18. Namun, Mengomentari Soal Pekerjaan Itu Cukup Tak Pantas
— ■ —
Sang wanita terdiam mempertimbangkan pertanyaan Patrick. Perlu kah ia menjawabnya? Apa itu penting jika ia mengetahuinya?
"Boleh saya bertanya alasan atau atas dasar apa Anda mempertanyakan hal itu?" jawab Stephanie akhirnya dengan pertanyaan.
Patrick ganti terdiam. Matanya terarah lurus kepada Stephanie, saat ia menyesap dalam rokoknya.
"Just curious," jawab Patrick akhirnya. Yang andai boleh jujur, Stephanie jelas tak merasa puas dengan jawaban tersebut.
"Really?" balas Stephanie meyakinkan. Dan sejenak, ia berhenti berucap untuk menikmati rokoknya.
Patrick mengangguk.
Kembali, Stephanie terdiam mempertimbangkannya. Rokoknya bertengger di mulutnya, namun ia tak sungguh menyesapnya. Hanya membiarkan itu berada di sana.
"Sama seperti hidup," jawab Stephanie akhirnya memutuskan mengutarakan.
"Seperti hidup? Apa maksudnya itu?" balas Patrick lanjut meminta penjelasan.
"Ada suka maupun dukanya," jelas Stephanie, "ada kepuasan, ada juga ketidakpuasan. Terkadang, saya bertemu dengan partner yang menyenangkan. Yang dalam artian, ia tidak keras kepala seperti Anda,"
Patrick menyipitkan mata.
"Menurutmu aku keras kepala?" tanya Patrick dengan wajah bodoh nan polosnya.
Stephanie memutar bola matanya dengan penuh drama.
"Yap. Anda sangat, sangat, sangat keras kepala," jawab Stephanie mengulang kata yang sama tiga kali.
"Tapi kau bisa bertahan menghadapiku," balas Patrick dengan nada sinis. Bahkan senyum sinis pun tampak terukir di bibirnya.
"Ya itulah dukanya menjadi partner sewaan," ujar Stephanie menyangkutkan topik mereka, dengan topik utama sebelumnya. "Seburuk apapun sifat partner yang menjadi pasangan saya, itu tetap harus saya hadapi,"
"Tunggu. Jadi, ketika kau sudah berpasangan dengan seseorang, kau tak bisa memilih untuk mengundurkan diri?" tanya Patrick penasaran.
Stephanie menggeleng. Menyesap rokoknya, lalu mengembuskan asapnya ke udara.
"Tidak jika karena alasan sepele," jelas Stephanie, "misalnya seperti saya tidak dapat menghadapi si A. Alasan seperti itu, tidak bisa diterima oleh perusahaan,"
"Dan apa yang diizinkan oleh perusahaanmu?"
"Partner tewas. Atau terjerat aksi kriminal, dan sebagainya,"
"Dan partner-mu bisa memilih untuk mengakhiri kontrak, andai ia merasa tak suka atau sejenisnya?"
Stephanie mengangguk.
"Bukankah ... itu tidak adil namanya?" tanya Patrick berpendapat. Yang mana, itu cukup untuk membuat Stephanie membelalakkan mata.
"Tidak adil bagaimana?" balas Stephanie bertanya balik.
"Pihak kedua bisa memutus kontrak, tapi pihak pertama tidak bisa," jelas Patrick, "bukankah itu berarti berat sebelah? Sama saja, kalian para pekerja Metanoia seolah dirantai sebagai budak yang tak bisa lepas dari majikannya,"
Sesuatu seperti menyadarkan Stephanie. Salah satu alis wanita itu jelas tampak naik. Curiga akan sesuatu.
"Pardon? What do you say?" tanya Stephanie meminta pengulangan. Matanya menyipit, nadanya berubah tak suka.
"Kalian tidak jauh berbeda dengan budak yang dirantai oleh majikannya," ulang Patrick tanpa rasa sungkan. Ia hanya mengatakan apa yang perlu dikatakannya, dan apa yang mau didengar wanita di hadapannya. "Kalian tak bisa bebas dengan mudah. Tapi majikan kalian bisa saja mem—"
"We're not slave!" sanggah Stephanie dengan lantang. Mata cokelat ambernya menatap tajam kepada Patrick.
Kali ini, Stephanie sungguh tak menyukai pendapat Patrick.
"Kami membawa perubahan untuk partner yang menyewa kami," tutur Stephanie dengan nada yang tegas.
"Ini hanya—"
"Dan saya sungguh tersinggung dengan apa yang Anda katakan, Mr.Melrose," potong Stephanie tak memberi Patrick kesempatan membalas ucapannya terlebih dulu. "Apakah Anda tahu apa arti budak itu sendiri, Sir?"
Patrick sejenak membisu. Memandang iris cokelat amber yang begitu tajam di hadapannya.
"Tentu saja aku paham," jawab Patrick menghela napas. "Tapi seperti yang kubilang, itu hanya—"
"Dan saya tidak suka dengan perumpamaan yang Anda gunakan," potong Stephanie lagi.
"Oke, oke," Patrick mengangkat kedua tangannya menyerah. "Aku tarik ucapanku barusan soal kau maupun rekan-rekanmu di Metanoia. Jadi jangan ma—"
"Mr.Melrose,"
Tiga kali.
Oke, itu sudah ketiga kalinya Stephanie memotong ucapan Patrick. Sungguh hal yang tidak biasa.
"Saya telah banyak melakukan hal bodoh sepanjang hidup saya," sambung Stephanie sambil beranjak dari pinggir jendela. "Dan Anda tahu apa lagi hal bodoh yang baru saya lakukan baru-baru ini?"
Patrick hanya terdiam dengan kening berkerut. Heran kenapa tiba-tiba Stephanie membahas hal semacam itu. Tapi disisi lain, ada rasa ingin tahu juga yang menyelimutinya.
"Jatuh hati pada Anda dengan mudahnya." Ungkap Stephanie dengan senyum kesedihan yang tampak jelas.
— ■ —
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro