Datangnja Jepang
Quest 12: Settingkan sebuah kecelakaan menimpa calon couple tokoh utama. Gambarkan kepanikan tokoh utama agar bisa memulihkan keadaan calon couplenya. Pemberian nama bab terserah dan jangan lupa ketentuan yang berlaku.
Dengan sok akrab, Pieter menghadiri resepsi pernikahan Nyonya Mossel dengan Djafar Kartodiredjo yang dilangsungkan secara tertutup. Ia datang bersama Darjanti yang bersungut-sungut tak rela istri Tuan Danudirja itu menikah lagi.
Mendatangi Darjanti dan Pieter, Nyonya Mossel memberi kabar bahwa Dzoelfikar mengundurkan diri sebagai guru dan mengasingkan diri bersama ibunya yang merupakan tangan kanan kompeni. "Semua pemihak kompeni beserta keluarganya akan dibunuh oleh Jepang," terangnya.
Wanita itu memeluk Darjanti yang mulai menangis. "Saya bisa melindungimu karena kamu kesayangan Danu, tetapi tidak dengan bapakmu."
Tak lama, suara senapan berasal dari kawasan rumah Darjanti mengagetkan semua orang. Darjanti lantas berlari, memastikan bapaknya baik-baik saja. Melewati jalanan, matanya menangkap pos pengaman tempat biasa Pieter berjaga telah dibumihanguskan. "Ini sebabnya saya ikut kamu, daripada ikut mati di pos pengaman," kata Pieter, melihat para temannya tewas.
Hal itu sontak membuat lari Darjanti kian cepat. Namun, saat hampir sampai rumah, Pieter mendahului Darjanti kemudian menarik gadis itu masuk ke semak-semak. "Jepang ada di sini," peringatnya. Suara bedil dari rumah Darjanti memekakkan telinga, diikuti teriakan Gatot. Hal itu lantas membuatnya keluar dari persembunyian.
Dua pria yang telah menembak Gatot tertawa keras kala Darjanti melihat bapaknya yang tergeletak berlumuran darah dengan rantai besi melilit tubuh pria itu. Kulit sawo matangnya telah dipenuhi corak merah hasil cambukan. Setelah membuka mulut, tetapi keluar darah segar dari mulut pria itu, menandai kematiannya.
Dua pria Jepang itu kemudian menyiapkan senapannya kembali, mengarahkan pada Darjanti.
"Slamat ting—"
Pieter berhasil melempar batu besar tepat mengenai pria yang akan menembak Darjanti. Orang Jepang itu langsung mampus, menyisakan satu temannya. Dengan lekas, Pieter menendang jauh senapan dua orang itu, lalu menyiapkan kuda-kuda untuk melawan satu orang yang masih hidup.
"Ambil mesin tikmu, lekaslah ke rumah Hendrik!"
Darjanti kembali berlari, kali ini menuju kediaman Jenderal Ludolf Hendrik yang merupakan perwira AU Belanda. Letaknya lumayan jauh, sehingga Darjanti terpaksa menaiki pedati selama kurang lebih satu jam. Sesampainya di sana, ia melihat Jenderal Ludolf pergi dari rumah bersama seorang perempuan.
Ia mendekati rumah itu, terkejut melihat seorang wanita menangis di lantai. Darjanti langsung menenangkannya, melupakan bahwa wanita itu adalah seorang Belanda, istri Jenderal Ludolf yang ditinggal kencan dengan perempuan lain.
Usai tenang, wanita itu menanyakan maksud kedatangan Darjanti yang ternyata disuruh oleh Pieter. "Dia opas nepotis itu? Saya dekat dengannya. Di mana dia sekarang?"
Darjanti menggeleng, tak tahu keberadaan pemuda itu. Setengah jam kemudian, barulah Pieter datang dengan luka lebam di seluruh tubuhnya. Pakaiannya yang putih kini berlumuran tanah basah.
"Edan! Mereka cari saya sampai genangan lumpur!" keluhnya, langsung terbaring di lantai dengan darah mengalir dari sudut bibirnya.
Istri Ludolf mengambilkan obat merah kepada Darjanti. Gadis itu buru-buru mengoleskannya di area yang berdarah. Pieter meringis, tetapi Darjanti tak memedulikan hal itu. Yang ia pedulikan kini hanya keselamatan Pieter, orang yang telah menolongnya dari maut.
Istri Ludolf melihat kepanikan Darjanti, kemudian mengamati langit-langit rumahnya yang besar. "Rumah Ludolf ini mungkin akan ikut dibumihanguskan Jepang. D-dan saya juga akan dibunuh," lirihnya. Darjanti menggeleng meminta wanita itu agar tak putus asa. "Kalian bisa ambil semua harta di sini, daripada nantinya diambil Jepang," lanjutnya.
Sambil mengobati Pieter yang setengah mampus, wanita itu menjelaskan kebiasaan Ludolf yang mabuk dan mempermainkan wanita. Darjanti yang geram mengetahuinya tak sengaja menekan kuat-kuat kapas yang digunakannya untuk mengobati Pieter.
"Saya benci dia, pun kompeni. Sudah saatnya saya berkhianat pada mereka," pungkas wanita itu.
Pieter lalu menyeletuk. "Ah, ayah saya juga paling sudah mati dari tadi. Ya sudah, saya mau ikut khianat juga, Nyonya."
JumKat: 572
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro