Naga Besukih
Beberapa cerita diambil dari legenda original tentang Naga Besukih. Dimohon kebijakan dan pengertian para pembaca dalam menanggapi cerita ini, karena cerita ini adalah cerita fiksi belaka.
Naga Besukih merupakan sosok Naga yang menyerupai bentuk ular, tetapi memiliki empat kaki di bagian tubuhnya. Di seluruh sisik Besukih dihiaskan oleh sisik emas yang sangat keras dan kukuh, bisa dibilang kekukuhan sisik Naga Besukih melebihi diamond yang dikatakan benda paling keras dan kuat.
Pada ekor Naga Besukih terdapat sebuah intan dan permata yang juga nilainya sangatlah tinggi, sedangkan di bagian kepalanya juga terdapat dua buah permata yang membentuk seperti tanduk berwarna keemasan.
Naga ini tinggal di Jawa, tepatnya di Gunung Agung yang dulu masih berada di Jawa. Inilah kisah Naga Besukih yang konon memisahkan Gunung Agung menjadi Pulau Bali. Dan inilah kisah di mana Besukih akan terlibat dengan peperangan makhluk kuno di Pulau Jawa, perang yang dulu menyebabkan gempa besar.
***
Dahulu sekali sebelum tahun 1883, Naga Besukih tinggal di Pulau Jawa tepatnya di Gunung Agung. Naga Besukih sangatlah tenang dan menjaga Gunung Agung tersebut. Sampai suatu hari Naga Besukih bertemu dengan seorang manusia, namanya Begawan Sidi Mantra.
Begawan Sidi Mantra adalah sosok manusia yang berilmu tinggi. Saking tingginya ia dapat mengetahui tentang Naga Besukih, naga yang penuh akan kekayaannya. Karena tahu akan hal itu, Begawan Sidi Mantra pun datang ke Jawa Timur.
Dengan tujuan meminta pertolongan kepada Besukih, Begawan Sidi Mantra datang membawa gentanya yang kemudian dipakai untuk memanggil Naga Besukih.
Benar saja. Mantra dan ketukan genta membuat Naga Besukih terpanggil keluar dari istananya, istana yang tak dapat dilihat oleh manusia.
"Hei, makhluk apa yang datang memanggilku keluar?" tanya Naga Besukih saat keluar, ia menoleh ke kiri dan kanan mencari seseorang.
"Aku, Begawan Sidi Mantra yang memanggilmu." Menunduk hormatlah Begawan Sidi Mantra kepada Naga Besukih. Naga Besukih yang mendengarnya lantas melihat ke bawah, ke arah Begawan Sidi Mantra.
"Hei Begawan Sidi Mantra, mengapa kau memanggilku keluar?" tanya Naga Besukih.
"Sang Besukih yang terhormat, kekayaanku telah dihabisi oleh anakku untuk berjudi. Kini anakku dikejar-kejar oleh banyak orang. Kumohon bantulah aku untuk melunasi utang anakku."
"Baiklah aku akan memenuhi apa yang kau inginkan, Begawan Sidi Mantra, tetapi ingat, nasihatilah anakmu agar tidak berjudi lagi."
"Aku berjanji akan menasihati anakku," jawab Sidi Mantra.
Naga Besukih mulai menggetarkan badannya. Sisik Naga Besukih kemudian berjatuhan dan berubah menjadi emas murni.
"Ambillah, Begawan Sidi Mantra. Bayarlah utang-utang anakmu. Dan ingat, nasihatilah anakmu agar tidak berjudi lagi."
Begawan Sidi Mantra kemudian memungut emas tersebut dan tak lupa ia berterima kasih kepada Naga Besukih. Dengan segera, ia pun pergi dari kediaman Naga Besukih, pulang ke rumah dan melunasi semua utang yang dimiliki anaknya. Legalah Naga Besukih yang melihatnya.
Namun, tidak sampai setahun, Begawan Sidi Mantra kembali ke kediaman Naga Besukih. Seperti dahulu, membunyikan gentanya dan membaca sebuah mantra.
"Rupanya kau lagi Begawan Sidi Mantra. Ada hal apa yang membuatmu datang kemari lagi?" tanya Naga Besukih saat keluar dan melihat Begawan Sidi Mantra.
"Maafkanlah aku, sang Besukih. Sekali lagi kumohon untuk meminta pertolonganmu agar aku dapat melunasi hutang anakku. Aku sudah tak memiliki apa-apa lagi. Aku pun sudah menasihati anakku, tetapi ia menghiraukanku." Memohonlah Begawan Sidi Mantra.
"Rupanya anakmu sudah tak menghormati orang tuanya. Baiklah, aku akan membantumu untuk yang terakhir kali. Ingat untuk yang terakhir kali," ucap Naga Besukih sambil menegaskan perkataannya.
Naga Besukih kemudian menggetarkan badannya dan sengaja merontokkan sisiknya. Sisik yang berjatuhan kemudian berubah menjadi emas lalu dipungut oleh Begawan Sidi Mantra. Lama setelah dipungut, Begawan Sidi Mantra pun berterima kasih dan pergi, pulang melunasi utang anaknya.
Lama setelah itu berlalu, Begawan Sidi Mantra tak pernah muncul lagi dalam beberapa tahun, tetapi kini datanglah seorang lain yang memanggil Naga Besukih. Ia membunyikan genta yang persis milik Begawan Sidi Mantra. Hanya saja ia tak membaca sebuah mantra yang biasa dilakukan Begawan Sidi Mantra.
"Siapakah gerangan yang datang kemari." Naga Besukih keluar dan melirik genta milik orang itu.
"Aku adalah Manik Angkeran, anak dari Begawan Sidi Mantra." Manik Angkeran menaikkan dagunya ke atas untuk melihat rupa dari Naga Besukih.
"Rupanya kau anak yang tak tahu hormat kepada orang tua. Melihat dari genta yang kau pegang, itu pasti milik dari Begawan Sidi Mantra. Hei Manik Angkeran! Mengapa kau memanggilku dengan genta yang kau curi dari ayahmu!?" murka Naga Besukih.
Manik Angkeran terkejut hingga menundukkan kepala. Ia kemudian bersikap memelas dan berkata, "Wahai sang Naga, bantulah aku. Berilah aku harta yang melimpah sehingga aku dapat melunasi utang-utang milikku. Kalau tidak, aku akan dikejar-kejar dan akan dibunuh kali ini. Kumohon, wahai sang Naga ...." Air mata mulai mengalir di pipi Manik Angkeran.
Benar. Manik Angkeran dahulu selalu saja berjudi, ia kerap kali tak dapat menahan nafsunya. Ia berjudi dan terus berjudi. Dan, karena itulah ia selalu dikejar-kejar oleh orang yang diutanginya.
Ayahnya yang telah melunasi utang-utang miliknya, malah membuat Manik Angkeran heran. Dari mana sang Ayah mendapatkan harta berlimpah dalam waktu yang singkat?
Manik Angkeran yang awalnya belum terlalu memikirkannya, menjadi berpikir kembali saat ayahnya tak mau membayar utang miliknya untuk ketiga kali. Manik Angkeran pun mulai mempertanyakan soal harta tersebut yang di dapat dari mana.
Dari situlah Manik Angkeran mulai bertanya-tanya kepada orang sekitar serta teman dari ayahnya. Ia kemudian mengetahui bahwa sang Ayah pergi ke Gunung Agung dan mendapatkan harta berlimpah dari sana.
Mengetahui bahwa ayahnya kerap kali pulang membawa genta bersamaan dengan harta berlimpah, Manik Angkeran pun mencuri genta itu dan pergi sendirian ke Gunung Agung.
Melihat kesedihan Manik Angkeran, Naga Besukih merasa kasihan terhadapnya. Naga Besukih kemudian memberikan nasihat kepada Manik Angkeran dan bersedia untuk membantu.
Naga Besukih pun mulai menggetarkan dan merontokkan sebagian sisiknya yang berada di bagian bawah. Seperti biasa, sisik-sisik Naga Besukih berubah menjadi kepingan-kepingan emas.
Manik Angkeran pun mulai memungut emas-emas tersebut ke dalam kantung kain yang telah ia sediakan. Naga Besukih memperhatikan Manik Angkeran dengan berdiam diri, kemudian ia kembali ke istananya.
Di saat Naga Besukih membalikkan badan, di saat itu pulalah Manik Angkeran melihat ekor Naga Besukih. Di mana pada ekor Naga Besukih terdapat intan dan permata yang lebih tinggi nilainya.
Manik Angkeran pun seperti biasa tak dapat menahan nafsunya. Ia tergiur akan tingginya nilai dari ekor Naga Besukih. Manik Angkeran berdiri dan secepatnya berlari menebas ekor Naga Besukih.
Karena sebagian ekor Naga Besukih dalam keadaan tak memiliki sisik, dan ia juga lengah, ekornya pun putus. Manik Angkeran sendiri lantas secepatnya kabur dengan membawa ekor Naga Besukih, sedangkan Naga Besukih menggeliat kesakitan di tempat.
Tak lama setelah Manik Angkeran tak terlihat, akhirnya rasa sakit dari ekor Naga Besukih telah mereda. Dan, pastinya Naga Besukih murka atas kelakuan Manik Angkeran. Tak dapat menahan diri, Naga Besukih terbang mencari Manik Angkeran dengan kecepatannya yang luar biasa. Ia mencari ke seluruh penjuru tanah Jawa.
Namun sayang, Manik Angkeran sulit untuk ditemukan, ini juga disebabkan oleh tingginya rasa murka yang begitu bergojolak dalam diri Naga Besukih, sehingga ia hanya memperhatikan secara sekilas seluruh tempat yang ia telusuri.
Ketika amarahnya telah mereda, ia pun menemukan jejak kaki dari Manik Angkeran. Naga Besukih putus asa untuk menghabisi Manik Angkeran secara langsung di hadapannya. Kini, yang utama dalam benak Naga Besukih ialah Manik Angkeran harus menerima ganjarannya sendiri karena memotong ekor milik Naga Besukih. Manik Angkeran harus mati.
Naga Besukih dengan ilmu saktinya yang tinggi menyemburkan api ke jejak kaki Manik Angkeran. Ia kemudian pergi kembali ke istananya untuk beristirahat.
Di lain tempat, Manik Angkeran masih berlari di sekitar Gunung Agung. Ia tak bisa berlari jauh sebab membawa harta yang terlalu berlimpah. Di saat-saat Naga Besukih mengejarnya tadi pun ia beruntung, sebab Naga Besukih melewati dirinya yang berada di dekat pohon yang rimbun.
Perasaan panas karena berlari mulai ia rasakan. Antara rasa takut dan rasa letih membuat detak jantung Manik Angkeran berdebar dengan kencang. Keringat panas dingin pun sudah membasahi seluruh pakaian Manik Angkeran.
Manik Angkeran pun dengan terpaksa harus berhenti berlari. Ia beristirahat dan mengisi tenaga. Rasa haus juga mulai menjelajahi tenggorokan, tetapi sayang di sekitarnya sama sekali tidak terdapat air. Keinginan bergerak mencari air pun sudah tak bisa ia lakukan, hanya harta berlimpahlah yang Manik Angkeran terus lihat saat ini.
Di saat tenaganya sudah hampir pulih, di saat itu pulalah Manik Angkeran merasakan hawa panas yang lebih daripada sebelumnya. Rasa panas ini semakin lama seperti rasa terbakar oleh panasnya api. Berteriak kesakitanlah si Manik Angkeran, tak tahan, hingga air matanya bercucuran keras dan matanya membulat tak percaya akan apa yang kini ia rasakan.
Manik Angkeran spontan berdiri, berniat untuk berlari mencari air, tetapi hanya beberapa detik ia kembali roboh hingga tak dapat bergerak. Tenggorokan Manik Angkeran pun sudah tak dapat mengeluarkan suara, air matanya pun telah berhenti bercucuran. Perlahan-lahan Manik Angkeran menjadi abu, dimulai dari telapak kakinya hingga ke seluruh bagian tubuhnya.
Di Jawa Timur, tepat di mana Begawan Sidi Mantra berada, ia sedang gelisah karena sang anak hilang bersama genta miliknya.
Sesampainya di Gunung Agung, ia pun melihat Naga Besukih sedang bersantai di luar istananya. Begawan Sidi Mantra pun berlari dengan tergesa-gesa menuju Naga Besukih. Naga Besukih menyadari kedatangan Begawan Sidi Mantra, ia menoleh dan melihatnya dengan diam.
"Wahai, sang Besukih, apakah engkau melihat anakku ke sekitar sini?" tanya Begawan Sidi Mantra saat telah merasa dekat dengan Naga Besukih.
"Ya, ia telah datang menemuiku. Ia meminta harta yang berlimpah untuk melunasi utangnya. Dan, lihat apa yang terjadi dengan ekorku. Anakmu memotongnya di saat aku membalikkan badan, padahal aku telah memberinya banyak harta dari sisikku. Kini anakmu telah kubakar hingga tak tersisa. Aku sangat tidak menyukai orang yang tak tahu balas budi apalagi mencelakaiku. Jadi apa yang kau maksud dengan datang kemari wahai Begawan Sidi Mantra?"
"Maafkanlah aku wahai sang Besukih, kumohon bangkitkanlah anakku. Sebagai gantinya aku akan memulihkan ekormu kembali ke keadaan semula." Begawan Sidi Mantra memohon dengan menundukkan kepalanya. "Kumohon. Anakku hanyalah ia satu-satunya," lanjut Begawan Sidi Mantra saat Besukih tak menjawab apa pun.
"Baiklah, karena kau akan mengembalikan ekorku ke keadaan semula aku akan membantumu untuk membangkitkan anakmu."
Mulailah keduanya mengerahkan kekuatan masing-masing. Gemuruh angin mulai berembus kencang, dedaunan dari pepohonan berputar mengikuti angin sekitar Naga Besukih, hingga pada akhir keduanya berhasil mencapai apa yang keduanya inginkan.
Ekor Naga Besukih kembali pulih ke keadaan semula dan Manik Angkeran kembali bangkit di hadapan ayahnya, Begawan Sidi Mantra. Diberikanlah siraman rohani kepada Manik Angkeran agar ia tak melakukan hal buruk seperti dahulu. Ia juga harus tinggal di Gunung Agung sebagai hukuman.
Begawan Sidi Mantra sendiri pulang kembali ke tanahnya. Dalam perjalanan hingga ke tanah Benteng, Begawan Sidi Mantra memutuskan untuk memberi batas antara dirinya dengan anaknya.
Ditorehkanlah tongkat yang ia dapatkan ke dalam tanah, dan seketika bekas torehan tongkatnya bertambah lebar hingga pada akhirnya air merembes keluar, bertambah lebar, terus hingga menjadi lautan yang membatasi kepulauan. Itulah Selat Bali namanya sekarang.
***
Berpuluh tahun kemudian, Naga Besukih terus saja merasa tenang di dalam istana, karena memang tak ada lagi orang yang datang memanggil dan mengganggu ketenangannya.
Namun, kegiatan ini tak berlangsung selamanya. Naga Besukih merasa bosan untuk terus berdiam diri di sekitaran Gunung Agung. Ia akhirnya mencari Begawan Sidi Mantra di luar dari Gunung Agung. Karena memang Begawan Sidi Mantra telah dianggap sebagai teman dari Naga Besukih.
Naga Besukih terbang dengan perlahan. Ia ingin menikmati setiap perjalanannya kali ini. Ia terus dan terus mengamati apa saja yang ada di sekitarnya, bahkan jika ia penasaran dengan makhluk yang lebih kecil daripada manusia, Besukih akan memperhatikan setiap detail rupa dari makhluk tersebut.
Naga Besukih yang berjalan di atas udara tak akan dapat dilihat oleh manusia. Hanya beberapa hewanlah yang akan menyadarinya dengan bertingkah lain dari yang biasa.
Dalam perjalanan, Besukih dikejutkan oleh hamparan lautan yang luas, yang mana dulunya adalah tanah yang cukup terbentang subur. Naga Besukih akhirnya turun dan melihat pesisiran pantai. Ia terpikir dan terkagum karena mengetahui ini adalah ulah dari temannya, Begawan Sidi Mantra.
Terbanglah lagi Naga Besukih dengan ketinggian yang sangat rendah, hampir menyentuh air lautan. Karenanya ombak air menjadi tinggi karena arus angin yang mengikuti kecepatan Naga Besukih.
Sampailah Naga Besukih di tanah Jawa. Ia kembali menaikkan ketinggian terbangnya ke atas awan. Baginya sudah cukup untuk melihat sekeliling. Ia terus menelusuri tanah Jawa serta mencari Begawan Sidi Mantra hingga ke tanah Banten, puncak dari tanah Jawa dekat Gunung Krakatau.
Hasilnya menelusuri adalah nihil, Naga Besukih tak dapat menemukan Begawan Sidi Mantra. Tetapi, Naga Besukih mengerti, setelah ia menelusuri dan mengamati rupa yang sangat berbeda dengan perjalanannya dahulu. Naga Besukih tahu bahwasanya Begawan Sidi Mantra telah tiada karena dimakan oleh umurnya sendiri.
Akhirnya Naga Besukih pun terpaksa untuk pulang kembali ke Gunung Agung. Di tengah perjalanan pulang, entah mengapa ia terus melihat makhluk kuno yang sama sepertinya. Makhluk kuno tersebut pergi ke arah yang berlawanan dengan Naga Besukih.
Naga Besukih yang melihatnya, lantas bersembunyi di balik awan yang tebal. Ia hanya memperhatikan makhluk-makhluk tersebut yang seakan mengejar sesuatu.
Tak ingin campur tangan, Naga Besukih yang melihat makhluk-makhluk tersebut telah pergi jauh, lantas kembali turun ke bawah tanah. Naga Besukih merasa akan ada pertempuran yang sangat hebat di sekitar tanah Jawa Barat hingga ke Gunung Krakatau.
Sebelumnya Naga Besukih hanya sedikit memperhatikan Gunung Krakatau saat berada di Banten. Gunung Krakatau tersebut mulai berasap tebal. Asap yang naik ke langit dengan warnanya yang putih dan hitam pekat, seakan nantinya akan abadi menelan bumi dengan warnanya yang dihiaskan akan kegelapan.
Di saat-saat Naga Besukih menunduk ke Gunung Galunggung, Naga Besukih melihat sebuah makhluk kuno yang lebih besar darinya terbang di atasnya. Hanya selintas dan seperti kedipan mata. kecepatan Naga Besukih mungkin tak akan bisa dibandingkan dengan kecepatan Makhluk tersebut. Sungguh, makhluk tersebut mungkin lebih kuat dari Naga Besukih.
Naga Besukih masih melihat ke atas langit, menunggu apakah ia akan bisa melihatnya sekali lagi ataukah tidak. Dan, nyatanya Naga Besukih tak dapat melihatnya lagi, Naga Besukih pun bergegas kembali berniat pulang ke istananya, Gunung Agung. Ia benar-benar tak ingin ikut campur akan apa yang terjadi di sekitar tanah Jawa ini, apalagi berada di sekitaran Gunung Krakatau.
"Apa lagi ini!?" Tepat pada saat Naga Besukih mendorong kakinya ke tanah, secercah cahaya membuat mata Naga Besukih tak dapat melihat. Semuanya putih dan hening.
Respons, Naga Besukih bergerak tanpa tahu arah. Ia terus saja bergerak hingga membuat dirinya merobohkan tubuhnya berkali-kali ke dasar tanah, membuat sekitar Gunung Galunggung bergetar hebat menelusuri daerah Tasikmalaya. Jika manusia melihatnya mungkin hanya gumpalan debu tanahlah yang terombang ambing, serta tanah longsor yang terjadi terus menerus dalam beberapa hari.
Umpatan demi umpatan terus keluar dari mulut Naga Besukih. Ia murka dan mulai terbang setinggi-tingginya, menggeliat di atas langit, terbang dengan kecepatannya yang tinggi, tak tahu arah, tetapi berakhir roboh di Jawa Timur.
Di saat ia kembali setengah sadar, entah mengapa tubuhnya merasa nyeri. Bahkan, sisiknya yang kuat telah mendapatkan sedikit goresan. Naga Besukih kemudian menenangkan pikirannya dan lama kelamaan ia merasa lemas tak berdaya.
Tersungkur di atas tanah, kembali mengingat tentang kejadian sebelumnya. Ingatan demi ingatan terus ia pikirkan. Dari setiap detail hewan kecil, hingga beberapa rupa dari makhluk kuno yang sebelumnya ia perhatikan. Naga Besukih terus berusaha mengingatnya hingga berakhir mengingat cahaya putih sebelumnya.
Terlintas dalam ingatan Naga Besukih, sebuah kristal yang yang memancar bagaikan cahaya petir. Dalam ingatan yang telah berlalu, Naga Besukih mengetahui tentang kristal yang disebut Mestika, benda yang dikatakan sangat sakti melebihi apa pun.
Tahu akan benda tersebut, Naga Besukih menjadi sangat murka. Setahunya benda yang dikatakan Mestika akan dapat digunakan jika ada suatu makhluk yang memegangnya. Benar, Naga Besukih murka atas siapa yang memegang Mustika tersebut. Ia murka dan menanamkan kemurkaannya dalam jiwanya.
Di saat-saat akhir sebelum ia mulai tersegel karena sudah tak berdaya, Naga Besukih pun berkata pada dirinya sendiri.
"Suatu hari nanti, akan kurebut Mestika yang membuatku tersegel. Akan kupastikan Mestika tersebut akan kembali menyegelmu dan merasakan apa yang aku rasakan saat ini."
Naga Besukih kemudian tersegel. Ia tak akan bangun dalam jangka waktu yang sangat panjang. Ia juga tak akan dapat dilihat oleh semua makhluk yang hidup di muka bumi. Ia sudah seperti angin yang melebihi angin, tak dapat dilihat, disentuh, bahkan dirasakan.
Bersamaan ketika Naga Besukih disegel, gunung yang menyatukan Pulau Jawa dengan Sumatera kemudian meletus hebat mengguncang dunia.
Asap yang dilihat oleh Naga Besukih sebelumnya ternyata benar mulai menyelimuti dunia dengan kegelapannya. Hujan abu vulkanik pun mulai memakan banyak makhluk hidup dan magma oranye menyembur panas keluar dari perut Gunung Krakatau.
Tak ada yang tahu bahwa di tengah kegemparan alam tersebut, terdapat banyak makhluk kuno (mitologi) yang sedang berperang besar dan berakhir dalam damai sejenak.
***
Tahun 2017 adalah tahun di mana semuanya akan kembali. Di tahun ini makhluk kuno yang juga tersegel entah ulah siapa bangkit kembali. Benar, dialah Naga Besukih. Naga yang dulu berjalan-jalan, tetapi kepergok oleh sesuatu kemudian tersegel.
Dalam jiwa, Naga Besukih benar-benar mengutuknya. Ia sungguh ingin membalas dendam. Siapakah makhluk yang memegang Mestika tersebut? Apakah benar bahwasanya pemegang Mestika tersebut sengaja untuk menyerangnya?
Tak ingin berpikir lebih lanjut, yang jelas pemegang Mestika tersebut harus merasakan apa yang Naga Besukih rasakan. Diserang tak berdaya, lemas terbaring di tanah, kemudian tersegel menunggu waktu yang terus berlalu dan zaman yang terus berubah.
Kini, Naga Besukih pergi bukan pulang ke istananya. Ia pergi mencari pemegang Mestika dahulu. Dalam perjalanan, Naga Besukih sungguh kesulitan mencari informasi. Manusia tak dapat diharapkan, makhluk kuno sepertinya juga sangatlah langka.
Butuh waktu sekitar beberapa bulan hingga akhirnya ia mendapatkan informasi dari makhluk yang dinamakan Babi Ngepet. Ia akhirnya mengetahui bahwa Mestika yang dahulu ada di tangan Garuda, tetapi sayang informasi mengenai Garuda tak diketahui oleh Naga Besukih. Ia tak tahu apakah makhluk yang dinamakan Garuda masih hidup ataukah tidak. Jelasnya Naga Besukih terus mencari pemegang Mestika yang dulu menyegelnya.
Naga Besukih juga mendapatkan beberapa informasi seputar peperangan dahulu. Benar, dahulu terjadi sebuah peperangan tepat di saat Naga Besukih tersegel, perang tersebut dikatakan adalah perang untuk menyegel satu makhluk yang dikatakan jahat. Nama makhluk tersebut ialah Jagat Ravaya, dalang terjadinya perang antar makhluk mitologi atau kuno.
Kini Naga Besukih terus berjalan bersama dengan rekannya yaitu Babi Ngepet-dipanggil rekan oleh Naga Besukih-tetapi, Naga Besukih sebenarnya hanya menganggap bahwa Babi Ngepet adalah pion untuk mencari Mestika.
Dari Babi Ngepet, Naga Besukih mengetahui tentang Jagat Ravaya-makhluk berbentuk landak-yang dulu ikut terlibat dalam perang 1883. Naga Besukih juga mengetahui bahwa Jagat Ravaya berkaitan dengan mestika yang ingin ia cari. Dalam perjalanan inilah, Naga Besukih mulai mencari makhluk-makhluk yang terlibat dengan mestika. Naga Besukih ingin membalas dendam yang ia sudah tanam pada jiwanya bertahan-tahun lamanya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro