19). That Kissing
Mata Freya membulat sempurna ketika mendengarnya, lantas berusaha menghindari tatapan Afin dengan mengalihkan atensinya pada Renata.
"Kissing isn't a big deal, why do you act like that? He's your boyfriend, right? That's much better than I don't have any, but I must do it with him."
Renata mengendikkan kepala ke arah Andro, lalu berbisik lagi pada Freya, "Oke, gue rasa lo malu karena harus ciuman di depan publik. Tapi ini sekolah internasional, Fre. Ini udah biasa bagi mereka."
"Sepertinya Freya nggak terbiasa dengan ini." Zenya tiba-tiba menyeletuk sehingga semua pasang mata kini tertuju pada Freya. Rona merah segera menguasai wajahnya hingga ke telinga. "Bukannya kamu memang pacaran sama Defian? Apa jangan-jangan kamu belum pernah ciuman, padahal kalian udah mengumbar kemesraan di sekolah selama ini? Oya, kejadian di atap sekolah waktu itu, itu kalian, 'kan? Jaraknya dekat banget, soalnya."
Zenya jelas memancing emosi Freya, terutama Afin. Tetapi keduanya sama-sama tidak ingin terpancing atau membantah karena hubungan palsu mereka pasti akan ketahuan jika melakukan salah satu dari pilihan tadi.
Zenya tersenyum simpul ketika melihat tidak ada reaksi. "Apa saya perlu tutup aja, ya, sesi ini? Soalnya saya juga nggak enak kalo tetap paksain lanjut. Ini sebenarnya hanya permainan aja, sih, nggak perlu ditanggapi seserius itu. Ekspresi kalian kayak nggak lagi pacaran, soalnya."
Freya bisa melihat ekspresi curiga dari sebagian besar penonton, juga para wartawan yang masih meliput berita terkini. Bahkan tidak sedikit yang berbisik seru pada teman sebelahnya dan menatap Freya dengan sorot mata meremehkan.
"Lanjut aja, Kak," kata Freya akhirnya, membuat Zenya menarik senyum kemenangan yang kentara.
"Oke, biar lebih menghayati, kita matikan lampu panggung selama 10 detik. Kita bakal hitung mundur dan ciumannya harus dilakukan setelah lampunya menyala kembali. Oke?"
Terdengar riuhan penuh semangat dari penonton yang membuat Freya tidak habis pikir karena harus melakukan ciuman pertamanya di depan orang banyak seperti ini.
Namun, mendadak ada sebuah ide yang muncul dari otaknya sementara lampu panggung telah mati total, kecuali lampu yang masih menyoroti bangku penonton. Dia menarik bahu Afin untuk membisikkan sesuatu ke telinganya. "Nanti pas lampunya nyala, lo cium di sudut bibir gue aja, ya."
Afin balas berbisik ke telinga Freya. "Lo kira Zenya nggak bakal tau? Dia udah siapin ini buat nyerang kita."
Selagi Afin dan Freya berbisik, meski hanya dari siluet mereka, Winnie bisa merasakan kemesraan itu. Hal tersebut lagi-lagi membuatnya merasakan denyut kecemburuan.
"Cowok yang sekarang harus lo perhatikan itu adalah gue, Win," tegur Alvaro. Ada kilat kekecewaan dalam mata Alvaro meski cahaya sedang redup. "Apa gue masih belum cukup mempertahankan lo di sisi gue?"
Winnie menggeleng. "Maafin gue, ya. Gue masih aja nyakitin, padahal lo udah sebaik ini ke gue. Buat semua kebaikan lo selama ini, gue cuma bisa bilang minta maaf dan terima kasih aja."
"Gue cuma butuh satu kalimat dari lo," ujar Alvaro, lantas mendekatkan wajah ke telinga Winnie. "Kalo lo bersedia bilang suka sama gue, bagi gue udah lebih dari cukup."
"Oke. Gue suka sama lo," bisik Winnie, gantian mendekatkan wajahnya ke telinga Alvaro.
Tidak ada yang Alvaro lakukan selain memeluk pinggang Winnie dan menipiskan jarak mereka untuk menciumnya.
Sedangkan Renata yang mendengar hitungan mundur Zenya, menatap Andro yang tampak gugup di hadapannya.
"Gue mau nanya, lo udah pernah ciuman belum?" tanya Renata dengan alis terangkat meski teknisnya Andro tidak mungkin bisa melihat ekspresinya gegara minimnya cahaya.
"Hmm, is that important now?"
"Yeah because it depends on my kissing to you. I won't suck with my tongue if it's your first time. I don't wanna shock you for sure."
Lidah Andro tiba-tiba kelu mendengar Renata yang begitu santai mengatakan hal itu padanya, tetapi segera menguasai diri karena hitungan mundur Zenya yang hampir tiba. Waktunya tentu tidak cukup untuk pendramaan yang tidak penting. "Then teach me. I won't faint, I promise."
"So, it's your first time, I guess. Okay, but don't mix feelings in this kissing because I won't do that."
Andro tidak diberi kesempatan untuk menjawab karena Renata telah menempelkan bibirnya dengan agresif ke bibir milik Andro.
Kembali pada Afin dan Freya. Cowok itu berusaha meneliti ekspresi Freya dalam gelap. Meski cewek itu menyarankan untuk mencium sudut bibir alih-alih bibirnya langsung, Afin mencurigai sesuatu karena tingkahnya berbeda total dari biasanya.
Sebenarnya wajar saja jika Freya menolak untuk dicium karena hubungan mereka memang palsu, tetapi entah kenapa Afin memiliki firasat aneh yang membuatnya teringat pada momen saat dia mengalihkan pandangan ke arah lain saat Afin menggombalinya tadi.
"Fin, lo denger gue, 'kan? Ini waktunya udah mau habis. Lo nyium di bagian sini dengan posisi miring atau gimana, kayak dalam drama-drama gitu. Gue yakin nggak bakal ketahuan. Gue--"
"Sori, tapi gue mau mastiin sesuatu," potong Afin tiba-tiba, membuat Freya sejenak lupa kalau waktu 10 detik itu sudah mau berakhir.
Tanpa permisi, Afin menyentuh wajah Freya dengan kedua tangannya sebelum memfokuskan bibirnya ke bibir Freya, bukannya di sudut bibir seperti yang diperintahkan cewek itu.
Mata Freya membelalak ke bukaan maksimal tepat ketika lampu-lampu panggung dinyalakan dan dia bisa mendengar teriakan histeris dari penonton serta kilatan kamera dari jauh.
Freya terpaksa menutup mata supaya tidak ketahuan, tetapi di saat yang sama, tanpa sadar dia membalas ciuman dari Afin hingga ikut mengangkat tangan untuk meremas bagian depan kemejanya.
Balasan ciuman dari Freya membuat Afin mengubah ciumannya menjadi lebih intens dan lembut, melupakan ciuman yang hanya sekadar menempel saja di awal-awal.
Hampir bersamaan, ketiga pasangan melepaskan ciuman yang disambut tepuk tangan meriah dari penonton dan wartawan. Zenya tersenyum bahagia ketika melihat momen ini. Dia tidak henti-hentinya mengelus dada untuk mensyukuri bahwa acara ini telah berjalan dengan sukses dan lancar.
"Terima kasih untuk tepuk tangannya yang meriah. Baiklah, dengan ini mari kita akhiri sesi pasangan yang spektakuler ini. Selanjutnya, kita akan masuk ke sesi paling akhir yaitu pembagian hadiah. Untuk...."
Freya tidak mendengar kelanjutannya karena mendadak penglihatannya menggelap. Tubuhnya terlalu lemas untuk berdiri sehingga ambruk di tempat, bersamaan dengan rangkulan Afin yang menangkapnya sebelum tubuhnya menghantam lantai, disusul teriakan Renata yang kaget karena pingsannya Freya yang tidak disangka-sangka.
Sayangnya, Freya tidak mendengar kata-kata Andro yang masih sempat-sempatnya berkomentar, "Harusnya gue yang pingsan, tapi kenapa malah Freya?"
⭐⭐⭐
Freya terbangun secara perlahan dan mendapati dirinya sudah berada di kamar tidurnya. Pakaiannya sudah diganti dengan piyama, begitu juga rambut palsunya yang sudah dilepas, dan wajah yang bersih dari sisa makeup, yang Freya yakin pastilah berkat campur tangan mamanya.
Freya mengecek jam weker di atas nakas yang sudah memasuki waktu subuh. Itu berarti, sudah lewat empat jam dari pesta di sekolah. Lantas mendadak, dia teringat kembali ciumannya bersama Afin. Hal yang paling mengganggu otaknya sekarang adalah; apakah Afin sudah mengetahui perasaannya atau tidak karena jika dia peka, seharusnya cowok itu sudah tahu arti dari balasan ciuman Freya.
Freya jelas mencampuradukkan perasaan ke dalamnya karena ciuman yang diberikannya begitu lembut dan terkesan menuntut. Namun meski memalukan, setidaknya dia bersyukur bisa pingsan di saat yang tepat karena untuk sementara, dia tidak perlu pusing memikirkan apa yang harus dilakukan usai insiden itu.
Berhubung Freya tidak bisa tidur setelah terbangun, dia memutuskan untuk mengecek ponsel dan rupanya ada pesan Whatsapp dari Afin.
Afin
Lo kenapa bisa pingsan, Fre? Lo sakit, ya? 02.23
Seenggaknya balas bentar ya, biar gw nggak terlalu cemas. 02.35
Mama lo tadi bilang mungkin karena tekanan darah terlalu rendah yang katanya terpicu oleh syok sama kecapekan. 03.01
Apa ciuman kita yang bikin lo syok? Gw tau ini ciuman pertama lo, tapi gw nggak nyangka lo bisa syok sampai pingsan. Maafin gue, ya. 03.05
Freya baru saja mengetik untuk membalas Afin ketika ekor matanya melihat status Afin yang berubah menjadi online.
Kepada : Afin
Gw baik-baik aja, Fin. 😀 Lanjut tidur, ya. besok masih sekolah. 03.30
Dari : Afin
Okay.. see you very soon. Moga cepat sembuh, ya. 03.30
Namun nyatanya, Freya tidak kunjung tidur sampai pagi, bahkan dia mengalahkan si ayam jago milik tetangga karena sudah bangun duluan.
⭐⭐⭐
"Kayaknya lo nggak sehat, deh." Afin berujar dengan nada cemas sebelum mengecek suhu badan Freya dengan punggung tangan.
Mereka sudah duduk di mobil keluarga Afin yang sedang melaju menuju sekolah pagi ini. Entah karena Freya memang sedang dalam kondisi fisik yang lemah atau jantungnya yang kecapekan gara-gara Afin, cewek itu tidak tahu. Yang jelas, Freya mengumpat dalam hati karena kesal pada matanya yang terus-terusan melirik bibir Afin yang kelihatannya menjadi lebih seksi dari sebelumnya, membuatnya teringat kembali pada momen semalam, apalagi di saat Freya membalas ciumannya dengan lebih agresif.
Freya tidak sadar memainkan bibirnya sendiri dengan jemarinya, selagi matanya melirik bibir Afin yang terlihat begitu menggoda.
"Lo kenapa? Bibir lo kering, ya?" tanya Afin dengan sorot mata penuh kecemasan lagi, membuat Freya tersentak dari duduknya dengan agak berlebihan.
Mendengar kata bibir sepertinya menjadi tabu bagi cewek itu.
"Ng-nggak kok. Gu-gue baik-baik aja," jawab Freya gugup, memutuskan lebih baik mengalihkan perhatian ke luar jendela.
"Oh iya, soal semalam...." Afin berucap pelan sementara mobil yang mereka tumpangi melewati jalan tol.
Freya menoleh terlalu cepat sehingga urat di lehernya sempat menegang. Afin spontan tergelak saat membaca ekspresinya.
"Kayaknya ada yang terbawa suasana," kata Afin, menyelesaikan kalimatnya dengan ambigu. Dia mendekatkan kepala ke arah Freya untuk berbisik, "Lo nyuruh gue nyium sudut bibir lo, tapi ternyata lo menikmatinya juga."
"Apa lo harus seterus terang itu?" tanya Freya setelah bersusah payah menetralkan ekspresi wajahnya menjadi tidak peduli meski nyatanya gagal total karena efek rona merah pada seluruh wajah hingga telinga dan tengkuk terlihat sekentara itu.
"Soalnya lo gemesin banget," jawab Afin sambil cengengesan. "Oke, oke. Gue nggak godain lo lagi. Gue beneran mau nanya serius sekarang."
"Biar gue yang ngomong dulu," timpal Freya dengan raut wajah yang sama seriusnya. "Lo boleh nanya apa aja, tapi jangan bahas ciuman itu lagi. Apa pun itu, janji dulu sama gue."
"Kenapa?" tanya Afin yang gagal paham. Entah kenapa nada bicaranya terdengar kecewa.
Sejujurnya, Afin baru saja ingin mengakui bahwa dia benar-benar mempunyai perasaan tulus pada Freya setelah memastikan sendiri dengan mencium gadis itu semalam. Ciuman tersebut tentu bukan semata-mata karena ingin memanfaatkan hubungan palsunya seperti yang pernah dia katakan pada Freya di hari pertama mempublikasikan hubungan di sekolah, tetapi ciuman itu adalah sebuah ketegasan untuk bertanya pada dirinya sendiri apa arti Freya untuk dirinya.
Afin menemukan jawabannya lewat ciuman itu. Tepat seperti apa yang pernah dikatakan oleh Ray Nathaniel yang adalah teman dekat abang ketiganya, bahwa melalui ciuman, kita bisa menafsirkan sendiri arti cewek tersebut pada diri kita.
"Ciuman itu adalah satu-satunya cara yang paling efektif karena setelah lo nyium dia, lo bakal tau perasaan lo yang sebenarnya. Kalo lo benci sama orang itu, jawaban dari ciumannya akan bermakna 'say goodbye'. Maksudnya, lo nggak bakal mau meneruskan ciuman itu. Tapi sebaliknya kalo lo suka sama orang itu, ciumannya akan berarti 'stay forever' yang mana membuat lo terus menginginkannya," jelas Ray pada Derwin yang tidak sengaja didengar oleh Afin waktu itu. Ray saat itu telah resmi bertunangan dengan gadis yang disukainya dan bersedia berbagi pengalaman pada abangnya yang saat itu sedang galau karena tidak bisa mengerti apa arti perasaan pada gebetannya.
Freya memberi tatapan datar, lalu berkata, "Karena gue nggak mau bahas. Itu terlalu memalukan buat gue."
Kenapa, sih, lo nggak ngaku aja kalo lo juga suka sama gue? Afin membatin dengan mata yang sarat akan luka.
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro