Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Mamma Pieter

Quest 14: Lanjutkan quest yang kemarin. Pemberian nama bab terserah dan jangan lupa ketentuan yang berlaku.

"Dobol!" umpat Pieter dibaringkan oleh Darjanti di rumah Nyonya Mossel setelah melarikan diri dari rumah Jenderal Ludolf. Seperti dugaan istri Ludolf, rumahnya benar-benar didatangi oleh Jepang dan ia dipenjara. Wanita itu tak ingkar dengan tekadnya untuk mengkhianati kompeni.

Sewaktu Pieter dan Darjanti keluar ke tempat percetakan surat kabar, wanita itu telah menyiapkan kendaraan pribadi beserta sopir pribadinya di halaman belakang jika sewaktu-waktu Jepang datang menangkap dirinya. Tak lupa ia memasukkan seluruh perhiasannya diam-diam di tas Pieter agar bisa digunakan untuk keadaan darurat.

Istri Ludolf dengan pasrah menyerahkan diri, sedangkan Pieter dan Darjanti kabur menuju kediaman Nyonya Mossel.

Pieter menjadi buronan Jepang karena pemuda itu adalah opas Belanda. Namun, beruntungnya ia bersama Darjanti, siswi kesayangan Tuan Danudirja, orang yang pro terhadap Jepang.

Setelah dibaringkan, Darjanti membuka pakaian pemuda itu hingga telanjang dada. Pieter mengerang karena kakinya tak dapat digerakkan. Darjanti duduk di belakang pemuda itu, mengoleskan obat merah di punggungnya yang belum diobati.

"Di kondisi seperti ini paling enak mati saja," celetuk Pieter. Punggungnya seketika dipukul oleh Darjanti. Pria itu meringis dan memaki, merasakan nyeri di area bekas pukulan itu. "Kamu mau rawat apa bunuh saya?" tanyanya, membiasakan kata ganti aku kepada Darjanti.

"Katanya tadi mau mati," balas Darjanti. Pieter bergidik, mencoba berdiri. Namun, belum sampai telapak kakinya berpijak penuh, Pieter terjatuh. Kakinya kembali terkilir, dan dengan buru-buru Darjanti membantu kembali pemuda itu untuk berdiri. "Serius mau mati?" tanya Darjanti kemudian.

Pieter berdecak. "Kamu aneh, Janti. Tadi pukul saya seakan mendukung saya mati. Sekarang bantu saya berdiri seakan meminta saya hidup," terangnya.

"Pieter, hanya kamu yang kupunya saat ini," kata Darjanti, mulai memijit kaki Pieter dengan lebih sabar. Sontak kalimat itu membuat Pieter geming, tak menyangka gadis hobi mengetik itu mengatakan hal demikian. Darjanti melihat perubahan ekspresi Pieter.

"Tuan Danudirja diasingkan, bapakku tewas, Pak Dzoelfikar melarikan diri. Siapa lagi yang kupunya selain kamu, orang yang melindungiku saat hampir dibedil Jepang?" Pieter meneguk ludah, mempertanyakan perbuatannya sendiri.

Ia tak terikat janji pada siapa pun, bahkan Gatot. Namun, ia secara spontan melindungi Darjanti saat Jepang hendak membunuhnya. Sembari mencari-cari alasan mengapa ia mempertaruhkan nyawanya sendiri demi gadis itu, ia menggigit bibirnya, sampai berdarah.

"Jangan!" Seketika Darjanti mendekatkan wajahnya, mengamati bagian yang berdarah itu kemudian mengobatinya. Dalam keadaan sedekat ini, Pieter merasakan hal lain. Hal yang sudah lama tak ia dapatkan; diperhatikan.

Darjanti kembali memijit kaki Pieter karena urusan dengan sudut bibir itu telah usai. Namun, tiba-tiba saja Pieter kembali menggigit sudut bibirnya yang belum terluka, dan lagi-lagi berdarah. "Kenapa digigit lagi?"

Entah bagaimana, Pieter justru menggeleng-geleng. "Tolong dekat," pintanya, membuat Darjanti mengernyit.

"Saya rindu diperhatikan Mamma. Beliau keturunan Indonesia asli, yang jadi berahi kompeni, termasuk pappa saya." Pieter tak dapat menyembunyikan air mata dengan ketegasan yang ia latih selama menjadi opas. Tangisnya mungkin tak seberapa jika dibandingkan darah di sudut bibirnya. Namun, matanya yang dulu sering menyaksikan sendiri keegoisan kompeni membuat hatinya nelangsa.

Ia masih tak terima mammanya berkali-kali diperkosa, tetapi bahkan pappanya sendiri membiarkan. "Jika kamu bertanya mengapa saya tak pernah berbuat macam-macam padamu, karena saya punya hati, Janti." Pieter mengangkat tangannya, hendak mengusap air mata.

Darjanti memegangi tangan kasar pemuda itu, sebagai isyarat peluk tak tersampaikan untuk menenangkan kesedihannya. Darjanti mengusap pipi Pieter dengan perlahan, menghapus air matanya, tetapi belum tentu ikut menghapuskan kesedihan di hatinya.

Pieter merasakan sedikit kelegaan. Ia berusaha tak membuat gadis di depannya bersedih dengan mengusap bibirnya yang masih berdarah.

"Sekarang, tolong rawat saya, jika memang kamu tak ingin saya mati," ucapnya, menyodorkan sudut bibirnya yang berdarah tepat di depan muka Darjanti.

JumKat: 585

yourrangger
wga_academy

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro