari balik jendela mobilnya karena tidak mungkin ada yang bisa menerobos para wartawan jika tidak ada bodyguard atau orang penting.

Benar saja. Ada yang mendekati mobil pribadi Afin bersama para bodyguard yang bertindak sebagai benteng untuk mencegah para wartawan setelah membuka jalan untuk seseorang yang penting itu.

Afin membelalak saat mengetahui siapa pelakunya.

⭐⭐⭐

Delpiero sudah memperhitungkan semua ketika mendengar berita dari asisten terpercayanya tentang seseorang yang berencana mengorek informasi agar bisa memublikasikan hubungan palsu antara adik bungsunya dengan Freya. Oleh karena itu, dia segera menghubungi adik keduanya yang sekarang ini berada di Inggris.

Meski awalnya cukup ribet karena adik keduanya sama bandelnya dengan adik pertama (mungkin lebih bandel karena adik pertamanya sudah lebih kalem dan dewasa setelah menikah), pada akhirnya Derwin bersedia untuk kembali ke kampung halaman untuk memenuhi misi yang diperintahkan oleh kakak sulungnya. Lagi pula, dia sudah lama tidak pulang.

Ketukan di pintu yang terdengar berirama membuat Delpiero menyeringai sedikit. Pelakunya pasti tidak lain adalah adik keduanya.

"Hey, my oldest brother. I'm totally sure that you miss me so bad," sapa Derwin setelah masuk ke dalam kantor untuk mendapati Delpiero yang tersenyum lebar padanya.

"You're right. Come here, my bro." Delpiero membentangkan tangan untuk memeluk adiknya dengan erat. Derwin membalas pelukan yang dibalas sama.

"Oke, kalo gitu sekarang kasih tau. Misi apa yang lo maksud? Gue rasa lo udah pro banget dalam menghayati peran lo dalam bisnis Papa, sampai-sampai nggak ada lagi yang bisa lo andalkan. Gue rela pulang hanya karena penasaran dengan misi sehebat apa itu."

"Justru misi itu hanya seujung jari kelingking gue, jadi gue mau lo yang urus," jawab Delpiero dengan nada sombong meski wajahnya tetap ganteng. "Gue sibuk akhir-akhir ini karena ada lima perusahaan yang mengajukan tawaran untuk akuisisi dalam minggu ini. Dua antaranya di luar negeri, jadi lo yang bantuin gue jaga rumah."

Jika Derwin bukan anak konglomerat seperti Delpiero, dia sudah pasti akan megap-megap kayak ikan yang kekurangan air saking kagetnya mendengar serentetan kalimat yang hanya mampu didengar oleh orang-orang golongan crazy rich. Makanya, alih-alih kaget, cowok itu malah memutar matanya dengan sebal seakan itu adalah permintaan yang tidak penting.

"Kenapa harus gue, sih? Kenapa bukan Delvino aja? Kan, dia juga santai sama kerjaannya," protes Derwin, membangkang seperti biasa.

"Kak Delvino, Win," tegur Delpiero, mengoreksi. "Harus elo karena lo masih single. Juga... lo yang paling cocok dalam memenuhi misi yang nggak penting, tapi nggak bisa diremehkan kalo nggak dicegah dari awal."

"Mentang-mentang gue single, lo bisa seenaknya," omel Derwin pelan, meski masih bisa didengar Delpiero yang sekarang beranjak dari kursi tinggi sebelum melipat lengan di depan dadanya.

"Tenang aja, lo bakal berterima kasih sama gue setelah tau apa yang harus lo lakuin," kata Delpiero dengan seringai yang tercetak pada bibirnya. "Di antara kita... lo, kan, yang paling suka pamer. Lagian, lo udah lama nggak ketemu Afin, jadi pasti bakal super excited kalo tau perkembangannya."

"Perkembangan? Emangnya Afin tumbuh besar apa gimana?" ejek Derwin. "Tingginya hampir ngalah-ngalahin kita, nggak lucu, kan, kalo dia tumbuh tinggi lagi?"

"He has a girlfriend now," bisik Delpiero dengan seringai yang lebih lebar sementara kepalanya didekatkan ke arah Derwin, membuat jarak mereka menipis di antara meja yang menghalangi mereka. "You should be happy for him, right? Since you seem to be worried because of his unusual interest."

Derwin memasang ekspresi syok, tetapi di saat yang sama, dia begitu lega mendengar penuturan dari Depiero. "Ini beneran, 'kan? Bukan gara-gara lo mau gue stay di sini, 'kan? Oh, no! I need prove. That's much better than words."

Delpiero menggoyangkan jarinya ke wajah Derwin berkali-kali dengan sorot mata kebanggaan. "I like your statement. Okay, then. You can rush to his school and you'll find out that what I tell is damn true. Oh yeah, you can start your first mission from there."

"Berasa kayak ikutan variety show Running Man aja," gerutu Derwin, tetapi dia mengangguk patuh.

⭐⭐⭐

"Kak Derwin?" panggil Afin usai membuka pintu mobil dengan gerakan yang terlalu cepat hingga lupa menutup kembali. Salah satu bodyguard Derwin yang berbaik hati untuk menutupnya kembali.

Para wartawan telah pergi setelah diusir oleh Derwin yang tentu saja dibumbui dengan ancaman yang berisiko pada kehilangan pekerjaan jika mereka masih bersikeras mewawancarai adiknya. Jadi, yang tersisa sekarang adalah beberapa bodyguard dan Derwin yang sekarang memeluknya singkat.

"My little brother, long time no see. I think, three years passed, right? You're growing up, Bro!"

"Papa Mama apa kabar?" tanya Afin karena orang tua mereka berpindah dari satu negara ke negara lain sesuai suasana hati sejak Delpiero meneruskan bisnis utama keluarga Fransisco. Afin sempat mendengar kabar terakhir bahwa mereka sudah cukup lama menetap di Inggris untuk menemani Derwin.

Tepat pada saat itu, Freya keluar dari sisi pintu mobil lain dan terpaksa harus menginterupsi mereka karena bel masuk sudah berdering sedari tadi, sejak masih dikepung oleh para wartawan. Setelah kondisi aman, bukankah seharusnya mereka kembali ke kelas?

Derwin menoleh, lantas ketika matanya dan mata Freya bertemu, keduanya tampak terpesona meski dalam artian yang berbeda.

"Gila, cakep banget!" puji Freya dengan mulut terbuka seperti biasa.

"Wow, she is your girlfriend, isn't she? She is very adorable. Kind of my type."

"Kayaknya kami harus masuk kelas dulu, Kak. Nanti kita bicara lagi, ya." Afin berujar sebelum mengajak Freya kembali ke kelas.

"Hmm... I just figured out that their relationship is fake, but why I think it seems to be real?" bisik Derwin dari balik punggung Afin dan Freya yang menjauh.

⭐⭐⭐

"Oh, so you are that Cassimira?" tanya Derwin dengan senyum seringainya ketika mengunjungi 'sangkar' Zenya di ruang siaran. Cewek itu kontan memutar kursinya ke arah pintu sebelum melepas headphone untuk menghadapi cowok itu.

"Hmm... you look alike Fransisco's sibling," kata Zenya dengan tatapan menilai.

"Karena gantengnya sama-sama khas, bukan?" tanya Derwin dengan tatapan jenaka sekaligus pamer. "Gue punya tawaran buat lo."

"Apa ini yang namanya negosiasi?" tantang Zenya. "Atau justru ancaman?"

Derwin menarik kursi kosong di dalam ruangan itu lantas memosisikannya di hadapan Zenya. Cowok itu sengaja duduk terbalik, lalu menyandarkan dadanya pada sandaran kursi putar itu. "Kita mesti kenalan dulu. Gue Derwin Fransisco, abang ketiga Defian. Lebih tepatnya, gue persis di atas dia."

"As expected," komentar Zenya malas-malasan. "Lo udah tau nama gue, jadi cukup basa-basinya."

"Cuma tau nama keluarga," kilah Derwin enteng. "Gue belum tau nama depan lo. Bukannya setiap pertemuan, setidaknya harus mengenal satu sama lain, 'kan? Bahkan orang musuhan aja tau siapa nama musuhnya."

"Zenya," jawab Zenya dengan nada tidak bersahabat dan heran sendiri mengapa dia mau saja menjawab pertanyaan itu. "Jadi, lo belum jawab pertanyaan gue. Itu nego atau ancaman?"

"Bisa dua-duanya karena semua orang punya persepsi sendiri dalam menilai sesuatu, bahkan pilihan yang harus diambil dalam situasi genting sekali pun."

"Make it short, please?" pinta Zenya sarkastik.

"Oke kalo itu mau lo, jadi gue nggak akan sungkan lagi," jawab Derwin. Ekspresinya seketika berubah menjadi lebih serius dan Zenya mengakui sepertinya dia sedang mendapat semacam firasat buruk sekarang.



Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro