Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

12). Jealous? Actually, yes.

Situasi di SMA Bernard lebih heboh dan jauh lebih gempar dari biasanya ketika melihat Freya Gisella berjalan bersisian dengan Defian Fransisco yang biasa dipanggil Afin dalam geng A4. Bisik-bisik seru terdengar di sekitar mereka sementara Freya menahan dirinya semaksimal mungkin untuk tidak menoleh dan mencari tahu apa saja yang mereka bicarakan dengan teman di sebelahnya.

Freya dan Afin tidak berpengangan tangan seperti layaknya pasangan romantis, tetapi itu sudah cukup bagi mereka untuk menyebarkan gosip karena semobil berdua. Lebih tepatnya, Freya nebeng di mobil Afin yang mengantar mereka sampai gerbang sekolah.

Renata jelas tidak percaya dengan apa yang disaksikannya alias syok dengan nasib Freya yang ternyata tidak membuatnya kelihatan akan diperlakukan dengan semena-mena seperti yang dia kira. Meski ini termasuk kabar baik dan bukannya kabar buruk, tetap saja Renata melongo melihat kedekatan Freya dan Afin yang tidak disangka-sangka.

Renata tidak sadar kalau sedari tadi Andro sudah berdiri di sebelahnya, ikut memperhatikan ke arah duo Freya dan Afin yang membelok ke koridor lain menuju kelas.

"She is really something else, huh?" tanya Andro. "Kedekatan mereka kayaknya nggak main-main."

Renata menoleh dan mendapati Andro rupanya sedang berbicara padanya. Cewek itu hendak merespons perkataan Andro, tetapi diinterupsi oleh kedatangan cowok yang lain. Dia adalah Ars.

"How could you come together?" tanya Ars, mengira Andro dan Renata datang bersama-sama. "Kalian pacaran, ya? Gue kira cuma Freya dan Afin yang pacaran, selain Alvaro sama Winnie tentunya."

"Stupid as usual," hina Renata pedas, tetapi tidak didengar oleh Ars karena mendengar Andro bertanya padanya.

"Jadi, Freya beneran jadian sama Afin, ya?"

"Mereka datang sama-sama ke sekolah. Pake mobil keluarga Afin. Gue rasa itu cukup untuk menyimpulkan mereka pacaran sekarang."

Renata memutuskan untuk kembali ke kelas, berharap bisa bertemu dengan Freya tanpa ditemani Afin di sisinya agar bisa bertanya langsung.

⭐⭐⭐

Freya berpisah jalur dengan Afin sesampainya di lantai kedua di mana kelas Freya berada. Namun sebelum Afin melanjutkan langkah menuju tangga berikutnya, cewek itu mendekat sebelum menjinjitkan kaki untuk berbisik yang sayangnya masih kurang tinggi untuk mencapai ke telinga Afin.

Afin mendengkus geli sebelum membungkuk agar bisa menyejajarkan telinganya ke bibir Freya. Tindakan kecil tersebut rupanya menambah heboh di sekitar mereka. Tidak sedikit yang memekik iri dan menatap Freya dengan tatapan menusuk.

Afin sudah menduga di hari pertama kebersamaan dirinya dengan Freya di sekolah pastilah akan mengundang banyaknya pasang mata yang super julid, tetapi dia tidak menyangka akan seheboh ini. Bahkan tidak sedikit yang mengikuti mereka ke mana-mana.

"Eh, gue baru nyadar. Kalian udah nggak jalan bareng bentuk formasi kayak adegan drama Meteor Garden lagi, ya?"

Afin menatapnya datar. "Untung, ya, si Alvaro nggak jatuh cinta sama lo. Kalo dia suka sama lo, bisa jadi semua adegan dalam drama itu dipraktekin kalian tanpa terkecuali."

Freya terkekeh. "Gue ngebayangin kalo misalnya gue bergabung sama kalian, bakal merusak pencitraannya Alvaro nggak, ya?"

"Apa perlu bahas di sini? Lo coba hitung sendiri, deh, berapa banyak pasang mata yang lagi lihat kita sekarang."

Alih-alih mengikuti arah pandang mata Afin yang melirik ke sekitarnya, Freya malah mencondongkan tubuhnya, memperparah kehebohan yang terjadi di sekitar mereka. "Ini, tuh, strategi gue. Mumpung gue punya kesempatan buat pamer kalo gue punya pacar konglomerat dan wajahnya juga sebelas dua belas sama Alvaro, meski dalam artian lo bernilai sebelas dan Alvaro dua belas. Lo nggak keberatan, 'kan?"

Tepat pada saat itu, ada yang menerobos paksa kerumunan di ujung, membuat yang lain otomatis memberikan jalan ketika tahu siapa yang mau lewat. Mereka adalah Alvaro dan Winnie, lalu disusul Ars, Andro dan bahkan Renata. Mereka semua menatap Afin dengan tatapan heran, terlebih Winnie yang tampak tidak senang dengan kedekatan keduanya.

Tatapan Afin tertuju pada Winnie yang menatapnya dengan tatapan cemburu, lalu ke Alvaro yang menatapnya tajam.

Tindakan Afin selanjutnya memang tidak disangka-sangka, karena pada detik berikutnya dia menoleh ke Freya sebelum membungkuk lebih dekat seraya berbisik di telinganya, "Sama sekali nggak keberatan karena gue juga akan memanfaatkan kesempatan untuk membuat seseorang patah hati. Mumpung gue punya pacar yang jelas-jelas standarnya jauh dari sempurna. Lo nggak keberatan, 'kan?"

Freya berkedip. Kata-kata Afin memang benar adanya, tetapi mengapa dia merasa seperti sedang ditusuk, ya?

"Gue anggap kedipan lo berarti iya," bisik Afin lagi sebelum mendekatkan bibir ke salah satu pipi Freya untuk menempelkan ciumannya.

Ciuman di pipi itu memang singkat, tetapi keintiman mereka begitu terasa hingga memberi kesan baper bagi siapa saja yang menyaksikan. Masalahnya, Afin tidak hanya menempelkan bibir di pipinya saja, tetapi juga mengulurkan tangan untuk merangkul sekeliling pinggang Freya, menipiskan jarak di antara keduanya.

Mata Freya membelalak lebar. Keramaian di sekitar tak lagi diperhatikannya. Dia hanya melongo dengan mulut terbuka lebar, bahkan lupa menutupnya.

Afin nyengir ketika melihat ekspresi Freya sembari melepaskan rangkulannya begitu saja. "See you on break time," ucapnya lantang. Tentu saja tujuannya adalah agar semua bisa mendengarnya.

Alvaro segera menarik tangan Winnie keluar dari kerumunan supaya tidak ada yang bisa melihat ekspresinya, sementara Renata mendekati Freya untuk menariknya juga ke kelas. Sisanya, Ars dan Andro berlari cepat menuju lantai ketiga untuk menginterogasi Afin.

"Tell me," perintah Renata setelah mereka sampai di kelas dan duduk di bangku mereka masing-masing.

Freya tahu Renata selalu tulus padanya, tetapi kali ini Freya terpaksa membohonginya. Dia tidak bisa mengulang kesalahan yang sama dengan mengungkapkan kebenaran yang berisiko didengar oleh orang lain lagi.

"Seperti yang lo liat tadi, gue sama Afin pacaran," jawab Freya meski sebenarnya jika Renata peka, nada bicara Freya terlalu datar dan tidak ada emosi di dalamnya.

"Do you really expect me to believe what you said just now?" tanya Renata dengan nada tidak percaya. "Lo baru kenal dia beberapa hari dan kalian udah sedekat itu?"

"Hmm... sebenarnya gue udah lama kenal dia, cuman kami backstreet. Gue terpaksa bohongin lo. Sori, ya."

"Backstreet?" tanya Renata, masih dengan nada tidak percaya. "Does it make sense?"

"Lo coba pikirin kemungkinannya. Menurut lo, apa masuk akal kalo gue dalam beberapa hari aja udah kayak dekat sama kelompok A4? Meski yang lain nggak kenal gue karena kami berhubungan secara backstreet, tapi gue bisa secepat itu berinteraksi sama mereka. Bahkan, Ars sampai bilang kalo gue beda dengan cewek-cewek lain."

Mendadak Renata teringat pada komentar Andro di koridor tadi pagi.

She is really something, huh? Kedekatan mereka kayaknya nggak main-main.

"Oke. Anggap aja gue percaya. Jadi, yang membuat Afin batalin pertunangannya itu karena lo, ya?"

"Gue nggak berani ngomong gitu, Ren. Tapi gue rasa mungkin karena Afin tau kalo Alvaro suka sama Winnie. Bukankah wanita akan lebih bahagia bersama pria yang lebih mencintainya?"

Renata pada akhirnya tidak mempunyai pilihan selain mengangguk meski sebenarnya dia belum puas dengan jawaban Freya dan sempat berfirasat kalau cewek itu tidak benar-benar jujur.

⭐⭐⭐

"Do you really have something with that Freya?" tanya Andro kepo sekaligus syok dengan apa yang dilihatnya barusan di dekat tangga menuju lantai tiga tadi.

"Ambigu banget pertanyaan lo," protes Afin cuek sembari membuang pandangannya ke jendela, tetapi tidak membuat Andro maupun Ars menyerah begitu saja. Keduanya segera menghadang jendela supaya Afin tidak bisa mengelak.

Pintu kelas terbuka dari luar tepat pada saat itu. Pelakunya adalah Alvaro dengan Winnie yang menyusul di belakang. Awalnya mereka menempati bangku di depan Afin tanpa menoleh, tetapi rupanya Winnie tidak tahan sehingga dia memutar tubuhnya ke arah Afin. Alvaro pada akhirnya turut berpaling.

"Fin, lo benar-benar suka sama Freya, ya?" tanya Winnie dengan tatapan nanar dan sarat akan luka.

Afin mengalihkan fokus dari jendela, lantas menatap langsung ke mata Winnie. "Iya. Gue suka sama dia."

"Jadi... apa itu sebabnya lo batalin pertunangan itu? Karena dia?"

Afin menghela napas. "Ini nggak ada hubungannya dengan dia, Win. Bukankah yang paling penting itu perasaan gue ke lo, 'kan? Rasa suka Alvaro jelas lebih besar daripada rasa suka gue ke elo. Menurut gue, lo akan jauh lebih bahagia sama dia. Bukan gue orangnya, Win, tapi Alvaro."

"Lo nggak berhak ngatur pilihan gue, Fin. Apa, sih, yang kurang dari gue? Gue cantik, tinggi, pintar, kaya, dan sempurna. Semua bisa gue dapetin kecuali satu. Hati lo."

"Alyssa Edelwine," tegur Afin.

"Jawab pertanyaan gue!" perintah Winnie dingin.

"Oke. Gue akan jawab. Gue nggak butuh cewek sempurna buat bersanding sama gue. Gue hanya butuh kenyamanan dan itu yang gue dapatkan dari Freya," jelas Afin tegas meski di dalam hatinya, dia mengutuk diri sendiri karena sudah mengatakan hal yang keterlaluan pada Winnie. "Sedangkan Alvaro dengan senang hati menerima kesempurnaan lo di sisinya. Jadi, gue yakin Alvaro adalah cowok yang tepat buat lo, Win. Kalian serasi."

Anggota A4 lainnya merasa serba salah akan kerenggangan antara Afin dengan Winnie, sedangkan bisik-bisik heboh mulai terdengar di belakang mereka, selayaknya backsound.

"Kalo ada yang rekam, gue akan bikin kalian dikeluarkan dari sekolah. Mengerti?" ancam Alvaro seraya mengedarkan pandangan ke semua arah, berhasil membuat mereka terkesiap dan ketakutan.

Winnie tampak berusaha berbesar hati meski sangat sulit karena matanya berkaca-kaca sekarang. "Thanks udah jelasin ke gue dengan jujur. Persahabatan kita udah terjalin begitu lama, jadi menurut gue, hubungan kita nggak seharusnya retak hanya karena pertunangan kita batal. Tapi di satu sisi, rasa suka gue ke lo juga udah tumbuh begitu lama, jadi ini juga nggak gampang buat gue kalo mau lupain gitu aja."

"Gue paham, Win. Jadi—–"

"Nggak, lo nggak paham," potong Winnie sambil menyeringai, seolah-olah berusaha agar tidak terkesan membawa perasaan, tetapi nyatanya gagal. "Karena kalo paham, lo nggak mungkin terang-terangan nunjukin ke semua orang kalo lo udah punya cewek di saat lo nolak pertunangan kita yang baru berselang tiga hari. Gue bukannya ada hak untuk ngelarang lo pacaran. Bukan, bukan itu maksud gue. Gue cuma berpikir setidaknya lo punya hati nurani untuk menghargai perasaan gue yang jelas-jelas tulus sama lo. Setidaknya lo bisa memberi waktu buat menyembuhkan perasaan gue sendiri meski nggak gampang. Setidaknya lo bisa membayangkan gimana perasaan gue ketika melihat orang yang disukainya dekat sama cewek lain. Siapa pun itu."

Gue mungkin akan menyesal karena udah menyakiti dan melepaskan lo, Win. Tapi jalan yang udah gue tempuh nggak akan bisa gue ulang kembali.

"Lo tau apa yang membedakan gue sama Alvaro?" tanya Afin pelan, berusaha mengabaikan perasaan sesal yang mulai menghinggapinya. "Anggap aja gue dan Alvaro sama-sama suka sama lo. Tapi perbedaan kami adalah, gue lebih memilih persahabatan daripada cinta, sedangkan Alvaro sebaliknya. Gue memilih pergi, tetapi Alvaro memilih bertahan. Awalnya mungkin akan sulit, tapi gue yakin pada akhirnya lo bakal mengerti bahwa apa yang gue katakan itu benar."

Lantas setelah berkata demikian, Afin beranjak untuk meninggalkan kelas, mengabaikan ekspresi Winnie yang membeku di tempat selagi Alvaro menatap punggung Afin sampai dia menghilang di belokan.

Meski gue merasa marah karena kesannya lo seperti cowok brengsek, tapi ada satu pujian yang mau gue katakan dengan tulus. Thanks karena udah mempercayakan gue buat berada di sisi Winnie.

Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro