Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

7. Juga Cukup Rapuh

- ■ -

Anak itu jatuh terduduk dari pegangan Ayahnya. Dan jelas terlihat, ia merasa kesakitan dengan tindakan pria di hadapannya.

"Kau menyakitiku!" teriak anak laki-laki itu mulai terisak. Kedua sisi kepalanya terasa nyeri.

Sang Ayah menghela napas.

"Jangan bertingkah lemah seperti Ibumu, Patrick," ujar Ayahnya tanpa pikir panjang. "Ayo cepat bangun, dan kita mulai lagi."

Sang anak menolak. "Tidak! Aku tidak mau!" tuturnya menggeleng-geleng.

"Patrick, ayolah," bujuk sang Ayah memperlembut suaranya. "Bukankah kita sudah lama tidak bermain bersama seperti ini?"

Anak laki-laki itu terdiam. Tapi entah karena rasa takut atau karena hal lain, sang anak akhirnya mengikuti kemauan Ayahnya. Mendekati pria tersebut untuk kembali melanjutkan 'permainan' mereka.

***

"Mr.Melrose!"

Patrick terperanjat akan teriakan seseorang. Seketika itu juga dirinya terbebas dari ingatan memuakkan masa kecilnya.

Pandangannya buram. Telinganya terasa berdengung panjang. Tubuhnya terasa panas, dan gerah. Telapak tangan bagian dalamnya, serasa dingin dan basah oleh keringat.

Ah, ia paham keadaan apa ini. Dan ia juga tahu bagaimana mengatasinya.

"Mr.Mel-ah! Belanjaanya!" Dengan gerakan sigap serta cepat, Stephanie berhasil menangkap papper bag yang dijatuhkan Patrick tiba-tiba. "Sir, apa mak-saya belum selesai berbicara!"

Lagi, ketika Stephanie belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Patrick bereaksi. Namun kali ini, sang pria berambut cokelat itu terlihat pergi meninggalkan Stephanie.

"Mr.Melrose!" panggil Stephanie dari tempatnya. Tapi, ketika melihat Patrick tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti, Stephanie pun langsung memutuskan untuk mengikutinya.

***

Stephanie mengira pria itu pergi ke suatu tempat yang tak ia ketahui. Namun nyatanya, ia hanya kembali ke rumah. Masuk melewati pintu depan, lalu berjalan melewati koridor rumahnya untuk menuju kamar tidurnya. Sedangkan Stephanie sendiri, ia terlihat mengekori Patrick. Mengawasi dalam jarak tertentu sebagai tindak kewaspadaan andai partner-nya melakukan hal yang tak semestinya--menggunakan obat terlarang.

Dan dugaannya benar.

Patrick membawa Stephanie menuju kamar sang pria. Ia sibuk mencari sesuatu. Mengabaikan--atau memang tak menyadari--eksistensi Stephanie di ambang pintu.

"Tak ada," bisik Patrick usai mengacak-acak laci side desk-nya. "Kemana obatnya!?"

"Sir, saya sudah bilang, 'kan bahwa saya telah membuang semua obat-obatan milik Anda," sahut Stephanie dengan tenang. Berbanding terbalik dengan Patrick yang terlihat panik dan gelisah.

Patrick berbalik. Melangkah meninggalkan side desk-nya, dan berjalan menuju pintu keluar kamarnya. Mengabaikan sosok wanita honey blonde itu, untuk ganti pergi menuju kamar mandinya.

'Kemana lagi dia?' batin Stephanie memandang punggung Patrick yang mulai menjauh dari pandangannya. Yang setelahnya, ia pun segera mengikuti langkah Patrick.

Tak lupa, ia mampir ke dapur untuk meletakkan barang belanjaannya.

Karena menyempatkan diri untuk pergi ke dapur, Stephanie harus datang terlambat untuk menyusul Patrick. Karena begitu ia tiba--usai memasuki setiap ruangan yang ada--di kamar mandi, Stephanie melihat Patrick membuka tangkir air closet duduknya. Dan mengambil sesuatu di sana.

'Hell! Tempt rahasia!' teriak Stephanie dalam hati, ketika melihat benda apa yang diambil Patrick.

"Mr.Patrick! Jangan!" henti Stephanie segera menerjang ke arah Patrick. Me-takle-nya hingga terjatuh dan menduduki kedua kaki sang pria.

Kedua tangan Stephanie dengan cepat menahan kedua tangan besar Patrick. Menguncinya di masing-masing sisi samping kepalanya.

"Tolong sadarlah, Mr.Melrose!" ujar Stephanie melawan penolakan yang dilakukan Patrick. Perbedaan ukuran tubuh di antara mereka, jelas menjadi sebuah kerugian bagi Stephanie.

"Pergi!" balas Patrick. Mata indahnya yang berpadu dua warna itu, terlihat dipenuhi amarah. Tapi di balik tatapan tersebut, Stephanie bisa menangkap ada rasa ketakutan yang tersimpan.

Sehingga Stephanie, memilih untuk menggunakan kata itu.

"Saya tidak akan menyakiti Anda, Patrick," sebut Stephanie dengan lembut menenangkan. "Jadi, Anda tidak perlu takut."

Perlawanan yang dilakukan Patrick, perlahan berhenti. Stephanie bisa merasakan itu. Tapi setelahnya, pria di bawah Stephanie tiba-tiba terisak.

"Tolong ... maafkan aku, Ayah," sebut Patrick menoleh ke arah lain secara refleks. "Tolong jangan sakiti aku. Aku ... akan jadi anak baik. Aku akan diam seperti yang Ayah katakan."

Stephanie tak tahu apa tang ditakuti Patrick. Apa yang menjadi setan masa lalunya yang lain. Tapi kali ini, ketika ia mendengar isakan sang pria dan ucapan gemetarnya, Stephanie paham kenapa seorang Patrick Melrose bisa menjadi seperti ini.

Namun, meski sudah mengetahuinya, apa yang bisa dilakukan Stephanie Willkerson?

Ha! Pertanyaan bodoh.

"Patrick,"

Kembali, Stephanie memanggil nama Patrick. Namun kali ini, tak ada embel-embel tuan atau sejenisnya. Dan tangannya, tampak menutupi kedua penglihatan Patrick. Tubuhnya ia condongkan ke depan. Menyesuaikan posisi bibirnya di samping telinga sang pria.

"Anda aman bersama saya," sambung Stephanie, "dan percayalah, semua akan baik-baik saja. Saya akan menolong Anda. Kapan pun Anda membutuhkannya. Karena memang itulah gunanya seorang partner, Patrick."

- ■ -

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro