Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

10. Hubungan Sementara

- ■ -

"Skak,"

Stephanie menarik tangannya dari bidak hitamnya. Bersedekap dengan tampang datar, sembari memandang Patrick yang siap akan meledak. Walau faktanya, dibalik ekspresi datar yang dilukiskan Stephanie, ia merasa puas melihat kekalahan Patrick.

Pria itu juga yang bodoh karena menantang Stephanie dalam game strategi. Hal semacam itu, sudah seperti makanan sehari-hari bagi sang wanita.

Yups. Entah angin apa yang merasuki seorang Patrick Melrose--dan tentu saja Stephanie sudah memastikan bahwa bukan karena efek obat--pria itu tiba-tiba mengajukan diri untuj bermain catur dengan Stephanie. Kebetulan, wanita ia memang tengah bermain sendiri--seperti biasa--karena merasa tak ada yang perlu dilakukannya.

Tentu saja penawaran itu berhasil mengejutkan Stephanie sepenuhnya. Membuat dirinya berburuk sangka terhadap pria tersebut.

"Saya menang," ucap Stephanie jelas terdengar bangga dan sombong.

Patrick mengembuskan napas panjang. Menahan diri untuk tidak membalik papan catur di hadapannya atas kekalahan yang ia terima. Sabar. Sabar.

"Tentu saja aku tak memiliki kesempatan," komentar Patrick melipat kedua tangan di depan dada, dan menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa. "Hanya sesama jenius yang bisa mengalahkan seorang jenius,"

Jemari Stephanie tergerak. Sesuatu yang menyakitkan, sesaat terasa menembus dadanya.

'Kau memang jenius, Stephanie. Mother bangga padamu.'

'Orang jenius sepertimu mana mungkin paham rasanya diabaikan.'

'Anak manja. Cari perhatian.'

Stephanie menggelengkan kepala. Membuang jauh ingatan samar, serta mencoba mengabaikan suara-suara dari masa lalu yang ia dengar.

"Saya ... tidak jenius," bantah Stephanie kemudian. Namun nada bicaranya terdengar meragukan. Tidak meyakinkan.

"Aku tidak mengatakan kau seorang jenius," balas Patrick tak habis pikir, "mungkin aku saja yang memang tidak pintar bermain ini," Ia menunjuk papan catur tersebut dengan dagunya.

"Anda ... tidak buruk. Sungguh. Saya-"

"Dan kau," sela Patrick memiringkan kepalanya, "mau sampai kapan kau menggunakan kalimat formal itu kepadaku? Kau sudah menjadi partner-ku selama 2 minggu. Tapi kau masih saja menggunakan kata formal kepadaku,"

"Apakah itu salah?" tanya Stephanie merendah.

"Salah? Tidak," Patrick menggelengkan kepalanya. "Faktanya, itu sama sekali tidak salah. Hanya saja, akan terdengar aneh jika seorang partner berkata formal terhadap temannya sendiri,"

Kali ini, Stephanie terdiam beberapa saat. Mempertimbangkan sesuatu.

"Kenapa Anda merasa repot?" balas sang wanita akhirnya, "toh ini hanya ikatan sementara. Setelah waktu yang ditentukan tiba, ikatan kita akan langsung selesai. Dan kita takkan bertemu lagi,"

Ganti Patrick yang membisu setelahnya.

"Apa kau selalu begini dengan partner-mu terdahulu?" tanya Patrick tiba-tiba, yang langsung membuat Stephanie speechless.

Patrick nampak menanti. Sebelah alisnya terlihat naik karena rasa penasaran.

"Willkerson?" panggil Patrick karena tak segera mendapat balasan.

"Saya ...," Stephanie tak melanjutkan. Wajahnya tertunduk, gerigi di otaknya bergerak cepat memikirkan jawaban selanjutnya. "Saya harus pergi."

Ketimbang melanjutkan, Stephanie justru beranjak dari tempat ia duduk bersila di lantai menghadap Patrick. Tapi manik cokelat ambernya jelas menghindari tatapan biru kehijauan milik Patrick. Karena pada detik berikutnya, wanita Metanoia itu segera pergi meninggalkan tempatnya tanpa membereskan papan catur miliknya.

***

Stephanie menutup pintu kamar mandi di belakangnya cukup keras. Tanpa ia sadari. Lalu melangkah cepat menuju cermin washtafel, dan bertumpu pada sisi washtafel.

"Apa-apaan pertanyaan itu?" gumamnya mengatur jalur pernapasannya. "Apa ... apa dia gila?"

Stephanie mengangkat kepalanya perlahan. Menatap pantulan dirinya di cermin yang ada di hadapannya.

"Ini hanya sementara," sebut Stephanie kepada dirinya sendiri. Mengingatkan dirinya sendiri. "Dan ada batasan dalam Metanoia yang tak boleh dilewati oleh para pekerjanya."

Ia membisu kemudian. Menundukkan kepalanya dan menghela napas berat.

'Tapi perasaan aneh apa ini?' batin Stephanie merasa gila akan keanehan dalam dirinya. 'Kenapa ... rasanya senang sekali ketika mendengar permintaan pria itu?'

"Oh Tuhan," Stephanie bersumpah sambil memukulkan keningnya ke cermin secara perlahan. Hanya sekedar menempelkannya saja. "Pria itu memang partner terburuk dalam sejarahku."

***

Di tempat lain, Patrick terlihat masih setia duduk di tempatnya. Dengan sebuah ponsel menempel di telinga kirinya, dan sebuah nada sambung jelas terdengar dari sana.

Hingga akhirnya-

["Patrick?"]

Suara seorang pria terdengar dari seberang. Dan Patrick seketika langsung menghela napas lega mendengar suara tersebut.

"Hei, Johnny," sapa Patrick tanpa sadar tersenyum, "apa kau sibuk?"

["Tidak sama sekali. Ada apa? Kau ... merasa tak nyaman dengan partner-mu?"]

"Yah ... sejujurnya memang itu yang ingin kubicarakan," ungkap Patrick memandang ke langit-langit. "Apa kau tahu siapa partner yang datang kepadaku?"

["Ya. Boss wanita itu menghubungiku dan memberikan informasi tentang partner yang mereka kirim. Namanya Stephanie Willkerson. Ada apa?"]

"Memberikan informasi? Kau tahu soal wanita itu?"

["Tidak banyak. Hanya rekam jejaknya ketika menjadi partner-"]

"Johnny," potong Patrick tegas, "kita perlu bertemu."

- ■ -

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro