Sengadja
Quest 15: Buatlah scene dinner. Pemberian nama bab terserah dan jangan lupa ketentuan yang berlaku
"Ekhem." Nyonya Mossel membuyarkan fokus Darjanti yang mengamati tidur nyenyak Pieter. Wanita yang kedatangan murid kesayangan suami pertamanya itu hendak menitipkan rumah kepada Darjanti dan Pieter. Ia dengan suaminya berniat mencari kertas untuk pembuatan kartu bridge bermotif wayang.
Wanita itu membawa Darjanti ke dapur, meminta gadis itu menyiapkan makanan untuk makan malam. "Terima kasih sudah mengizinkan saya dan opas itu menumpang di sini," ucap Darjanti kala meletakkan sepiring gaplek di atas meja makan.
Nyonya Mossel menggeleng mendengarnya. "Tuan Danudirja menitipkan pesan agar saya melindungimu, sebisanya. Dan dia juga yang meminta saya menikah dengan Djafar agar ada yang melindungi saya," jelasnya. Darjanti sengap seketika itu juga.
"Hanya karena suatu hal terlihat buruk, bukan berarti itu memang buruk, pun sebaliknya," lanjut wanita berbaju hijau toska itu, menatap Darjanti. Gadis belia yang pergaulannya sengaja disempitkan oleh bapaknya agar tak terpengaruh kompeni seperti dirinya.
Lampu ruang makan tiba-tiba saja menyala, Pak Djafar mendekati istrinya, mengingatkan agar segera berangkat. "Pieter itu opas yang baik. Ia berani melindungimu, padahal Dzoelfikar yang diamanahi melindungimu. Sama seperti Tuan Danudirja, dia juga Belanda."
Darjanti baru menyadari fakta di sekelilingnya; ras tak ada kaitannya dengan pihak mana yang didukung. Tak semua pribumi membela negerinya, dan tak semua orang Belanda memihak kompeni yang baru saja kalah.
Setelah berbincang sebentar, Nyonya Mossel dan suaminya kemudian pergi. Menyisakan Darjanti yang iseng mengetik lewat mesin tiknya. Kali ini bukan tentang kompeni, melainkan para pribumi yang tidak membela negerinya sendiri.
Pukul delapan malam, Pieter baru terbangun dengan Darjanti yang sibuk mengetik di samping kasurnya. Ia mengamati gadis itu, tak berniat mengganggu. Namun, ternyata Darjanti telah menyadari suara garuk-garuknya lebih dulu. "Banyak nyamuk, ya?"
Tanpa mendapat jawaban, gadis itu membantu Pieter untuk menuju ruang makan. Beruntungnya, tidur membuat pemuda itu menjadi lebih berenergi daripada tadi siang.
Di bawah lampu neon, Pieter memperhatikan Darjanti yang mengambilkannya nasi jagung dengan seksama. Sebenarnya kesehatan pemuda itu mulai pulih, tetapi ia merasa perlu menyembunyikan kabar baik itu agar Darjanti tetap merawatnya dan enggan beranjak.
Akibat matanya yang hanya berfokus pada Darjanti, pemuda itu sampai menghiraukan nyamuk-nyamuk yang menyedot mesra darah di area mukanya. Hal itu membuat Darjanti yang telah selesai dengan persiapan makannya berniat memukul muka pemuda itu.
"Bahkan sebelum makan, kamu memberi makan nyamuk-nyamuk lebih dulu," sindirnya.
Pieter sontak menggeleng-geleng, kemudian mengusap matanya yang ketahuan memperhatikan gadis itu sehingga nyamuk-nyamuk pergi dari sekitarnya. Darjanti langsung makan saat itu juga, sedangkan Pieter sengaja tidak menyentuh makanan yang telah disiapkan.
Hingga setengah piring, barulah Darjanti menghentikan makan. "Tanganmu sakit?"
Pieter mengangguk. "Saya kan sempat adu jotos sama orang Jepang itu." Lalu ia mengibas-ngibaskan kedua tangannya seakan benar-benar sakit. "Suapi dong," pintanya kemudian.
Seharusnya tak ada masalah dengan permintaan itu, tetapi Darjanti merasa enggan melakukannya. Seakan ada peringatan di alam bawah sadarnya bahwa pemuda tersebut sudah terlampau dekat dengannya yang sengaja mempersempit pergaulannya dengan laki-laki demi melindungi dirinya sendiri.
Namun, Pieter seperti lain dengan lelaki lain. Bersama pemuda itu seakan tak sama seperti perasaannya saat berbincang serius dengan Dzoelfikar. Ada perasaan lain yang tak dapat ditebaknya dengan cepat.
Karena Pieter telah menunggu, akhirnya Darjanti mau menyuapi pemuda itu dengan alasan kasihan. Namun, ada pula perasaan damai ketika tahu bahwa pemuda itu makan dengan kenyir, sampai-sampai menambah porsi makan.
"Aneh, padahal kemarin membawakan mesin tik ke percetakan bisa," celetuknya.
Pieter justru cengengesan saja.
JumKat: 550
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro