7.3 Final: eternal torment
JASAD Blue Bird yang terjun bebas dari langit menjadi perhatian seluruh pasang mata. Para pemberontak bertanya-tanya tentang benda jatuh itu. Semua orang ketakutan, tapi Deli tidak. Dia yakin, itu pasti ada hubungannya dengan sang sahabat.
Aqso, aku harap kau baik-baik saja.
Gadis yang memimpin pasukan selatan itu terus berdoa tanpa henti. Aqso sampai sekarang belum kembali. Deli mulai khawatir. Meski medan pertempuran memang selalu memakan korban, Deli terus berharap Aqso tidak perlu menjadi salah satunya.
Di bagian terdepan dari ribuan raksasa batu, Deli memimpin pasukan penuh waspada. Tatapannya tak pernah ia lepaskan dari arah benda jatuh itu. Dia tak dapat berbohong, rasa khawatir sedang menyelimuti dirinya. Aqso, aku harap itu bukan dirimu—!
Deli tiba-tiba dikejutkan oleh kaca-kaca gedung yang pecah. Ketika memperlihatkan kawanan binatang buas berlarian keluar dari sebuah gedung tinggi, gadis berdarah Latin itu mulai mempersiapkan diri. Deli tahu. "Konvergen sudah menemukanku!"
Dari gedung yang berkaca pecah itu, kawanan banteng berjatuhan dari ketinggian. Sampai menimbulkan tanda tanya ke seluruh pasukan pemberontak, Deli pun memperingati semua orang. "Semuanya, angkat senjata kalian!"
Seluruh pasukan pemberontak mengarahkan pandangan ke gedung tempat banteng-banteng keluar. Sementara raksasa-raksasa batu tetap melaju ke depan, seluruh mata menatap waspada ke gedung di sebelah kiri mereka.
Aku harus bersiap! Ini adalah giliranku! Deli berseru dalam batin. Gadis berambut kepang dua itu harus melakukan hal yang sama seperti Aqso. Petarung terkuat harus pergi melawan musuh tertangguh. "Kalian pergilah ke pasukan barat!"
Seluruh pasukan pemberontak dari selatan tak dapat melawan permintaan Deli. Mereka paham mengapa gadis yang ada di barisan terdepan ini meminta semua orang pergi. Dia akan bertarung. "Kami paham! Semoga kemenangan ada di pihakmu!"
Deli mengangguk seraya menyorotkan tatapan yakin. Dia harus bertarung. "Baiklah. Jaga diri kalian!"
MESS arsitek itu pun mengarahkan seluruh raksasa batu untuk pergi ke pasukan barat. Untuk meninggalkan dirinya, Deli berdiri menunggu pemilik banteng-banteng tadi keluar. Di mana kau, Red Bull—!
Dari arah belakang Deli, kawanan banteng keluar dari gedung yang lain. Tanpa terduga, banteng-banteng itu menyeruduk gadis berdarah Latin di depannya sampai terjatuh ke dalam air. Sangat tak terduga. Red Bull sudah datang dari tadi.
Celaka! Aku tertipu! Deli berseru sembari berusaha naik ke atas permukaan air. Arus dahsyat tsunami membuat gadis berambut coklat itu sulit mengambil napas, hingga dia meninggikan daratan di bawah.
Daratan di sekitar Deli meninggi sampai tsunami tidak bisa menjangkau. Hampir saja aku mati terbawa arus!
Dengan tubuh yang basah kuyup, MESS arsitek itu langsung memfokuskan pandangan ke segala arah. Sangat waspada. Deli tidak mau tertipu untuk yang kedua kali.
"Hei, kau!" seru seseorang dari kejauhan memanggil Deli. Gadis yang kini waspada itu langsung berbalik ke arah orang tadi.
Seorang wanita berkulit putih mulus. Wanita berdarah Tiongkok. Gaunnya berwarna merah menyala. Dengan pakaian seketat itu, dia masih berjalan penuh rasa percaya diri. Padahal, keadaan sangat mengerikan di sekitar. Sudah jelas!
Itu pasti Red Bull.
MESS banteng itu datang dengan melangkah enteng. Tanpa ada rasa waspada, Red Bull mendekati Deli. Amat santai, dia ingin mengobrol dengan gadis di depannya. "Bagaimana kabarmu ..., Dewi—"
"Deli!" sahut gadis yang diajak berbicara oleh Red Bull.
"Ah! Persetan dengan namamu! Kau itu hanya seorang budak yang pernah kujual!" ejek Red Bull melontarkan tawa merendahkan. "Jadi, kau memutuskan menjadi pemberontak?"
Deli terdiam tanpa mempedulikan celoteh Red Bull. Gadis berdarah Latin itu hanya menatap tajam wanita yang ada di depannya.
"Sepertinya, memang tidak ada pilihan lagi. Kau harus menjual dirimu kepada pemberontak untuk bisa bertahan hidup," tebak Red Bull kejam.
"Kau salah!" bentak Deli.
"Aku salah apa? Hanya orang kaya sepertiku yang bisa hidup nyaman di dunia. Seorang wanita yang dibutuhkan semua orang. Senapan, wanita, dan kesenangan. Aku memiliki semuanya!" bantah Red Bull bernada penuh kesombongan. "Kau saja, hanyalah satu dari ribuan budak yang kujual!"
"Diamlah!" bentak Deli sekali lagi.
"Kau yang diam!" sahut Red Bull dengan bentakan yang sangat kencang. Bentakan itu membuat gadis berdarah Latin di depannya hampir menangis. Namun, Deli tak peduli.
Meski air mata mulai mengalir deras dari mata coklat, wajah gadis itu mengguratkan amarah yang sangat dahsyat. "Kau salah, Red Bull! Aku bukan milikmu! Aku sudah bebas! Meski kau kaya, kau tidak pernah menggunakan otakmu!"
"Apa kau bilang—"
"Kau itu bodoh!!!" bentak Deli dengan amarah semakin menjadi-jadi. Air mata turun bertambah deras, tapi bibir malah tersenyum lebar. "Ketika barang sudah dibeli, itu bukan milikmu lagi! Menjual makhluk hidup adalah keputusan yang paling bodoh! Kau mungkin bisa tertawa riang, tapi kami tak akan pernah lupa!"
Sebuah dendam.
"Aku akan membayar semuanya di sini!" teriak Deli seraya meneteskan tangisan yang semakin kencang. Air mata bercampur amarah. Gadis berdarah Latin itu akan menunjukkan puncak kekuatan dari seorang MESS arsitek.
"Semesta yang terukir indah, aku tertawa setiap melihat keindahan! Namun, awan gelap dan tsunami yang bergulung, aku lebih menyukainya! Kekacauan adalah keindahan! Tangisku pun semakin terisak kencang dibuatnya! Aku suka!
"Semesta yang dilukis berwarna, buat tangisanku menjadi semakin kencang!!! Wujudkan impianku!!!
"Bangkitlah rumah penyiksaan ..., La Casa Del Caos!!!"
Sebuah kubus hitam menjulang tinggi ke angkasa. Sangat besar. Kubus itu menutupi seluruh bagian selatan A-Capital. Di luarnya, terdapat relief mengerikan. Setiap tragedi terukir jelas: pembunuhan dan tangisan. Semuanya timbul mengilap bagai obsidian.
"Mari kita menangis bersama, Red Bull!" seru Deli memasang senyum lebar penuh kengerian dan disertai tangisan. MESS arsitek itu akan menunjukkan hasrat terdalam.
Siksaan abadi.
Red Bull terperanjat melihat ruangan hitam legam yang mengelilinginya. Ukiran mengalhr di samping kanan-kirinya. Sinar matahari dapat masuk melalui ukiran itu. Namun, tidak ada seorang pun yang bisa keluar, kecuali seseorang di antara mereka mati. Apa-apaan tempat ini!
"Tamatlah riwayatmu!" teriak Deli mengeluarkan tangisan semakin menjadi.
Puluhan pilar bermunculan dari langit-langit. Sampai menghantam keras bagai stempel raksasa, ruangan ini benar-benar akan membunuh siapa saja. Dengan bebas, MESS arsitek ini bisa mengatur penyiksaan sesuka hati.
"Bodoh! Aku tidak akan mati hanya karena ruangan bodoh ini—"
Sebuah pilar tiba-tiba menghantam kaki kiri Red Bull hingga gepeng. "SAKIT!"
"Semakin kau lama mati, semakin kau tersiksa!" teriak Deli tanpa ragu. Seraya menyunggingkan senyum yang semakin lebar, MESS arsitek itu menumbuhkan pilar semakin banyak, dan bertambah kencang.
"Kurang ajar!" teriak Red Bull kencang. Dia melampiaskan rasa sakit yang ia derita. "Matilah kau dihajar banteng-banteng yang mengamuk!"
Kawanan banteng hitam berlari kencang menguarkan amukan. Untuk menerjang ke arah Deli, mereka benar-benar berniat menghabisi gadis kecil itu. Namun, itu semua sia-sia.
Hantaman pilar turun semakin kencang. Kawanan banteng yang mengamuk itu hancur tertindih. Hingga mengeluarkan cairan merah yang muncrat keluar, jeroan semakin menyebar di ruangan penyiksaan. "Hahaha! Tak ada gunanya! Persiapkanlah kuburanmu—"
Sesosok siluman manusia-banteng tiba-tiba menyeruduk Deli. Gadis arsitek itu terpelanting jauh ke arah dinding ruang penyiksaan. Akibat menghantam keras, darah memuncrat dari mulut sang MESS arsitek.
Siluman itu seperti Minotaur di legenda Yunani. Dengan tega, monster itu berteriak penuh amukan. Semakin tertawa hebat, Minotaur itu kegirangan ketika menyeruduk Deli hingga terbaring lemah. "Sekarang, siapa yang akan mati, hah?"
Minotaur itu adalah Red Bull.
MESS banteng tadi berlari mengitari Deli saat sang MESS arsitek berfokus pada kawanan banteng. Terlambat. Keadaan kini berbalik.
Dengan larian yang sangat cepat, Red Bull berlari kencang. Deli yang terbaring lemas tak kuat berdiri lagi. Dia mulai merangkak untuk keluar dari ruangan penyiksaan yang ia buat. Celaka! Aku lengah! Cepat keluar—!
Red Bull menghantam kaki Deli hingga tembus. Tusukan tanduk MESS banteng itu terlalu keras hingga membuat gadis kecil di depannya terluka parah.
"Sakit!!!" teriak Deli sekencang yang ia bisa. Air mata keluar semakin deras. Gadis berdarah Latin itu belum pernah merasakan sakit sebesar ini. Mati saja aku!
Red Bull pun tertawa keras ketika melihat gadis kecil di depannya menangis kesakitan. Sekarang, MESS banteng itu menguasai pertarungan. "Kaki dibalas kaki!"
Red Bull hendak menghajar Deli dengan tinju, tapi meleset. Kepalannya tak bisa mendarat tepat. Kawanan banteng yang masih selamat tiba-tiba berbalik menyerang Red Bull.
Ternyata, Deli benar. Pilihan untuk memanfaatkan makhluk hidup adalah keputusan yang salah. Red Bull mungkin bisa tertawa riang. Namun, makhluk hidup tidak akan pernah lupa. Mereka akan membalas dendam.
Banteng-banteng Red Bull berbalik menyerang dirinya.
Ketika melihat cengkeraman sang Minotaur mulai melemah, Deli melanjutkan rangkakan. Separuh tubuh mulai lepas dari ruangan penyiksaan itu. Namun, kedua kaki tak bisa. Red Bull masih menahannya kencang. Sial, lepaskan kakiku!
Waktu Deli sudah tak banyak. Banteng-banteng yang menyerang Red Bull sudah semakin habis. Minotaur itu akan terbebas, lalu membunuh Deli. Tidak ada pilihan lagi!
Deli pun menguatkan diri. Dia akan merelakan kakinya yang sudah terluka parah. Lagi pula, tulang rusuk sudah banyak yang remuk sebab hantaman Red Bull. MESS arsitek itu tidak bisa menerima pukulan lebih banyak. Sudah selesai.
"Telan semuanya, Casa-de-Caos!!!" teriak Deli dengan kencang.
Seisi kubus ditimpa oleh langit-langit yang tumbuh keras. Bagai stempel persegi yang menghantam dahsyat, semua yang ada di dalam kubus hitam itu terlindas habis—
"SAKIT!"
Deli mengerang kesakitan. Teriakannya menggema di seluruh penjuru A-Capital. Gadis berdarah Latin itu harus kehilangan kaki. Hingga terlindas gepeng, cairan merah terus keluar kencang dari kedua kaki yang terputus.
"Tuhan, sakit sekali!" rintih Deli semakin lemah. Tubuhnya bersimbah warna merah sebab darah yang memuncrat ke luar kubus. Red Bull sudah mati.
Bersama dengan cairan merah yang keluar deras dari kaki, MESS arsitek ini berubah pasrah. Tubuh Deli menjadi pucat. Pandangan pun semakin pudar. Sudah waktunya.
Tugas Deli telah selesai. Dirinya berhasil memenangi pertarungan ... meski tak lama.
Di bawah kubus hitam yang perlahan runtuh, Deli hanya bisa menikmati kekacauan yang selalu ia nantikan. Dia sudah menangis kencang hari ini. Deli bahagia.
Terima kasih ..., Makka ....
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro